Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pilihanku -- Sisi Lain Taniguchi Hitoshi

Tetsuo akan pindah, itu membuatku frustasi. Saat Reina mengajakku bicara, aku hanya diam dan tidak memperdulikannya. Bukan hanya Reina, Hikari pun mendapat perlakuan yang sama dariku.

Kenapa aku sampai seperti itu? Tentu saja karena Tetsuo adalah sahabat pertamaku. Sebelum bertemu dengannya aku hanyalah seorang anak manja yang kesepian. Aku adalah pengecut, aku tidak mau mencari teman karena aku takut dicampakkan.

Sampai sekarang pun aku masih seperti itu. Aku takut, aku sangat takut jika Tetsuo akan meninggalkanku dan mencampakkanku. Ya, inilah aku, seorang pengecut.

Ketika aku pulang dari sekolah aku bertemu dengan Tetsuo di depan gerbang. Dia lalu menghampiriku dan langsung menepuk bahuku.

"Kau masih cengeng seperti biasanya." Candanya sambil tersenyum geli.

"Tch, bukannya kau sudah pindah? Untuk apa lagi kau datang ke sekolah ini?" tanyaku sinis.

"Tentu saja meminta izin pada wali kelas, kan rasanya tidak enak kalau wali kelasku sendiri tidak tahu kalau muridnya pindah."

Aku diam, tidak menanggapi perkataannya. Menyadari itu, dia pun melanjutkan perkataannya.

"Hitoshi, aku adalah sahabatmu, dan selamanya akan seperti itu. Kau tidak perlu takut, aku tidak akan membuangmu, tidak akan pernah. Paham?" Aku masih diam sambil menunduk. "Baiklah, Tuan Matsumoto sudah menungguku di bandara. Bye-bye."

Setelah mengatakannya dia lalu berlari. Aku bisa melihat punggungnya yang semakin menjauh dari pandanganku, di saat itu pula aku akhirnya bisa tersenyum. Aku menyadari bahwa aku memiliki sahabat terbaik di dunia. Sekali pun dia berada jauh dariku, dia tetaplah sahabatku.

***

Mengingat apa yang dikatakan Tetsuo, aku pun berniat meminta maaf pada Reina dan Hikari saat jam makan siang. Namun, aku benar-benar terkejut saat mengetahui ternyata Reina berteman dengan para penindas itu. Ya, mereka yang selalu berlaku kasar kepada Hikari.

Reina dan si ketua di kelompok penindas itu terlihat menggandeng tangan Reina, mereka terlihat seperti teman dekat. Aku tidak ingin mempercayainya, tapi saat mengingat bagaimana mereka menindas Hikari, aku semakin membencinya.

Aku pun berlari ke taman di belakang sekolah, sejenak menenangkan pikiranku. Sebisa mungkin aku harus berpikir jernih, mungkin ada alasan yang logis kenapa Reina dan para penindas itu bergandengan tangan. Aku ingin mempercayai Reina, seperti Tetsuo mempercayainya.

Saat itu Hikari menghampiriku. Kedatangan wanita pujaanku itu seketika meruntuhkan rasa percayaku kepada Reina. Hikari menceritakan semuanya kepadaku, keburukan Reina yang aku, dan bahkan mungkin Tetsuo juga tidak tahu. Hal itu membuatku kebencianku kepada Reina semakin menjadi-jadi.

"Hitoshi, aku mohon jauhi perempuan itu." Ucap Hikari dengan nada yang sendu.

"Maksudmu siapa Hikari? Reina?"

"Iya, siapa lagi? Dia itu bermuka dua, di depanmu dia bersikap baik kepadaku, tapi di belakangmu? Dia menindasku, bahkan lebih kejam dari para penindas yang pernah kau lihat."

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan," balasku pura-pura tidak mengerti, atau lebih tepatnya tidak mau mengerti.

"Dia sangat jahat Hitoshi, dia itu berniat menjauhkanmu dariku dan Tetsuo. Dia selalu mengancam aku agar pindah sekolah dengan menindasku bersama teman-temannya itu. Oh iya, kudengar Tetsuo pindah? Apa kau tidak berpikir kalau ini ada hubungannya dengan perempuan itu?"

"A-apa yang kau katakan? Hubungan bagaimana?"

"Mungkin saja perempuan itu menggoda Tetsuo dan menyuruhnya agar menjauh darimu—"

"TETSUO BUKAN ORANG SEPERTI ITU!!" teriakku yang sudah tidak bisa menahan emosi, terlebih yang dibicarakan Hikari adalah Tetsuo yang sangat aku kenal. "Dan lagi, untuk apa Reina melakukannya?"

"Kau ini memang sangat naif Hitoshi. Semua orang itu akan melakukan apapun hanya demi sebuah kata... Cinta. Bahkan kau sendiri juga seperti itu, 'kan?"

Hikari benar, aku juga seperti itu. Tapi Tetsuo? Aku tahu dia tidak seperti itu. Namun, kata-kata Hikari barusan berhasil membuat bayanganku tentang Tetsuo menjadi kabur.

Bagaimana jika yang dikatakan Hikari benar? Mungkin saja Tetsuo juga sepertiku, bahkan lebih buruk dariku. Aku semakin bingung karena pikiranku sendiri.

"Tadi kau tanya kenapa perempuan itu melakukannya? Mungkin saja karena dia menyukaimu, dan dia menganggap Tetsuo itu mengganggu. Masuk akal, 'kan?" lanjut Hikari.

Aku tidak mau percaya, tapi apa yang dikatakan Hikari itu mungkin saja benar. Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan? Bertanya langsung pada Reina? Atau langsung menjauhinya?

"Sekarang pikirkan ini baik-baik Hitoshi! Apa kau ingin mempertahankannya? Atau membiarkannya memaksaku untuk menjauh darimu?"

Tidak, aku tidak ingin Hikari jauh dariku. Cukup Tetsuo, aku tidak ingin Hikari juga menjauh dariku. Untuk itu, aku pun memutuskan untuk menjauhi Reina, dan tidak akan pernah mempercayainya lagi.

***

Besoknya semua yang dikatakan Hikari terbukti, gambar Reina yang tengah menarik paksa tangan korbannya akhirnya menyebar. Karena Reina pula klub kami diburbarkan. Aku semakin kesal padanya, sebisa mungkin aku membuat Hikari agar jauh darinya.

Dia lalu berbalik menjadi korban bully, menurutku itu sangat pantas untuk perempuan bermuka dua sepertinya.

***

Beberapa bulan kemudian, Tetsuo tiba-tiba datang ke rumahku, dan dia membawa Reina. Tentu saja aku tidak mau mereka masuk. Tapi salah satu pelayanku malah membiarkan Tetsuo masuk ke kamarku. Tanpa mengetuk pintu Tetsuo tiba-tiba masuk.

"Ada perlu apa?" tanyaku dingin.

"Perempuan itu benar-benar berhasil merubahmu ya..," ucapnya.

"Apa maksudmu?" aku mulai meninggikan suaraku padanya.

"Nakano Hikari, aku tidak tahu apa ini hanya sekedar naluriku saja, tapi... dialah yang paling mencurigakan."

"Apa yang kau katakan, huh? Perempuan itu pasti sudah mencuci otakmu, aku tahu kau menyukainya dan lebih memilihnya dari pada sahabatmu!" bentakku pada Tetsuo.

Tapi berbeda dari yang aku harapkan, Tetsuo malah tertawa. "Kau masih polos seperti dulu ya, Hitoshi..,"

Aku sedikit kesal dengan apa yang dia katakan, tapi kubiarkan dia tetap berbicara.

"Maaf aku tiba-tiba pindah ke Tokyo, tapi perlu kau tahu, aku mempunyai alasanku sendiri. Aku juga mencari tahu tentang adiknya Yamazaki-san, dan aku menemukan beberapa kejadian aneh,"

"Kasus tembakan di malam bersalju dan keluarga Yamazaki yang mati satu persatu, baik itu dibunuh ataupun bunuh diri."

Aku ingin menyuruhnya keluar, tapi jujur saja, aku sedikit tertarik dengan penjelasannya, jadi aku tetap membiarkannya berbicara.

"Tujuanku datang ke Osaka adalah memastikan kebenaran dibalik kematian siswa dan kepala sekolah yang terjadi beberapa tahun lalu, kematian mereka ada hubungannya dengan kasus ini."

"Lalu apa hubungannya dengan Hikari? Kenapa kau mencurigainya? Apa hubungan dia dengan adiknya perempuan bermuka dua itu?" tanyaku menyelidik.

"Saat di Tokyo aku mendapat fakta kalau Nakano Hikari dilahirkan dari keluarga yang mempunyai peran penting dalam pasar gelap. Aku mendapatkan info itu dari orang yang terpercaya kau tahu." Jawab Hitoshi dengan nada yang dibuat bercanda.

Aku sangat kesal ketika mendengar itu. Aku pun berjalan mendekatinya dan langsung menarik kerah bajunya. "Hentikan omong kosongmu itu!"

Tapi dengan santainya Tetsuo berkata, "pikirkan lagi, apa menurutmu Nakano Hikari tidak mencurigakan? Saat kematian Akio-senpai dia datang, padahal aku sama sekali tidak memberitahukan itu kepadanya karena malam itu ponselnya tidak bisa tersambung."

"Apa maksudmu? Kau tidak sempat mengatakannya pada Hikari?"

Aku terkejut, pada malam itu Hikari lah yang menghubungiku terlebih dahulu, dia bahkan menghiburku, tapi tidak ada yang memberitahukan berita itu padanya. Lalu bagaimana dia tahu?

"Iya, dia tidak mengangkat panggilannya malam itu, lalu bagaimana caranya aku mengatakan berita itu padanya?"

"K-kau sedang membohongiku kan, Tetsuo?"

"Apa menurutmu aku sedang berbohong?" tanya Tetsuo padaku.

Kulihat tatapannya sangat yakin. Aku sudah lama mengenal Tetsuo, dan aku tahu bagaimana raut wajah Tetsuo kalau ia sedang berbohong. Dan saat ini, Tetsuo berkata jujur.

"Aku dan Yamazaki-san akan mencari tahu tentang kasus dua tahun yang lalu, dan malam ini, di ruang aula sekolah aku akan membuktikan kalau Hikari pelakunya, dialah yang telah membunuh Akio-senpai, dan juga Shimizu-senpai."

"Kenapa kau menceritakan ini semua padaku? Kalau memang benar Hikari pelakunya, aku bisa saja kan mengatakannya pada Hikari, dan apa yang kau rencanakan itu akan berakhir." Aku mencoba mengancam Tetsuo.

"Kau bertanya kenapa? Tentu saja karena aku mempercayai sahabatku." Jawabnya santai sambil tersenyum. "Yasudah, aku pamit dulu, Yamazaki-san sudah menungguku, bye-bye."

Tetsuo lalu berbalik, tapi dia berhenti sejenak dan berbalik kembali ke arahku. Dia kemudian memberikanku sebuah kunci lengkap dengan ucapan, "oh ya, akan lebih seru jika kau mengatakan semuanya kepada Hikari." Setelah itu dia benar-benar pergi ke luar dari kamarku.

Setelah kepergian Tetsuo aku mulai berpikir kembali. Cukup lama aku memutuskan siapa yang akan aku percayai. Tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk menelpon Hikari.

"Ada apa Hitoshi?" suaranya terdengar sangat lembut dari ujung telepon.

"Tetsuo, tadi dia mendatangiku—"

"Apa yang dia katakan?!" Hikari terdengar panik.

"Apa dia tadi menghubungimu?" aku balik bertanya.

"Iya, dia menghubungiku barusan. Sebenarnya ada apa, Hitoshi?"

"Tetsuo mengatakan hal-hal yang aneh. Hikari... katakan padaku kalau yang dia katakan itu tidak benar, 'kan?" ucapku lirih.

"Apa yang sudah dia katakan padamu, Hitoshi? Katakan padaku!" Hikari terdengar menggertak.

"Katanya... kau adalah pelakunya, kau yang sudah membunuh Akio-senpai, kau juga yang sudah membunuh Shimizu-senpai, dan dia akan membuktikannya malam ini di ruang aula sekolah... itu tidak benar, 'kan?"

"Tentu saja tidak benar! Percayalah padaku Hitoshi, aku tidak mungkin melakukannya. Akio-senpai sudah seperti kakakku, dan kalian semua yang ada di klub misteri adalah sahabat terbaikku, kecuali perempuan itu tentunya." Balas Hikari mencoba meyakiniku.

"Aku sangat senang bisa mendengarkannya langsung darimu, terimakasih Hikari. Oh iya, berhati-hatilah, Tetsuo memang terlihat culun, tapi dia itu cukup berbahaya, berhati-hatilah."

"B-baik Hitoshi. Terimakasih informasinya, aku akan berhati-hati."

Setelah itu Hikari pun memutuskan panggilannya. Aku sudah memberitahukan semuanya pada Hikari. Seperti apa yang Tetsuo harapkan. Aku lalu keluar dari kamarku dan menuju ke salah satu ruangan yang terletak tidak terlalu jauh dari kamarku.

Aku kemudian membuka pintu ruangan itu dengan kunci yang hanya aku dan Ayahku saja yang memilikinya. Para pelayan di rumah ini tidak ada satupun yang memiliki kunci itu.

Ruangan itu adalah ruangan dimana Ayah menyimpan semua jenis senapan yang menjadi koleksinya. Semua itu bukan senapan biasa, semuanya bisa digunakan.

Aku lalu mengambil senapan Barrett M82 kesayanganku, tidak lupa pelurunya. Ya, itu adalah satu-satunya senapan yang diizinkan Ayah untuk aku pakai ketika latihan.

Setelah mengambil senapannya aku pun mengunci ruangan itu lagi, aku kemudian bergegas menuju sekolah. Sebisa mungkin aku harus menjadi orang pertama yang sampai di sana.

***

Aku mengambil tempat di atap sekolah. Menurutku tempat itulah yang paling aman. Bukan hanya mempunyai pandangan yang luas, tempat itu juga sebenarnya tidak bisa dimasuki para siswa karena ini adalah hari libur.

Kenapa aku bisa memasukinya? Karena Tetsuo yang menyerahkan kuncinya padaku. Iya, inilah yang diinginkan Tetsuo. Memancing Hikari dan anak buahnya ke sekolah ini, itulah yang direncanakan Tetsuo. Dia ingin menangkap mereka sekaligus.

Aku sangat penasaran siapa kira-kira anak buah Hikari. Ketika sedang menunggu, aku tanpa sengaja melihat Rui-senpai memasuki gerbang sekolah dengan membawa tas yang bisa kupastikan berisi senapan. Aku sedikit terkejut, tapi itulah kenyataannya.

Aku hanya bisa terdiam saat mendapati semua fakta ini. Sudah kuduga Tetsuo selalu tepat sasaran, bahkan logikanya jauh lebih baik dari bidikan seorang penembak jitu.

Aku yakin Tetsuo pasti sudah mengetahui apa yang akan dilakukan Hikari. Memanggil anak buahnya dan berniat menghabisi Tetsuo dan Reina sekaligus. Namun, tentu saja itu tidak akan terjadi jika aku sampai lebih dulu ke tempat ini.

Ya, Tetsuo benar-benar menakutkan. Dia sudah merencanakan semuanya dari awal, tapi dia tidak mengatakan itu secara langsung kepadaku. Untung saja aku bisa memahaminya. Mungkin ini efek karena terlalu sering bersamanya, jadi otakku lebih bisa dimanfaatkan.

Saat itu sambil bersembunyi, aku terus memperhatikan kemana Rui-senpai akan mengambil posisinya. Dan ternyata itu di bangunan utama di lantai dua. Baguslah, itu masih termasuk jarak bidikanku.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Tetsuo, Reina, dan Hikari datang dengan mobil Tuan Matsumoto. Mereka kemudian menuju ke aula sekolah.

Tampaknya mereka masih sibuk berbicara di dalam ruangan itu, kulihat dari balik kaca jendela aula. Namun, beberapa menit kemudian aku melihat Hikari mengangkat tangannya.

Satu... dua... dan aku langsung menembakkan senapanku ke arah telapak tangan Rui. Terdengar suara kaca jendela yang pecah, tapi untung saja tembakanku tepat sasaran.

Tampaknya dia kesakitan. Ketika aku melihat celah saat dia mengangkat telapak tangannya yang satu lagi, aku langsung menembaknya. Sekedar menghentikannya agar dia tidak bertindak lebih.

Aku tahu aba-aba Hikari tadi pasti untuk Rui, dan tugasku di sini adalah menggagalkan tindakan Rui, dan itu harus kulakukan satu detik lebih dulu darinya.

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro