Penyelidikan (1)
Hari kelima liburan, Reina tidak seperti biasanya. Padahal matahari baru saja menampakkan dirinya, tetapi Reina sudah duduk manis di taman yang tidak terlalu jauh dari apartemennya untuk menunggu seseorang.
Saat ini Yuki berada di sampingnya, untuk menemaninya menunggu. "Aku pikir kau akan langsung membunuhnya, ternyata tidak."
"Aku tahu ini hanya membuang waktuku saja, tapi setidaknya aku mau Tetsuo mempercayaiku, aku harus membuktikan padanya kalau Hitoshi itu dalang dibalik kasus yang sedang dia selidiki." Jelas Reina membalas perkataan Yuki.
"Untuk apa?" tanya Yuki sambil memainkan tanaman yang ada di sampingnya.
"Aku, hm... menurutku kalau Tetsuo tahu kebenarannya, mungkin saja dia tidak akan melarang ku lagi, dan dia pasti akan minta maaf kepadaku." Jelas Reina terlihat ragu.
"Aku tidak setuju denganmu." Yuki tiba-tiba sudah berada di depan Reina.
"Apa maksudmu?"
"Pertama, Tetsuo tidak semudah itu minta maaf. Kedua, hal yang tidak mungkin dia akan membiarkan pembunuhan terjadi. Ketiga..," Yuki menggantung kata-kata terakhirnya.
"Ketiga apa?" tanya Reina yang semakin penasaran.
"Perasaanmu membuatmu tidak tega membunuhnya, 'kan?" tanya Yuki sambil tersenyum mengejek.
Baru saja Reina berniat ingin memukul Yuki, seseorang sudah menyapanya, "sudah lama ya?" itu adalah Tetsuo.
"Akhirnya kau datang juga."
"Oi, bocah sombong!" tegur Yuki.
"Si badut jelek, ya? Sedang apa kau di sini?" tanya Tetsuo balik. Mereka terlihat makin akrab.
"Hanya menemaninya saja, jadi sekarang aku boleh pergi, 'kan? bye-bye." Yuki lalu menghilang setelah mengatakannya.
"Sejak kapan kalian akrab?" tanya Reina pada Tetsuo.
"Entahlah, aku juga tidak tahu."
"Yasudah... lalu, sekarang kita akan ke mana?" lanjut Reina bertanya.
"Kau ingat kasus yang aku jelaskan saat kita di rumah Hitoshi?" tanya Tetsuo
"Maksudmu siswa bernama Uchida Saki yang katanya dilecehkan kepala sekolah terdahulu?"
"Iya. Ada beberapa rumor yang mengatakan kalau Uchida Saki itu adalah pelacur, ada juga yang mengatakan kalau dia itu adalah anak haram."
"Jadi?"
"Jadi hari ini kita akan mencari tahu kebenarannya," ucap Tetsuo santai.
"Bagaimana caranya?"
"Aku kenal seseorang yang pernah sekelas dengannya. Mungkin dia tahu sesuatu. Kita akan ke rumahnya sekarang, rumahnya tidak jauh dari sini. Ayo!" Tetsuo lalu melangkah pergi keluar taman diikuti Reina di belakangnya.
Sekitar 15 menit berjalan kaki, mereka berdua akhirnya sampai di sebuah rumah yang sangat besar. Di tembok pagar rumah itu, ada sebuah ukiran yang bertuliskan 'Matsumoto'.
Satu hal yang langsung terlintas di kepala Reina, pasti yang tinggal di rumah ini adalah keluarga ayah angkatnya Tetsuo.
Tetsuo kemudian membuka pintu pagar yang tidak terkunci. Ketika sampai di halaman rumah itu, Reina sempat takjub dengan pemandangannya. Bunga-bunga yang berwarna-warni, air mancur kecil dan kolam yang dipenuhi ikan. Semuanya terlihat seperti lukisan.
Reina terus mengikuti Tetsuo sampai di depan pintu rumah itu. Bukannya mengetuk atau membunyikan bel, Tetsuo malah langsung mendorong pintu berwarna cokelat itu. Tetsuo terus masuk seperti dialah pemilik rumahnya.
Sekali lagi Reina dibuat takjub oleh isi rumah itu. Banyak lukisan di mana-mana. Setiap lukisan itu seperti mempunyai makna yang sangat dalam. Siapapun yang melukis, dia pasti orang yang sangat hebat, itulah yang di pikirkan Reina.
Reina masih mengikuti Tetsuo sampai ke lantai dua. Perjalanan mereka berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu yang berwarna cream. Tanpa mengetuknya, Tetsuo langsung membuka pintu itu.
Ketika pintu terbuka, Reina melihat seorang pemuda yang tengah duduk membelakangi mereka berdua. Pemuda itu tampak sibuk dengan kanvas di depannya. Ia menggoreskan kanvas itu dengan cat yang berwarna-warni.
Pemuda itu terlihat memakai headset di kedua telinga. Mungkin karena itulah kenapa Tetsuo tidak lagi mengetuk pintu atau membunyikan bel, dia sudah tahu kalau pemilik rumah itu tidak akan pernah menjawab sampai headset-nya dilepaskan.
Pemuda itu menghadap langsung ke sebuah jendela besar yang memperlihatkan taman bagian belakang rumah itu. Sangat indah, dari sana siapapun bisa melihat pemandangan taman yang berwarna-warni. Di dalam ruangan itu pun masih dipenuhi berbagai macam lukisan.
Tetsuo lalu menghampiri pemuda itu dan langsung memegang bahunya dan membuat pemuda itu mengalihkan pandangannya ke arah Tetsuo.
Dari samping sudah bisa di tebak kalau pemuda itu memiliki wajah yang sangat tampan. Dengan rambut pirang dan hidungnya yang mancung.
Ketika melihat Tetsuo, pemuda itu lalu melepaskan headset yang ia pakai dan langsung meletakkan palet yang ia pegang ke meja kayu kecil yang terletak di sampingnya.
"Tetsu, ya? Sudah lama aku tidak melihatmu, ayo duduklah." Ucap pemuda itu ramah sambil merangkul bahu Tetsuo.
Pemuda itu menuntun Tetsuo sampai ke kursi sofa yang terletak di sudut ruangan. Ketika pemuda itu melihat ke arah Reina, dia langsung menyapanya. "Oh, hai! Apa kau temannya Tetsu?"
Reina membungkuk pelan. Pemuda itu lalu menghampirinya dan mengulurkan tangannya ke arah Reina. "Matsumoto Hiroki, aku kakak sepupunya Tetsu." Ucapnya memperkenalkan diri.
"Yamazaki Reina, senang bertemu denganmu, Matsumoto-san." Balas Reina sambil menerima uluran tangan Hiroki.
Hiroki adalah keponakan dari Ayah angkatnya Tetsuo, dia adalah seorang pelukis yang berbakat, dan juga memiliki wajah yang tampan. Sikapnya sangat ramah dan halus, sangat berbeda jauh dengan Tetsuo yang dingin dan datar.
Hiroki sempat bersekolah di sekolah yang sama dengan Reina dan Tetsuo. Tapi hanya sekitar satu tahun, setelah itu dia pindah ke luar negeri. Setelah tiga tahun, akhirnya dia kembali lagi ke Osaka.
"Jadi, apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya Hiroki sambil mengambil tempat duduk di samping Tetsuo.
"Hiroki-san, apa kau kenal dengan siswa bernama Uchida Saki?" tanya Tetsuo to the point.
"Uchida Saki? Tentu saja! Dia satu-satunya siswa yang kenal dekat denganku. Aku jarang bicara dengan siswa lain."
Hiroki memang terkenal, memiliki banyak penggemar. Tapi dia hanya akrab dengan satu orang, yaitu Uchida Saki.
"Menurutmu dia itu bagaimana?" tanya Tetsuo meminta pendapat.
"Hm... menurutku dia adalah siswa yang populer di sekolah, dan dia anak yang baik. Dia bahkan memberikanku kuas sebelum aku pindah." Jelas Hiroki sambil memutar kenangan masa lalunya.
"Apa dia pernah dirundung di sekolah?" kali ini Reina yang bertanya.
"Aku rasa tidak, dia punya banyak teman. Memangnya ada apa? Kenapa mencari tahu tentangnya?"
"Jangan-jangan Hiroki-san tidak mengetahui kejadian dua tahun yang lalu?" tanya Tetsuo pada Hiroki.
"Kejadian dua tahun yang lalu? Hm... sejak pindah tiga tahun yang lalu, aku tidak pernah mendengar kabar tentang mereka lagi. Memangnya ada kejadian apa?"
"Dua tahun yang lalu, Uchida Saki bunuh diri dengan melompat dari atap sekolah." Tetsuo mulai menjelaskan.
"Benarkah?! Kenapa dia melakukannya?" Hiroki terdengar kaget.
"Menurut kabar angin, dia bunuh diri karena sering dirundung mereka melakukan itu padanya karena dia sudah membunuh kepala sekolah mereka saat itu. Kalau tidak salah namanya adalah Takeda Eiji."
"Takeda-sensei? Uchida Saki yang membunuhnya? Bohong!" bantah Hiroki.
"Apa Hiroki-san mengenalnya guru itu?"
"Tentu saja! Waktu itu dia adalah wali kelas kami. Dia juga sering membeli lukisanku. Tapi, Kenapa dia bisa dibunuh? Dan lagi, Uchida Saki? Itu terdengar sangat tidak mungkin."
"Sebelum bunuh diri, Uchida Saki mengaku kalau Takeda-sensei mau melecehkannya." Jelas Tetsuo ragu-ragu.
"Tidak mungkin! Takeda-sensei melecehkan siswanya? Itu sangat tidak mungkin. Takeda-sensei adalah orang yang sangat baik dan peduli pada semua siswa-siswanya, tidak mungkin dia melakukannya." Hiroki yang sejak tadi terlihat tenang, sekarang terlihat kesal.
"Karena itulah kami datang ke sini, kami ingin bertanya tentang bagaimana hubungan antara kepala sekolah Takeda Eiji dan teman sekelas mu dulu, Uchida Saki."
"Baiklah-baiklah," Hiroki mulai menenangkan dirinya. "Mereka cukup dekat, Takeda-sensei sangat perhatian padanya. Yah, walaupun kadang Takeda-sensei terlihat pilih kasih padanya, tapi tetap saja beliau tidak mungkin melakukan pelecehan kepada siswanya."
"Begitu ya..," Tetsuo lalu mengambil sebuah catatan lengkap dengan pulpen dari dalam tasnya. "Oh ya, apa Hiroki-san tahu alamat rumah Takeda-sensei? Atau alamatnya Uchida Saki? Kalau boleh kami ingin memintanya." Ucap Tetsuo sambil menyerahkan catatan dan pulpen itu pada Hiroki.
"Kalau Takeda-sensei aku masih ingat. Tapi kalau Uchida Saki aku tidak tahu alamatnya." Hiroki lalu mengambil catatan itu dan menuliskan alamat Takeda Eiji di catatan.
Saat masih menjadi muridnya, Hiroki memang selalu berkunjung ke sana untuk memberikan lukisan yang ia buat, karena Takeda Eiji sangat menyukai karya-karya dari Hiroki.
"Oh iya satu lagi, apa Uchida Saki punya teman yang cukup dekat dengannya?" tanya Tetsuo lagi.
"Entahlah aku tidak ingat." Hiroki sejenak diam sambil melihat pemandangan di halaman belakang rumahnya. "Ada seseorang yang sepertinya dekat dengan Uchida Saki. Mungkin dia tahu lebih banyak dariku."
"Boleh kami minta alamatnya?"
Hiroki kembali menuliskan sebuah alamat di catatan yang tadi ia pegang. "Kalau tidak salah namanya Nakamura Akemi, dandanannya agak culun aku pernah mengerjakan tugas kelompok di rumahnya, jadi aku sedikit ingat tentangnya." Ucap Hiroki sambil terkekeh pelan.
Setelah beberapa menit berbasa-basi, Tetsuo dan Reina pun pamit. Hiroki sempat menawarkan untuk makan, tapi mereka menolaknya karena ingin buru-buru ke alamat yang baru saja mereka dapat. Walaupun hanya sebuah alamat, itu sangat berarti bagi mereka.
***
Saat ini mereka ingin mencari tahu kasus narkoba yang pernah diselidiki oleh Akio dan Shimizu. Sayangnya, sebelum Akio dan Shimizu menyelesaikannya, mereka sudah dibunuh.
Sebelum pindah ke Tokyo, Tetsuo yang penasaran sempat mengecek ke rumah Akio dan mendapatkan beberapa file penting yang berhubungan dengan kasus itu. Di sana ada beberapa foto korbannya.
Anehnya di sana ada foto-foto dari orang-orang yang berhubungan dengan serangkaian kasus di sekolah mereka dua tahun silam. Merasa ada yang ganjal, Tetsuo pun berinisiatif untuk mencari tahu kebenaran dibalik kasus-kasus itu.
Dan di sinilah mereka sekarang, di depan sebuah rumah tua yang tampak sangat berantakan dari luarnya. Tidak salah lagi, itu adalah alamat rumah Nakamura Akemi, teman dari Uchida Saki.
Setelah berapa menit membunyikan bel rumah itu, akhirnya seseorang membukakannya. Berbeda dari yang dipikirkan Reina dan Tetsuo, mereka mengira yang akan membukakan pintu adalah seorang wanita culun.
Tapi yang sekarang mereka lihat berbeda, tampak seorang wanita yang memakai baju ketat dengan celana pendek. Rambutnya terurai dengan make up yang tebal.
"Ma-maaf, apakah kami bisa bertemu dengan Nakamura Akemi?" tanya Reina hati-hati.
"Ada urusan apa denganku?" pertanyaan wanita itu berhasil membuat Reina dan Tetsuo kaget.
Tentu saja, Nakamura Akemi yang di depan mereka sekarang bukan seperti yang di bicarakan Hiroki. Malahan sebaliknya.
"Siapa kalian? Dari mana mendapatkan alamatku?" tanya Akemi menyelidik.
"Dari teman sekelas mu dulu, Matsumoto Hiroki." Kata Reina memberitahu.
"Oh... Hiroki ya? Ternyata dia masih mengingatku, bagaimana kabarnya sekarang? Apa dia masih tampan seperti dulu? Aku sangat merindukannya, jika bertemu dengannya lagi aku pasti akan menyatakan perasaanku lagi. Mungkin dengan penampilanku sekarang dia bisa jatuh cinta denganku." Ucap Akemi panjang lebar dan berhasil membuat Tetsuo tersenyum miring.
"Tch, perempuan dengan penampilan liar seperti itu? Jangan terlalu bermimpi! Penampilanmu itu tidak lebih dari kotoran kalau di depan orang sepertinya." Balas Tetsuo kesal. Tetsuo memang sangat tidak menyukai wanita seperti itu. Dan juga, Tetsuo adalah orang yang bermulut pedas, mau itu perempuan ataupun laki-laki, dia tetap akan mengatakannya kalau dia tidak suka.
Tampaknya Akemi mulai marah karena perkataan Tetsuo, "apa katamu, huh?! Lihatlah dirimu bocah! Penampilanmu saja seperti orang culun dan kau menghina penampilanku? Tch, pergi kau dari sini!" Usirnya sambil membuang ludah kesal.
Melihat keadaan yang mulai runyam, Reina segera membungkuk untuk meminta maaf. Dia juga mendorong punggung Tetsuo untuk membungkuk.
"Maafkan kami, kami sangat membutuhkan beberapa informasi dari anda. Kami mohon maafkan kami." Sambil menunduk Reina mengatakannya.
"Tch, kalian ini siapa, huh?!" tanya Akemi kesal, sambil menatap ke arah Reina.
"Saya Yamazaki Reina, dan ini adalah Maruyama Tetsuo. Maafkan kedatangan kami yang tiba-tiba. Kami mendapatkan alamat Anda dari Matsumoto-san, kakak sepupunya Tetsuo." Reina lalu menunjuk Tetsuo.
Seketika Akemi yang tadinya marah sekarang mulai tersenyum, dengan senyuman yang sangat lebar. Ia lalu merangkul bahu Tetsuo dan berkata, "kenapa tidak mengatakannya dari tadi? Kalau kau adiknya Hiroki tidak perlu mengetuk pintu juga kau bisa langsung masuk ke rumahku."
Dengan kasar Tetsuo langsung melepaskan rangkulan Akemi di pundaknya.
"Silahkan masuk, biar kuambilkan minuman dulu ya." Akemi lalu pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Dia terlihat sangat gembira karena baru saja kedatangan sepupu dari orang yang pernah dia sukai, padahal baru beberapa menit yang lalu ia mengusir orang itu.
"Munafik," gumam Tetsuo pelan.
"Tetsuo! Kau ini, harusnya lebih sopan sedikit, kita kan juga perlu informasi darinya." Bentak Reina pada Tetsuo.
"Tch, maaf, aku hanya tidak menyukainya saja."
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro