Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dia Adalah Adikku, Erina

Semalam penuh Reina terus memikirkan Tetsuo. Bukan karena rasa suka atau semacamnya, tapi karena ia tidak habis pikir, kenapa dan bagaimana Tetsuo bisa melihat Yuki. Karena itu pula, Reina tidak mendapatkan tidur yang cukup.

Ketika di sekolah Reina bersusah payah untuk tetap terjaga saat jam pelajaran. Untung saja Reina bisa bertahan sampai waktu pulang sekolah.

Saat Reina menjemput Momo di kelasnya, ternyata dia sudah pulang lebih dulu. Tidak biasanya, pikir Reina. Terpaksa Reina harus pulang sendiri hari ini.

Tapi, untung saja Reina bertemu dengan Hitoshi yang sedang berjalan sendiri di koridor sekolah. Hitoshi mengajaknya pulang bersama, kebetulan Tetsuo yang selalu pulang dengan Hitoshi hari ini tidak hadir karena sakit.

Entah kenapa belakangan ini Reina mulai kembali ke sifat awalnya, dia yang dulu tidak suka sendiri, apalagi saat pulang sekolah, dan itulah yang dia rasakan sekarang.

Saat mereka berjalan sambil bercerita, mereka melihat tiga siswa perempuan tengah merundung seseorang. Reina tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang menjadi korban mereka. Namun, Hitoshi justru langsung berlari ke arah orang-orang itu.

Reina segera mengejarnya, ia penasaran kira-kira siapa yang tengah dirundung, sampai seorang Hitoshi memperdulikannya. Ketika sampai, Reina sangat terkejut saat melihat Hikari lah yang tengah menjadi korban mereka.

Para perundung itu berjumlah tiga orang, seorang di antaranya adalah teman sekelasnya Hikari, dua orang lain adalah kakak kelas mereka. Mereka bertiga tampak kaget saat melihat kedatangan Hitoshi dan Reina. "A-apa yang kalian lakukan disini?"

Tanpa menjawabnya, Hitoshi langsung menarik tangan Hikari agar menjauh dari mereka. Sementara Reina memungut buku-buku Hikari yang berserakan di lantai lalu merapikannya ke dalam tas Hikari. Ia melakukannya tanpa sekalipun melihat ke arah tiga siswa perempuan itu, malah langsung mengejar Hitoshi dan Hikari.

Hitoshi berhenti menarik tangan Hikari saat mereka sudah berdiri di luar gedung sekolah. "Sudah kubilang kan, pulanglah denganku!" suara Hitoshi terdengar membentak. Walaupun sebenarnya maksud Hitoshi adalah baik, dia tidak suka saat melihat Hikari dirundung seperti tadi.

Sambil menunduk Hikari berkata, "ma-maaf... aku hanya tidak ingin merepotkanmu, Hitoshi."

Reina sempat mendengar percakapan mereka, ia pun menepuk pelan pundak Hikari. Ketika Hikari melihat ke arahnya, ia menemukan Reina yang tengah tersenyum hangat.

"Hikari, untuk kedepannya jangan sembunyikan apapun dari kami semua ya? Karena kami juga temanmu."

Reina lalu memeluk Hikari untuk menenangkannya. Tanpa Reina sadari bahunya mulai basah karena tangisan Hikari. Reina senang karena ia bisa mengetahuinya lebih cepat, ia tidak mau kalau Hikari terus-terusan dirundung seperti itu.

Akhirnya, Hitoshi dan Reina mengantar Hikari sampai ke rumahnya. Walaupun sebenarnya rumah Hikari tidak sejalan dengan apartemen Reina, tapi dia tetap bersikukuh untuk mengantar Hikari sampai ke rumahnya dengan selamat. Mereka mengantarnya dengan berjalan kaki.

Selanjutnya, Reina sebenarnya ingin langsung pulang, tapi Hitoshi mengajaknya untuk berkunjung ke rumahnya, berhubung rumahnya Hitoshi tidak terlalu jauh dari rumah Hikari.

***

Reina saat ini sedang duduk di ruang tamu di rumahnya Hitoshi. Hitoshi meminta izin ke kamarnya sebentar untuk mengganti pakaiannya, sebelumnya ia meminta pada pelayan di rumahnya untuk membuatkan minuman dan cemilan.

Saat menunggu, Reina mulai mengamati seisi ruangan yang saat ini tengah ia duduki. Ruang tamu yang cukup besar, bersih, dan sangat rapi.

Di depannya ada sebuah rak dari kayu yang menempel di dinding, di sana berjejer dengan rapi piala-piala yang selalu dimenangkan oleh Hitoshi sejak kecil.

Di bawah rak itu ada sebuah meja bufet yang panjangnya sekitar dua meter lebih. Di atas bufet itu dihiasi oleh jejeran bingkai foto yang mempunyai gambar yang beragam.

Terlihat foto Hitoshi yang masih kecil dan kedua orang tuanya, di sebelah Hitoshi ada seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan Hikari, bahkan Reina susah membedakannya. Reina menduga itu adalah salah satu saudaranya Hitoshi.

Ada juga foto Hitoshi yang tengah memegang sebuah senapan yang biasa dipakai para sniper. Hitoshi terkesan sangat keren di gambar itu. Di foto lain lagi, ada gambar Hitoshi kecil dengan anak kecil yang memakai kacamata, Reina meyakini itu adalah Tetsuo.

Saat sibuk memperhatikan foto-foto itu, seorang pelayan lalu mendekat ke arah Reina dengan membawa nampan yang di atasnya terdapat tiga buah gelas yang berisi minuman dan sepiring kecil cemilan.

Pelayan itu lalu meletakkannya di meja di depan Reina. Pelayan itu terus melemparkan senyum sumringahnya ke arah Reina. Sampai-sampai Reina dibuat canggung olehnya.

"Kelamaan ya?" tanya Hitoshi yang saat ini sedang menuruni anak tangga yang tidak terlalu jauh dari tempat Reina duduk. Reina hanya menggelangkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan Hitoshi.

Hitoshi terlihat memakai kaus putih polos yang pas dengan tubuhnya, dengan celana jeans yang terlihat sangat cocok dengan tampilan kasualnya. Rambutnya terlihat sedikit berantakan, namun itulah yang membuat ia terlihat lebih tampan. Bisa Reina akui kalau Hitoshi memang terlihat lebih tampan jika memakai baju santai dari pada seragam sekolah.

Saat Hitoshi menginjakkan kakinya di lantai dasar, pelayan itu lalu mendekatinya dan berbisik, "pacarnya ya?"

Hitoshi tersenyum kikuk dan menjawab, "tidak mungkin lah."

"Ada apa?" tanya Reina yang bingung saat melihat Hitoshi dan pelayan itu.

"Bukan apa-apa." Jawab Hitoshi pada Reina, sedangkan pelayan itu hanya tersenyum pada Reina lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Hitoshi lalu berjalan ke arah sofa dan duduk di bagian kanan, membelakangi pintu masuk. Reina sedikit canggung mendapati keadaan itu, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya.

"Ada apa mengajakku ke rumahmu?"

"Soal itu,"—Hitoshi lalu mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding—"sebentar lagi dia akan datang, tunggu sedikit lagi."

Reina hanya mengangguk menanggapi perkataan Hitoshi. Walaupun sebenarnya dia tidak tahu maksud perkataan Hitoshi.

"Kau seorang sniper?" tanya Reina langsung saat ia melihat foto Hitoshi yang tengah memegang senapan.

"Aku pernah beberapa kali menemani Ayahku dan Ayahnya Tetsuo untuk berlatih menembak, tanpa diduga aku jadi suka olahraga itu... ya, walaupun kalau masalah konsentrasi aku masih kalah dengan mereka yang ada di klub panah." Jawab Hitoshi bangga sekaligus merendahkan dirinya.

Reina mengangguk, baginya seorang sniper itu terkesan sangat keren. Rupanya ia sudah mulai paham kenapa banyak perempuan yang mengidolakan Hitoshi.

"Apa... itu saudaramu?" tanya Reina kemudian saat ia mengalihkan pandangannya ke arah foto keluarga Hitoshi.

"Iya, dia sangat cantik ya..," jawab Hitoshi, namun entah kenapa kali ini suaranya terdengar lirih.

"Iya dia sangat cantik, wajahnya mirip dengan Hikari, ya?"

"Kau juga berpikir seperti itu?"

"Hmm," gumam Reina. "Lalu, di mana dia sekarang?" lanjutnya bertanya.

"Dia mengalami kecelakaan dua tahun yang lalu, nyawanya tidak bisa diselamatkan." Jelas Hitoshi sambil menunduk.

"Ma-maaf..," Reina sedikit terkejut, ia merasa tidak enak hati karena sudah menanyakan itu.

Hitoshi hanya tersenyum dan berkata, "tidak apa-apa."

"Lalu, apa itu Tetsuo?" tanya Reina mencoba mengalihkan pembicaraan sambil menunjuk foto yang lain, Hitoshi mengangguk menanggapinya.

"Wajah yang dingin seperti biasanya," ucap Reina datar. Hitoshi lalu tertawa karena ucapan Reina, bagi Hitoshi sifat dingin itu adalah hal yang paling lucu dari seorang Tetsuo.

"Hitoshi, bisakah aku bertanya sesuatu tentang Tetsuo?" Reina tampaknya mulai serius.

"Tanyakan saja."

"Kau sudah lama berteman dengan Tetsuo?"

Hitoshi lalu mengambil segelas minuman di depannya sambil berkata, "kira-kira sejak aku dan dia berumur sepuluh tahun."

"Bagaimana kalian bisa sampai bersahabat seperti sekarang?" Reina saat ini seperti sedang menginterogasi Hitoshi.

"Hmm,"—Hitoshi mulai meneguk minuman yang ada di depannya sedikit dan meletakkan kembali gelas itu di meja—"aku tidak tahu, aku hanya ingin bersahabat dengannya saja."

"Kalau begitu, bagaimana kalian bisa bertemu?"

"Sepertinya kau sangat tertarik padanya ya." Kata Hitoshi mengejek dan berhasil membuat Reina malu. "Aku dan Tetsuo sekolah di SD yang sama. Tetsuo itu sangat pendiam, tapi dia memiliki banyak teman." Hitoshi mulai menjelaskan.

"Tetsuo? Punya banyak teman?" bagi Reina rasanya sangat tidak mungkin kalau Tetsuo yang sangat dingin dan terkesan menakutkan itu memiliki banyak teman.

"Iya, tapi entah kenapa sejak kedua orang tua Tetsuo meninggal karena kecelakaan, dia jadi sering ditindas."

Reina sejenak merasa kasihan, terlebih baru saja tadi siang dia melihat Hikari dirundung kakak kelasnya, dan ternyata Tetsuo juga pernah mengalaminya saat orang tuanya meninggal. Tapi tunggu, "kedua orang tua Tetsuo meninggal? Tapi, saat itu aku diantar Ayahnya, dan juga semalam Ayahnya menemui kita di gedung tua itu."

"Mungkin maksudmu Inspektur Matsumoto. Beliau adalah Ayah angkat Tetsuo. Keluarga kandung Tetsuo yang paling dekat dengannya hanya neneknya yang sudah tua, sedangkan saudara Ayah dan Ibunya tidak mau menggantikan peran orang tua Tetsuo untuk merawatnya, jadi Inspektur Matsumoto yang mengambil tugas itu." Jelas Hitoshi panjang lebar. "Tetsuo mempunyai masa lalu yang bisa dibilang kelam," lanjut Hitoshi.

"Kelam? Seperti apa?"

"Maaf, kalau soal itu aku lebih memilih untuk merahasiakannya." Merahasiakan sisi buruk sahabatnya sendiri, itu adalah prinsip persahabatan Tetsuo dan Hitoshi. Bagi mereka rahasia terbesar sahabat adalah rahasia mereka juga.

"Iya-iya, tidak apa-apa. Tapi, jika boleh tahu, apa Tetsuo pernah berbicara kepadamu tentang badut?" inilah pertanyaan yang sejak semalam membuat Reina tidak tenang, akhirnya dia bisa menanyakan ini, walaupun tidak ke orangnya langsung.

"Badut? Entahlah..," posisi Hitoshi saat ini seperti sedang mencoba mengingat sesuatu. "Benar juga, kalau tidak salah saat dia menginap di rumahku dulu, dia terus bercerita soal badut."

"Badut? Seperti apa?" Reina semakin penasaran.

"Entah, yang pasti saat itu wajah Tetsuo tampak sangat ketakutan, sampai sekarang aku tidak memahami ceritanya soal itu."

"Lalu kenapa tidak bertanya langsung padanya?"

"Saat itu dia sangat ketakutan, aku takut kalau bertanya tentang itu padanya akan membuat dia semakin ketakutan." Jelas Hitoshi prihatin.

"Membicarakanku?" tiba-tiba terdengar suara Tetsuo yang saat ini sudah berdiri di pintu masuk. Tentu saja suara itu berhasil membuat Reina dan Hitoshi gugup seketika.

Tetsuo lalu berjalan ke arah mereka dan mengambil tempat di sofa yang berhadapan dengan Hitoshi. Tetsuo lalu mengambil salah satu minuman di depannya dan langsung meneguknya, tidak lupa cemilan yang terletak di samping gelas-gelas itu. Ia seperti tidak peduli dengan keadaannya.

"Kau memakai lensa kontak?" tanya Hitoshi membuka pembicaraan.

"Iya, kacamataku patah." Jawabnya singkat sambil terus mengunyah cemilan di tangannya.

Tetsuo saat ini tidak kalah kerennya dari Hitoshi, dia memakai celana jeans pendek selutut dengan t-shirt putih yang di balut dengan jaket yang senada dengan celananya dan lengan jaket yang digulung asal sampai ke siku. Walaupun kali ini ia tidak memakai kacamatanya, tetap saja tatapan datar dan wajah dingin tidak akan pernah hilang dari seorang Tetsuo.

"Kenapa mengajaknya?" tanya Tetsuo, suaranya masih tetap datar dan dingin, seperti ekspresi wajahnya.

"Tadinya aku ingin mengajak Hikari juga, tapi untuk sekarang keadaannya masih tidak terlalu baik, jadi aku hanya mengajak Reina." Jelas Hitoshi santai.

"Bukan itu, untuk apa mengajaknya? Aku tidak memerlukannya." Pernyataan Tetsuo berhasil membuat Reina geram, rasanya dia sangat ingin memukul Tetsuo saat ini, tapi untung saja dia masih mengingat kebaikan Tetsuo saat menjelaskan kepada para polisi semalam, kalau Reina tidak bisa ditangkap sebagai pembunuh para penculik itu melainkan hanya sebagai korban yang sedang membela diri.

"Dia juga anggota klub misteri, otomatis dia juga harus tahu masalahnya. Lagipula Reina juga kenal baik dengan Akio-senpai." Bantah Hitoshi.

"Tch," balas Tetsuo sedikit kesal karena argumennya tidak diterima. Tetsuo lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya.

"Ini adalah beberapa laporan yang aku dapat dari Ayahku. Menurut laporan ini, senpai beberapa kali berhasil memecahkan kasus yang sama sekali tidak pernah ia bicarakan dengan kita."

"Kasus seperti apa?"

"Narkoba."

"Narkoba?" tanya Reina dan Hitoshi bersamaan.

"Ingat kasus narkoba yang menjerat si penjaga sekolah? Waktu itu dia mengatakan hanya menerima dari beberapa orang saja dan tidak membelinya secara langsung. Kasus yang sedang senpai tangani adalah mencari dalang di balik pengedaran obat-obatan terlarang itu." Reina dan Hitoshi hanya terus mengangguk mengerti dengan penjelasan Tetsuo.

Tetsuo kemudian kembali mengambil beberapa foto di dalam tasnya, kemudian meletakkannya di meja. "Ini adalah beberapa korbannya, ada yang di bunuh dengan sengaja, namun adapula yang mati karena memakai obat itu. Dokumen ini aku temukan di rumahnya senpai tadi pagi." Bukannya sakit, tapi Tetsuo menghabiskan harinya untuk mencari tahu tentang itu semua.

Hitoshi dan Reina kemudian mengambil foto-foto itu dan melihatnya lebih seksama.

"Namun ada yang menurutku cukup membingungkan, entah kenapa ada foto seorang gadis kecil di antara foto para korban itu, dan lebih anehnya lagi anak itu tidak berasal dari Osaka, tapi dari Tokyo." Ucap Tetsuo lalu meletakkan salah foto itu di tengah meja untuk menunjukkannya kepada Reina dan Hitoshi.

Reina seketika terkejut, benar-benar terkejut, itu ternyata adalah foto adiknya, Erina.

'Erina? Kenapa fotonya ada disini? Apa hubungan Erina dengan kasus ini?' batin Reina bertanya-tanya.

Dengan mulut bergetar Reina berkata, "dia adalah adikku, Erina."

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro