Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

END -- Sampai Berjumpa Kembali.

Waktu menunjukkan pukul 23.00, terlalu malam untuk seorang anak remaja duduk di sebuah taman sendirian.

Tidak, sebenarnya anak laki-laki berkacamata itu tidak sepenuhnya sendirian, ada sesosok tak kasat mata yang menemaninya. Sosok berwujud badut itu tengah duduk dengan posisi bersilah di udara. Lebih tepatnya badut itu saat ini sedang melayang. Entah sudah berapa menit mereka terus diam tanpa membuka suara, sampai Tetsuo yang memulainya.

"Bagaimana? Apa kau akan melepaskannya?" tanya Tetsuo tanpa menatap langsung ke arah lawan bicara.

"Bagaimana ya..," nampak senyum tipis terukir di wajah Yuki yang sedikit menakutkan. "Tidak kusangka dia bisa memenangkannya."

Tetsuo ikut tersenyum dan berkata, "bukankah manusia itu sangat menarik?"

"Hahah.. manusia benar-benar sangat menarik. Mereka lemah tapi bisa berubah kuat hanya karena satu hal bodoh yang dinamakan cinta. Ketika mereka sudah kuat dan memiliki semuanya, mereka bisa menjadi lemah hanya karena satu hal bodoh yang dinamakan kasih." Ucap Yuki sambil terus tertawa geli.

***

Hikari dan Rui ditangkap dan kejahatan mereka akhirnya terungkap. Berkat kecerdasan Tetsuo dan kepercayaan Hitoshi pada sahabatnya, para penjahat berhasil disudutkan.

Sebelum para polisi menggiring mereka ke penjara, Tetsuo sejenak meminta waktu agar Reina diberikan kesempatan untuk berbicara dengan Hikari dan Rui.

Tampak kemarahan yang begitu dalam terpancar dari raut wajah Reina. Perlahan namun pasti dia mulai mendekati Hikari dan Rui. Reina seakan ingin menghabisi mereka berdua. Para polisi yang berada di sekitar tempat itu ingin menahan Reina, tapi Tetsuo mencegatnya.

Ketika Reina sampai di depan Hikari dan Rui yang sedang terduduk di lantai aula, Tetsuo lalu memberikan sesuatu padanya. Itu adalah dua buah pistol yang baru saja ia ambil dari kantong Ayah tirinya, Reina pun meraih kedua pistol itu.

"TETSUO!" Bentak Ayahnya pada Tetsuo, tapi dengan tenang Tetsuo menatap Ayahnya dan berkata, "lihat saja apa yang akan terjadi."

Reina yang saat ini sangat marah menatap tepat ke arah Hikari yang sedang ketakutan. Tatapan kebencian yang tidak pernah Hikari lihat sebelumnya, bahkan dari Ayahnya sendiri.

"Adikku... sahabatku... semua orang yang sangat berarti bagiku... kenapa... KENAPA?! KENAPA KAU MENGAMBIL MEREKA SEMUA?!" Teriakan Reina dengan suara kerasnya.

Terdengar dengan jelas kepedihan yang selama ini ia pendam, dan malam ini Reina akhirnya bisa melepaskan semua itu.

"Erina... adikku yang paling kusayangi, kalian membunuhnya, 'kan? Dengan cara seperti ini?"

DOR-

Reina menembaki senjata di tangan kanannya ke atas, sontak membuat semua orang di tempat itu kaget, kecuali Tetsuo.

Reina lalu tersenyum sinis, dan kembali menatap tajam Hikari dan Rui. Ia kemudian mengarahkan kedua pistol itu tepat ke arah Hikari dan Rui.

Dari kejauhan Yuki yang saat ini tengah berdiri di atap sekolah pun ikut tersenyum dengan wajah menakutkannya, seolah kemenangan saat ini sudah ada di depan matanya.

"MATILAH!" teriak Reina sedetik sebelum dia menembakkan kedua pistol itu.

DOR!! DOR!!

Hikari dan Rui yang sedari tadi gemetar langsung saja tersungkur di lantai. Jantung mereka berdegup sangat kencang. Mereka baru saja selamat dari kematian mereka. Arah tembakan Reina rupanya meleset.

Tidak, lebih tepatnya Reina membuat tembakannya meleset.

Sedetik kemudian Reina terduduk lemas di lantai aula sembari menjatuhkan kedua pistol yang ia pegang. Tangisannya tidak bisa lagi ia bendung, dengan semua suara yang ia miliki ia berteriak sejadi-jadinya, kembali mengingat masa-masa indahnya bersama sang adik dan sahabatnya.

Selama bertahun-tahun ia melewati harinya menjadi seorang pembunuh hanya karena ingin membalaskan kematian adiknya, tapi ia sendiri pun  tidak tahu apa yang akan ia dapatkan jika ia melakukannya.

Di detik-detik terakhir saat ia ingin menghabisi nyawa Hikari dan Rui, ia pun mulai terbayang Erina.

Adiknya yang ia lihat tengah tersenyum kepadanya, itulah bayangan yang berhasil mengarahkan tembakannya ke arah lain. Senyuman yang seakan mengatakan agar Reina harus terus hidup sebagai seorang kakak yang baik hati, dan bukan pembunuh.

Tetsuo kemudian memberi tanda kepada Ayahnya untuk memberi aba-aba kepada para polisi yang ada di sekitar mereka untuk segera menjauhkan Hikari dan Rui dari Reina, dan juga agar mereka menenangkan Reina.

Di sisi lain ada Yuki yang saat ini menatap datar kejadian di depannya. Tidak jelas bagaimana perasaan Yuki saat ini, ia hanya diam tanpa ekspresi apa pun.

Dalam keheningan itu, Yuki tiba-tiba mendengar suara seseorang dari belakangnya. "Sayang sekali, kau kehilangan mainanmu lagi kali ini."

Mendengar itu Yuki seketika tersenyum sinis. Itu adalah suara yang ia kenal. "Kau pasti Myra."

"Aku tidak memakai nama jelek itu lagi. Sekarang namaku Ive."

"Jahat sekali." Balas Yuki dengan suara yang dibuat-buat sedih. "Padahal nama dariku lebih bagus dibanding nama Ive yang terkesan norak untukmu."

"Jaga bicaramu bocah!" kesal Ive yang perlahan mulai mendekat ke arah Yuki.

Sosok Ive yang sejak tadi ditutupi gelapnya malam sekarang terlihat jelas karena cahaya rembulan yang langsung menyinarinya ketika ia berdiri di samping Yuki.

Sedikit berbeda dari Yuki yang seluruh bajunya dipenuhi warna-warni, Ive terlihat hanya mengenakan sebuah setelan berwarna dongker dengan dalaman rompi berwarna kuning dan kemeja berwarna merah.

Jika pada wajah Yuki hanya sebagiannya saja yang terkesan seperti badut, pada Ive justru menutupi seluruh wajahnya. Ya, dia memakai semacam topeng badut yang menutupi wajahnya. Rambut Ive terlihat di kuncir tidak terlalu rapi, hal itu justru semakin menambah kesan misterius pada badut bernama Ive itu.

"Jadi, kenapa kau ada di sini? Kau seharusnya tidak punya urusan di wilayah ini, 'kan?"

"Tenanglah bocah, aku tidak akan melakukan apa-apa di sini. Lagi pula masalah yang ada di depan sana juga bukan urusanku. Aku hanya sedang mengawasi sesuatu."

"Mengawasi? Siapa yang kau awasi? Para penjahat kecil di sana? Atau mungkin... si dewa kematian?"

"Berhenti bertanya! Itu bukan urusanmu!" sanggah Ive tanpa mengindahkan pertanyaan Yuki.

Ive kemudian menatap tepat ke arah Yuki. Tampak jelas dari dalam lubang topeng itu sorot mata Ive yang tajam. "Aku ingatkan satu hal padamu bocah! Berhenti merusak nama baikku! Aku memberikan posisimu yang sekarang bukan untuk kau seenaknya mengotori namaku!"

Yuki hanya diam tanpa ekspresi. Dia sama sekali tidak gemetar, tapi tidak bisa dipungkiri aura kuat Ive tetap berhasil menekan Yuki.

"Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan sekarang? Jauhi anak berkacamata itu! Ingat, mulai sebentar malam kau hanyalah badut yang tidak punya apa-apa, akan sangat mudah bagiku untuk menghabisimu." Ancam Ive sebelum ia berbalik meninggalkan Yuki.

"Ive ya... maaf, maksudku senpai, sesekali berilah kesempatan untuk dirimu bersenang-senang, kau itu terlalu kaku." Ucap Yuki yang membuat Ive kembali mendekatinya.

"Sudah kubilang untuk menjaga ucapanmu bocah!" balas Ive dengan suaranya yang terdengar kesal. Namun, tiba-tiba sekujur tubuh Ive menegang, membuat ia refleks menatap langsung ke bawah, tepat di halaman sekolah yang sekarang dipenuhi dengan mobil polisi.

Dari sana Ive dapat melihat dengan jelas apa penyebab ia merasa terancam. Tetsuo yang sedang berdiri di halaman sekolah itu ternyata tengah melihat langsung ke arah tempat dia dan Yuki berdiri.

"Sial! Kau menjebakku!" kesal Ive sambil menarik kerah baju Yuki. Sedangkan Yuki hanya tersenyum sinis menanggapinya.

"Akan kuingat ini!" ucap Ive sembari menghilang dari hadapan Yuki diikuti dengan hembusan angin malam yang ada di sekeliling Yuki.

Yuki kemudian melihat Tetsuo. Ia kemudian menggerakkan kepalanya seperti memberikan sebuah kode kepada Tetsuo, dan kemudian langsung menghilang.

Tetsuo yang seakan mengerti dengan tanda yang diberikan Yuki, langsung berlari meninggalkan keramaian yang ada di halaman sekolahnya. Dengan cepat Tetsuo langsung berlari mengikuti arahan Yuki, dan akhirnya ia bertemu Yuki di sebuah taman di dekat sekolahnya.

***

"Jadi, apa kau tetap akan memakan jiwanya?" tanya Tetsuo langsung pada Yuki.

"Untuk apa?" Yuki balik bertanya.

"Kalian adalah iblis yang membuat perjanjian dengan manusia, dengan jaminan kalian akan membantu manusia itu untuk membalas dendam mereka. Tapi kemudian setelah dendam itu terbalaskan, kalian akan memakan jiwa manusia itu. Bukankah itu benar?"

"Kurang lebih seperti itu," jawab Yuki singkat.

"Lalu? Kenapa tidak kau makan saja jiwanya, bukankah kau sangat lapar? Pasti sudah lama kau tidak memakan jiwa manusia," tambah Tetsuo.

"Aku tidak serakus itu sampai mau memakan jiwanya, karena pada dasarnya kami akan tetap hidup walau tanpa memakan apa-apa."

Tetsuo hanya diam mendengar penjelasan Yuki.

"Lagi pula dia yang menang, aku yang kalah. Tujuan utama kami membuat perjanjian adalah merubah manusia itu menjadi iblis seperti kami, menutup hati mereka dengan kegelapan dan membuat mereka berakhir dengan keinginan balas dendam mereka. Tapi kali ini aku kalah, wanita bodoh itu ternyata masih memiliki hati yang bersih seperti manusia bodoh lainnya, dia tidak sepenuhnya ditutupi kegelapan, pada akhirnya dia tidak membalaskan dendamnya dan malah mengampuni mereka. Tch, menyebalkan... dengan terpaksa aku harus melepaskannya."

Tetsuo tampak tertawa kecil, Yuki yang menyadarinya segera bertanya, "kenapa kau tertawa, bocah?"

"Badut bodoh berwajah setengah, ternyata dia benar-benar ada." Tetsuo masih saja tertawa.

"Apa maksudmu?" tanya Yuki bingung mendengar ucapan Tetsuo.

"Malam itu, saat Carla ingin memakan jiwaku, dia berteriak padaku, 'Aku akan tetap memakanmu, aku tidak peduli dengan perjanjian apapun, karena aku tidak seperti badut bodoh berwajah setengah itu'," jelas Tetsuo sambil tersenyum tipis.

"Saat itu aku hampir kalah darinya karena aku sempat membalaskan dendamku. Tapi aku menyadarinya sebelum ia menagih janjinya. Aku menyesali perbuatanku, tapi Carla tetap memaksa ingin memakan jiwaku. Ia berkata kalau ia tidak ingin memenuhi janjinya seperti badut bodoh yang ia kenal. Aku pikir ia berbohong, tapi ternyata badut bodoh itu benar-benar ada, dan sekarang ada di sampingku," lanjut Tetsuo.

"Carla? Nama yang terlalu imut untuk badut pemarah yang satu itu." Canda Yuki sambil terkikik.

"Kau benar, kami memang tidak pernah menepati janji kami pada manusia, karena kami adalah iblis," tambah Yuki.

"Lalu kenapa kau melakukannya?"

"Kan sudah ku bilang aku tidak lapar. Lagi pula aku hanya ingin bermain-main dengan manusia, apa gunanya aku memakan jiwa mereka?" jawab Yuki pada Tetsuo.

"Benar-benar bodoh." Lanjut Tetsuo yang masih tersenyum tipis.

"Sepertinya sudah larut malam, aku baru ingat kalau aku masih ada satu pekerjaan," ungkap Yuki pada Tetsuo.

Tetsuo yang mengerti dengan maksud ucapan Yuki segera mengizinkannya pergi. "Pergilah, selesaikan pekerjaanmu. Tenang saja, aku tidak akan mengatakan apa-apa padanya, dan semua orang."

"Apa kau tidak ada pertanyaan lagi?" tanya Yuki mencoba memastikan.

Tetsuo diam sejenak. Dia tahu maksud Yuki bertanya seperti itu. Pasti itu adalah tentang badut lain yang Tetsuo lihat sebelumnya sedang berbicara dengan Yuki.

"Tidak ada." Jawab Tetsuo singkat.

Tetsuo sebenarnya penasaran tentang badut itu, tapi jauh dibanding rasa penasarannya Tetsuo hanya ingin menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan badut iblis, jadi dia memutuskan untuk tidak mengetahui soal para badut itu lebih jauh.

"Aku mengerti kenapa kau tidak ingin berurusan lagi dengan kami, tapi kau perlu tahu ini Tetsuo... Myra, dia berada di jarak yang sangat dekat denganmu, cepat atau lambat kau pasti akan bertemu lagi dengannya, dan perlu kau garis bawahi, dia sangat berbahaya, terlebih untuk saat ini, berhati-hatilah!" jelas Yuki tanpa menatap langsung mata Tetsuo.

Yuki kemudian sedikit memalingkan wajahnya melihat Tetsuo dan berkata, "dipertemuan kita selanjutnya, aku berharap kau yang akan membantuku beristirahat dengan tenang," sebelum akhirnya dia bener-bener menghilang diiringi dengan hembusan angin malam.

***

Besoknya, Reina terbangun karena suara alarm yang terus menggema dari ponselnya. Hal yang pertama ia lakukan setelah ia bangun adalah membuka jendela, membiarkan sinar matahari masuk ke dalam kamarnya yang gelap.

Pagi yang cerah di musim semi membuat Reina teringat akan sesuatu. Pagi itu juga ia, Hitoshi, dan Tetsuo berjanjian untuk bertemu di salah satu rumah makan.

Acara kecil itu mereka adakan untuk memperingati ulang tahun Hitoshi, sekaligus ucapan perpisahan untuk Tetsuo yang akan segera kembali ke Tokyo.

Untung saja Reina menyetel alarm tiga jam sebelumnya waktu yang ditentukan, jadi dia tidak perlu terburu-buru untuk mempersiapkan semuanya.

***

Sekarang Reina tengah duduk di salah satu bangku di rumah makan tempat Reina, Hitoshi, dan Tetsuo akan bertemu.

Reina datang dua puluh menit lebih cepat dari waktu yang dijanjikan, jadi dia memesan segelas kopi hangat untuk menemaninya menunggu.

Tidak berapa lama, tepat pada pukul 10:00, Hitoshi dan Tetsuo bersamaan memasuki rumah makan itu. Ketika mereka melihat Reina, mereka langsung menghampirinya. Hitoshi saat itu terlihat sangat antusias saat bertemu dengan Reina. Setelah memesan makanan, mereka pun bercerita panjang lebar. Tentu saja Tetsuo hanya sibuk dengan komiknya.

Reina dan Hitoshi saling bercerita saat-saat mereka memecahkan kasus bersama Akio. Bagaimana kematian Akio karena penyakitnya membuat mereka sangat terpukul. Mereka juga menceritakan soal pertengkaran mereka dengan Tetsuo karena Tetsuo yang tiba-tiba pindah ke Tokyo, walaupun setelah itu mereka tetap menerima alasan Tetsuo dan berbaikan kembali. Reina dan Hitoshi terus mengoceh tentang itu semua.

Hitoshi sempat bertanya kenapa Tetsuo tidak mau ikut bergabung dengan percakapan mereka, tapi Tetsuo hanya menjawab, "jangan menggangguku!"

Hitoshi paham betul dengan sifat sahabatnya itu yang tidak mau diganggu ketika sedang serius membaca komik kesukaannya, jadi Hitoshi hanya tertawa geli saat mendengar jawaban Tetsuo yang terdengar dingin itu.

Sebenarnya apa yang dipikirkan Tetsuo berbeda. Bukannya serius dengan komiknya, hanya saja ia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Reina dan Hitoshi. Itu karena satu-satunya yang mengetahui kebenarannya hanyalah dia sendiri.

Penyebab Akio mati, siapa Hikari itu, apa yang sebenarnya terjadi tentang pertengkaran antara Reina dan Hitoshi, Tetsuo mengetahui semua fakta itu. Karena hanya dialah yang pikirannya tidak diubah oleh Yuki.

Ya, itu adalah salah satu syarat saat Yuki melepaskan perjanjiannya. Mengubah seluruh ingatan dari semua orang yang mempunyai hubungan dengan kasus yang dihadapi Reina.

Yuki membuatnya seolah-olah ini bukanlah masalah yang berarti. Dia juga menghilangkan ingatan Reina tentang segala macam pembunuhan yang disebabkan oleh Reina sendiri. Bahkan Yuki membuat mereka tidak mengenal Hikari sama sekali, begitu pun sebaliknya.

"Dia benar-benar merubah semuanya." Ucap Tetsuo dengan nada yang sangat pelan sampai-sampai Hitoshi dan Reina tidak mendengarkannya.

Tetsuo kemudian melihat ke luar dan mendapati sesosok badut tengah memperhatikannya.Sosok menyeramkan dengan wajah setengah badut itu tampak sedang tersenyum, seperti biasa, senyumannya selalu menakutkan.

Dengan tangan kanannya, badut itu melambai pada Tetsuo, seakan mengucapkan selamat tinggal. Perlahan namun pasti, badut itu seakan hilang bersama angin yang berhembus.

Tidak ada yang menyadarinya kecuali Tetsuo. Hanya dialah yang bisa melihat ketika Yuki mengatakan, "selamat tinggal, sampai berjumpa kembali."

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro