Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pelaku Sebenarnya

Mereka pun sampai di tempat tujuan mereka, yaitu di bagian dalam sekolah mereka. Tetsuo lalu mengajak Reina dan Hikari ke sebuah ruangan yang cukup luas, itu adalah aula sekolah mereka.

Ketika sampai di aula, Hikari lalu menyalakan lampunya. Tampak dengan jelas sebuah ruangan luas yang bersih dengan lantai berwarna cokelat. Di sudut ruangan itu ada tumpukkan kursi plastik yang nantinya akan digunakan kalau ada acara khusus.

Alasan Tetsuo memilih tempat itu karena di aula itulah mayat Tuan Takeda ditemukan. Mayat dengan luka memar di sekujur tubuhnya, dan juga sayatan pisau di lehernya.

Aula itu memiliki jendela kaca di setiap sisinya, dan juga terletak di tengah bangunan sekolah utama yang membentuk U, serta berhadapan langsung dengan gerbang sekolah. Bangunannya tidak setinggi bangunan utama, oleh karena itu Reina dan siswa lain masih bisa melihat lapangan dan gerbang sekolah dari kelasnya yang terletak di lantai atas.

Tetsuo lalu mengambil salah satu kursi yang tersusun rapi di sudut ruangan dan mulai mendudukinya.

"Baiklah, aku akan menjelaskannya, kuharap kalian mau memahami penjelasanku." Ucap Tetsuo membuka pembicaraannya. Reina dan Hikari hanya mengangguk setuju.

"Di sekolah ini ada seorang siswa yang menjadi otak dari penjualan narkoba yang sering meresahkan orang-orang di Osaka belakangan ini. Siswa itu dibantu oleh seseorang yang punya keahlian penembak jitu atau seorang sniper," Reina menelan ludahnya saat mendengar kata sniper.

"Shimizu Ai, pendiri klub misteri, dia menyelidiki kasus narkoba itu, dan dibantu oleh kepala sekolah Takeda Eiji yang sudah sejak lama penasaran dengan kasus itu. Dalam penyelidikan mereka menemukan beberapa fakta, salah satunya transaksi yang selalu dilakukan pada tanggal 29 di setiap bulannya,"

"Saat Shimizu Ai mengetahui siapa pembunuhnya, dan ingin memberitahukannya pada kepala sekolah, ia malah dibunuh. Mungkin karena dia sempat mengatakan kepada seseorang tentang kasus yang diselidikinya dan sampai ke telinga si pelaku,"

"Hari itu, tepat setelah pulang sekolah di tanggal 29 Desember, Tuan Takeda memilih untuk memberi les tambahan pada anak tirinya. Tanpa sengaja dia mendapati beberapa orang yang sedang memperjual belikan obat-obatan itu, tepatnya di Aula ini,"

"Bodohnya Tuan Takeda malah mendekati mereka, dan akhirnya dia dibunuh. Anaknya lalu datang ke tempat itu karena ayahnya tidak juga balik, namun sayangnya dia hanya mendapati seseorang yang tengah menyiksa ayahnya,"

"Orang itu adalah si pelaku utama dalam kasus ini, setelah kejadian itu, si pelaku mulai mengancam anak itu untuk mengaku sebagai tersangkanya, kalau tidak dia akan menyebarkan fakta bahwa ayahnya itu punya istri lain. Anak itu lalu menerimanya, tapi sayangnya dia sangat terpukul dengan kematian ayahnya, saking terpukulnya sampai dia memilih untuk menghabisi nyawanya sendiri,"

"Tentu saja semua perundungan yang ia terima itu adalah ulah si pelaku utama, Tuan Takeda sudah sejak lama mencari tahu kasus itu dan pelakunya mengetahuinya. Dia lalu membuat Uchida Saki yang merupakan anak Tuan Takeda menjadi bulan-bulanan para siswa sekolah agar Tuan Takeda tidak lagi memikirkan kasus narkoba itu dan fokus pada anaknya,"

"Dan tentang kematian Yamazaki Erina," Reina sedikit kaget mendengar nama adiknya, tapi tetap melanjutkan mendengar penjelasan Tetsuo.

"Dia dibunuh karena dia adalah saksi utama dari pembunuhan kepala sekolah Takeda."

"Tidak mungkin!" bantah Reina.

"Itu mungkin, coba kau pikirkan lagi. Saat itu di tanggal 29 Desember dia pergi ke Osaka dengan menaiki kereta Shinkansen, adikmu mungkin saja tidak mau memberitahukannya padamu karena pasti kau akan langsung memarahinya, karena itu dia merahasiakannya, dan akan mengatakan maksudnya setelah dia sampai di Osaka. Bisa aku pastikan saat itu dia pergi bersama orang tua temannya."

Reina hanya diam, perkataan Tetsuo memang betul. Erina beberapa kali sering melakukan itu karena dia tidak mau Reina memarahinya di depan teman-temannya.

"Erina pergi ke stasiun kereta api dan berangkat sekitar pukul 14:00 yang memang saat itu sekolah kalian pulang lebih cepat, dengan menaiki kereta Shinkansen dia bisa sampai pukul 16:30. Mereka lalu pergi ke rumah temannya yang mungkin saja tidak terlalu jauh dari sini, perjalanan sekitar 30 menit. Tapi dia tiba-tiba kembali ke Tokyo dengan wajahnya yang pucat. Kau tahu kenapa? Karena saat dia melewati gerbang sekolah ini, dia melihat dari luar kaca jendela kalau seseorang tengah memperagakan adegan pembunuhan. Itu bisa terjadi kalau matanya tidak rabun."

"Benar juga, mata adikku itu jauh lebih baik dari mataku karena dia selalu menjaga matanya." Ucap Reina setuju dengan perkataan Tetsuo.

"Seorang sniper yang menyadari Yamazaki Erina lalu mulai mengikutinya, dan membunuh Yamazaki Erina ketika dia sampai di rumahnya. Entah bagaimana caranya, dia berhasil membawa senjata berupa pistol saat di dalam kereta," lanjut Tetsuo.

"Mungkin saja dia kenal dekat dengan pengurus stasiun kereta apinya." Tambah Hikari.

"Itu mungkin saja..," gumam Reina.

"Soal temanmu yang selalu bergaya seperti laki-laki itu," Tetsuo lalu menatap Reina. "Kau pasti juga tahu, 'kan? Dia dibunuh karena dia juga ikut mencari tahu kasus ini dengan caranya sendiri." Reina hanya mengangguk pelan menanggapi pertanyaan Tetsuo.

"Dan kau juga sempat di tindas beberapa minggu yang lalu," Tetsuo kembali menatap Reina. "Si pelaku utama lah yang mengaturnya. Dia membuatmu dekat dengan para penindas, lalu menunggu waktu agar kau memarahi temanmu itu dan membuat seolah-olah kau yang telah menindasnya. Dia lalu mengambil alih akun media sosial yang sebelumnya di kelola Ueda Ayano, dan membagikan bukti-bukti yang sudah ia rencanakan di sana agar kau ditindas semua orang."

"Tapi... untuk apa?" tanya Hikari lagi diikuti anggukan oleh Reina.

"Tentu saja untuk membuat klub misteri hancur, apalagi setelah aku pergi. Ancaman terbesarnya adalah aku, dan ketika aku pergi dia akan berbuat seenaknya." Jawab Tetsuo percaya diri, tapi memang itulah kenyataannya.

"Tapi sebelum itu, Akio-senpai sempat mendapatkan pesan kematian. Dia cukup berani membiarkan dirinya sendiri berdiri di garis depan untuk bertemu dengan pelaku itu tanpa memberitahukan kita semua,"

"Semua itu pasti karena ia yakin kalau dia bisa melawan pelakunya, itu karena senpai memiliki keahlian bela diri yang cukup baik. Tapi saat itu dia belum mengetahui siapa pelakunya, dan saat dia mengetahuinya, keahlian bela dirinya itu menjadi tidak berguna,"

"Tidak berguna? Apa maksudmu lawannya memakai sihir?" tanya Reina pada Tetsuo. Saking seriusnya dia asal bertanya.

"Bodoh! Tentu saja tidak! Itu tidak berguna karena yang dia hadapi adalah orang yang sangat dia percaya, senpai memang hebat dalam bertarung, tapi dia tidak pernah mau memukuli temannya, terlebih itu adalah orang yang sudah ia anggap adiknya."

"Dianggap adiknya? Siapa itu? Apa aku mengenalnya?" tanya Reina yang sudah tidak sabar ingin mendengar kelanjutannya.

"Semua yang ada di klub misteri sudah ia anggap adik, dan itu juga termasuk kau... Nakano Hikari-san." Tetsuo menatap tajam ke arah Hikari yang saat ini hanya menunduk dalam diam.

"Te-Tetsuo? A-apa maksudmu? Hi-Hikari..," Reina masih tidak percaya dengan apa yang di katakan Tetsuo. Tetsuo sendiri hanya diam, menunggu Hikari untuk membuka suaranya.

"Te-Tetsuo... kau..,"—Hikari lalu mengangkat kepalanya—"Kau benar-benar pintar!! Sudah kuduga kau memang menarik!" nada suaranya terdengar berbeda kali ini.

Hikari berubah 180 derajat. Dia yang biasanya gugup dan selalu tersenyum hangat, sekarang berbicara dengan suara melengking dan tatapan yang menghina, begitupun senyuman di wajahnya. Saat ini yang ia tunjukkan bukan senyuman hangat, melainkan senyuman sinis. Hikari bagaikan iblis saat ini.

"O-oi! Apa kalian sedang mempermainkanku? A-ayolah ini tidak lucu." Ucap Reina yang tidak mengerti dengan keadaanya, atau lebih tepatnya tidak mau mengerti.

Hikari lalu menggandeng Reina dengan tangan kanannya dan berbisik, "semua yang dikatakannya itu benar... inilah kenyataannya, yah walaupun sangat mengejutkan... hahahah." Hikari lalu tertawa lepas.

Insting Reina segera bekerja saat ia merasa sesuatu baru saja mengancamnya, dengan sigap ia menjauh dari Hikari. Reina sekarang berdiri di belakang Tetsuo yang tengah duduk dengan tenang, sangat tenang seperti tidak ada apa-apa yang terjadi

"Tu-tunggu sebentar!! Ka-kalau memang Hikari pelaku utamanya, berarti dugaanku selama ini benar? Jadi, yang membantunya sekaligus menghabisi nyawa adikku adalah Hitoshi?" Reina mengucapkannya tanpa sadar dengan raut wajah putus asa.

"Apa yang kau katakan?" tanya Tetsuo sinis.

"Hitoshi yaa... hahahah... anak itu, dia cukup menghiburku... anak itu sangat tergila-gila padaku, bahkan aku bisa memperalatnya... pemuda naif yang tergila-gila dengan seorang wanita itu memang sangat menghibur." Hikari terus tertawa lepas, sampai-sampai Reina tidak mengenalinya lagi.

"Dan kau bocah berkacamata... kau memang sangat pintar, tapi kau juga bodoh persis seperti wanita bernama Shimizu itu. Tetsuo, kau sangat bodoh karena sudah membocorkan kasus ini pada anak naif itu, dia memberitahukan semuanya padaku... hahahah... kau pikir aku tidak tahu ini akan terjadi?"

"Beruntunglah kalian bisa hidup sampai saat ini, tapi setelah ini... sniper andalanku akan menghabisi kalian dalam sekali tembakan." Hikari sengaja memelankan kalimat terakhirnya. Suara pelan yang mencekam.

Reina tampak kebingungan, ia kembali teringat saat Erina dibunuh dengan sekali tembakan oleh seorang sniper. Sejenak ia ketakutan, Reina bisa membunuh siapa saja, tapi itu hanya berlaku untuk orang yang berhadapan langsung dengannya, dan untuk seseorang yang bertarung dengan jarak jauh? Merekalah kelemahan Reina.

Berbeda dari Reina, Tetsuo masih tampak tenang. Seperti tidak ada yang mengancamnya. Bahkan kalau bisa, saat ini ia sangat ingin membaca komiknya.

Hikari lalu mengangkat tangannya perlahan seakan ingin memerintah seseorang.

Ya, memang itulah yang saat ini Hikari lakukan, ia mengangkat tangannya untuk memerintahkan seorang sniper yang sudah siap di salah satu tempat di sekolah itu dan bersiap-siap membunuh Tetsuo dan Reina dalam satu kali tembakan.

Satu detik... dua detik... tiga detik...

Ada yang aneh, tembahkan tidak kunjung terjadi, satu-satunya suara hanyalah suara pecahan kaca jendela yang berasal dari lantai dua di bangunan utama.

"Biar kuberitahu satu hal padamu..," Tetsuo lalu menatap tajam ke arah Hikari. "Menurutmu kenapa Hitoshi tidak ada disini saat ini, hmm?"

"Jawabannya hanya satu.. karena dia adalah sahabatku!" lanjutnya, seketika membuat mata Hikari membelalak.

Hikari lalu mengalihkan pandangannya ke arah kaca jendela yang baru saja pecah dan meneriaki sebuah nama, "RUIIII!!!"

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro