Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Berubah

Dengan langkah cepat Reina melewati lorong-lorong gelap di sekolahnya. Reina terus berjalan dengan bantuan sinar rembulan yang samar-samar menembus masuk melewati jendela-jendela yang ia lalui. Keadaannya sangat sepi, hanya suara langkah kaki Reina yang memenuhi seisi lorong. Bahkan malam ini pun Yuki tidak ada bersamanya.

'Tch, dia hanya datang saat dia perlu,' kesal Reina dalam hatinya.

Reina berhenti di depan sebuah ruangan, di pintu ruangan itu tertempel sebuah papan kayu dengan ukiran tulisan yang berbunyi Klub Seni jika dibaca.

Itulah tempat di mana Reina dan Momo saling berjanji untuk bertemu malam ini. Reina sangat penasaran dengan perkataan Momo tentang siapa pembunuh adiknya yang sebenarnya, jadi dia rela memenuhi janjinya malam ini.

Rasa penasaran mendorong Reina untuk memegang kenop pintu itu dan memutarnya, tidak terkunci. Perlahan namun pasti, Reina mulai mendorong pintu itu, dan saat pintu itu terbuka, Reina hanya mendapati kegelapan yang menyelimuti seisi ruangan.

Setiap jendela di ruangan itu tertutup rapat dengan gorden-gordennya, seperti tidak ingin mengizinkan cahaya rembulan untuk masuk ke dalam ruangan itu.

"Momo?" panggil Reina pelan, berharap sahabatnya itu ada di dalam, karena Momo lah yang menentukan tempat pertemuan mereka.

Tidak ada jawaban.

Reina mulai melangkahkan kakinya pelan. Keadaan memang sangat gelap, tapi setidaknya ia ingat betul dengan seluk-beluk ruangan itu. Karena beberapa kali Reina sering memasuki ruangan itu untuk sekedar melihat para anggota klub seni menunjukkan aksi mereka.

Reina hanya akan berjalan lurus dan mendapati sebuah piano besar yang tertata rapi di ujung ruangan. Sekitar satu meter dari piano itu Reina akan mendapati saklar lampu. Ya, menyalakan lampu adalah pilihan pertamanya saat ini.

Reina mulai melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati di tengah kegelapan ruangan klub seni. Tangannya ia pakai untuk meraba-raba sekitar, takut jika ia sampai menabrak sesuatu.

Perasaan laga ia rasakan saat telapak tangannya berhasil menyentuh sebuah benda yang terbuat dari kayu, itu adalah piano.

Tapi anehnya, Reina juga merasakan seperti baru saja menyentuh genangan air, tapi sedikit kental di atas piano itu.

'Apa ruangan ini bocor?' pikiran Reina bertanya-tanya.

Reina melupakannya sejenak dan kembali mencari saklar lampu. Hanya satu meter lagi dia pasti akan menemukan saklarnya. Namun, saat berjalan, Reina merasakan kalau dia baru saja melangkahi sesuatu, dan dia akan tahu saat dia menyalakan lampunya.

Klik-

Lampu pun menyala, menerangi seisi ruangan. Reina lalu mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan pandangannya dengan cahaya lampu.

Ketika pandangannya sudah jelas, Reina menemukan sesuatu yang aneh pada telapak tangannya. "Darah?" gumam Reina bingung.

Reina lalu berbalik untuk melihat apa yang tadi ia langkahi, dan dia benar-benar terkejut saat melihat jasad Momo yang sudah tidak bernyawa terbaring di lantai.

Seluruh tubuh Reina gemetar, ia benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Reina berharap itu tidak benar-benar terjadi, tapi itulah kenyataannya.

Reina pun mendekati jasad itu untuk memastikannya, jarinya ia letakkan di pergelangan tangan Momo, berharap menemukan denyutan nadi. Tapi sia-sia, Momo sudah tiada, yang bisa Reina lakukan saat ini hanya menangis.

Di tengah isakannya, Yuki tiba-tiba muncul di depannya. Reina lalu menatap Yuki dengan tatapan pilu. "Kau melakukannya lagi?"

"Ini adalah takdirnya."

"Tapi kenapa harus Momo?" suara Reina terdengar pilu.

"Itu adalah pilihannya... sebelum reset, saat kau dan adikmu dibunuh, dia memutuskan untuk mencari tahu siapa pembunuhnya. Dan setelah reset, saat hanya adikmu yang terbunuh, dia selalu memperhatikanmu, dan dia mendapati bahwa kau telah berubah menjadi pembunuh, Hayashi Momo pun memutuskan untuk mencari tahu tentang siapa yang membunuh adikmu, untuk mengembalikan sifatmu sebelumnya. Karena alasan itulah dia datang ke Osaka, tapi sayangnya dia juga menjadi korban."

"Dia sudah tahu kalau aku..,"

"Iya, dia mengetahuinya sejak lama."

"Dan dia masih ingin berteman denganku..," Reina kembali meneteskan air matanya, sangat berat baginya untuk kehilangan Momo yang mau menerima Reina apa adanya.

"Jika dia sedang mencari tahu pembunuh adikku, apa mungkin yang membunuhnya adalah orang yang sama?"

"Entahlah..,"

Reina hanya diam, dia memang tidak pernah bisa memaksa Yuki untuk berbicara. Jika Yuki mau memberitahukan semuanya pada Reina, pasti Reina tidak perlu lagi membunuh siapapun.

Tiba-tiba dari luar terdengar sirine mobil polisi, Reina sedikit bingung karena ia baru berniat untuk memanggil polisi, tapi polisi sudah ada disini. Reina lalu menatap Yuki.

"Hiyashi Momo yang memanggil mereka tepat sebelum dia dibunuh. Dia ingin menangkap langsung pembunuh itu, sayangnya dia kurang perhitungan tentang orang itu."

Ternyata Momo lah yang memanggil para polisi itu, Reina merasa semakin sedih saat membayangkan itu adalah upaya terakhir Momo untuk menangkap si pelaku, tapi berhasil digagalkan, bahkan sampai menghilangkan nyawanya.

"Apa itu artinya pelaku itu masih ada di sini?" tanya Reina lagi.

Tidak salah jika Reina menganggap seperti itu, karena tubuh Momo yang masih terasa hangat dan waktu kedatangan polisi yang dipanggil Momo tepat sebelum dia dibunuh.

Namun sayang, "tidak, dia sudah pergi, dia sudah berada jauh dari tempat ini. " Jawab Yuki mematahkan harapan terakhir Reina.

"Tapi, harusnya dia masih ada disini. Dia baru saja membunuh Momo, jika dia manusia biasa dia pasti tidak akan pergi secepat itu." Balas Reina beragumen dengan logikanya.

"Iya itu benar jika yang melakukannya hanya satu orang manusia biasa."

"Apa maksudmu Yuki?" tanya Reina bingung atas penjelasan Yuki yang terdengar ambigu.

"Entahlah, itu bukan sesuatu yang bisa aku jelaskan dengan mudah." Yuki kemudian menatap lekat mata Reina, "Ada satu yang harus kau ketahui. Yamazaki Reina, seseorang sedang memperhatikanmu. Dia bersembunyi di balik bayang-bayang, dan cepat atau lambat dia akan menjatuhkanmu, berhati-hatilah."

Setelah mengatakannya Yuki langsung menghilang seperti hembusan angin. Reina sempat terdiam sejenak.

'Yuki, dia adalah iblis, tapi entah kenapa, kadang aku merasa kalau hatinya tidak sepenuhnya seperti iblis.'

***

Reina akhirnya bisa pulang setelah dimintai beberapa keterangan oleh polisi. Dia tidak dinyatakan bersalah karena semua bukti tidak mengarah kepadanya, dia juga punya alibi yang kuat.

Bayangan tentang Momo terus menyelimutinya, kali ini Reina tidak lagi memiliki rasa marah seperti kematian-kematian dari orang-orang terdekatnya sebelumnya, bahkan kesedihan yang dirasakan saat ini hampir tidak nampak.

Yang ia rasakan saat ini hanyalah penyesalan yang teramat dalam, ia merasa bersalah karena tidak bisa melindungi siapapun, ia juga menyesal karena sudah menjadi orang yang tidak berguna.

Reina mulai memejamkan matanya, kembali teringat olehnya tentang perkataan Hitoshi saat di bus, "berubah ya? Apa setiap orang memang harus merasakan penyesalan sebelum ia berubah?" gumam Reina sambil terus memejamkan matanya.

Semakin lama ia semakin mengantuk, dan akhirnya ia pun tertidur.

***

Besoknya, Reina berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun, kali ini ada yang berbeda, padahal ia selalu mencoba tersenyum seperti biasa, tapi semua orang malah mentapnya jijik.

Bahkan Hikari, ketika bertemu dengan Reina, dia hanya mengucapkan selamat pagi dan langsung pergi begitu saja seperti menghindar dari Reina. Dan juga saat Reina mengucapkan selamat pagi di depan kelas, semua orang malah menyuruhnya untuk menyingkir.

Reina pun duduk di bangkunya dengan menahan tatapan jijik dan hina dari semua orang. Hitoshi seperti biasa, selalu menganggapnya tidak ada.

Saat jam istirahat, Reina lebih memilih di dalam kelas. "Yamazaki-san, datanglah ke ruangan kepala sekolah, sekarang!" pemilik suara itu adalah wali kelas Reina.

Setelah mendengar perintah itu, Reina pun langsung bergegas ke ruangan kepala sekolah. Di sana dia melihat kepala sekolahnya sudah menunggunya.

"Maaf bu, ada masalah apa ya saya dipanggil kesini?" tanya Reina sopan.

"Duduklah dulu!" ucap kepala sekolah mempersilahkan Reina untuk duduk.
"Apa kau sudah melihat berita terbaru di akun media sosial yang dibuat para siswa?"

"Belum Bu."

Kepala sekolah lalu mengetikkan sesuatu di laptopnya. Tidak berapa lama, kepala sekolah lalu membalik laptop itu mengahadap ke Reina.

Reina mulai membaca berita yang ingin di tunjukkan oleh kepala sekolah.

'Wajahnya cantik, tapi hatinya busuk. Inilah bintang sekolah kita yang selalu berteman dengan para penindas.'

'Seorang bintang sekolah ternyata seorang penindas yang bermuka dua.'

'Korban bully si bintang sekolah meninggal tadi malam, apakah dia yang membunuhnya?'

"Apa-apaan semua ini?" kesal Reina.

Ya, semua berita itu memang bohong, walaupun itu terlihat benar karena disana ada foto Yoshida yang sedang menggandeng tangan Reina, dan yang lebih meyakinkannya lagi, disana ada video Reina yang sedang menarik paksa tangan Momo.

Sungguh sial bagi Reina, belum cukup dengan kematian sahabatnya, sekarang dia akan menjadi bahan cemoohan seisi sekolah.

"Saya juga tidak percaya murid sepertimu melakukannya, tapi jika melihat bukti-bukti itu..,"

"Kumohon Bu, percayalah pada saya!" tegas Reina mencoba meyakinkan kepala sekolah.

"Iya, saya bisa percaya kepadamu Yamazaki-san, tapi bagaimana dengan para siswa yang lain?"

Itu benar, seorang guru mungkin bisa mempercayainya, tapi para siswa? Hampir tidak mungkin untuk terjadi.

"Saya menyuruhmu datang ke sini untuk menenangkanmu, dan juga ingin memberitahukan keputusan hasil rapat tadi pagi."

"Hasil rapat?"

"Iya, kau tidak dikeluarkan. Tapi, klub misteri akan di bubarkan."

"Tapi, kenapa?"

"Sebelum kau sekolah di sini, klub itu memang sudah banyak masalah, sampai ada salah satu siswa perempuan yang menjadi korban. Beberapa minggu yang lalu juga ketua klub kalian meninggal, dan sekarang kau yang merupakan salah satu anggotanya kedapatan merundung siswa lain, mau tidak mau klub yang terlalu banyak masalah tetap harus dibubarkan."

Reina sangat menyesal saat mendengarnya, dia tidak tahu bagaimana caranya untuk memberitahukan berita buruk itu pada Hitoshi. Pasti Hitoshi tidak akan memaafkannya.

Setelah urusan Reina dengan kepala sekolah selesai, Reina pun pamit untuk keluar ruangan. Namun, ada yang menarik perhatiannya di dalam ruangan kepala sekolah. Deretan foto-foto kepala sekolah terdahulu, itulah yang mengganggunya.

Sebelum pergi, Reina menyempatkan dirinya untuk bertanya kepada kepala sekolah tentang salah satu mantan kepala sekolah yang ia tahu namanya adalah Takeda Eiji.

Ibu Kepala sekolah menjelaskan kalau mantan kepala sekolah Takeda Eiji adalah seorang pria yang baik hati dan ramah kepada semua orang. Bahkan kepala sekolah Reina saat ini tidak percaya kalo Takeda Eiji sampai melecehkan muridnya sendiri.

***

Saat Reina keluar dari ruangan kepala sekolah, ia mendapati Hitoshi sudah menunggunya di luar. Hitoshi lalu mendekatinya dan berkata, "bagus, baru saja Tetsuo pindah, sekarang kau sudah membuat masalah sampai klub kami dibubarkan." Kata Hitoshi dengan raut wajah seperti meremehkan Reina.

"Kau sudah ta—"

"Menjauhlah dariku dan Hikari! Aku tidak mau kau menyakiti perempuan polos sepertinya... aku salah kalau berpikir kau bisa berubah." Setelah mengatakannya, Hitoshi langsung meninggalkan Reina sendirian.

Reina seakan ingin menangis saat Hitoshi mengatakan itu, Hitoshi memanglah dingin, tapi dia adalah anak yang baik, bahkan kata-katanya mampu merubah sifat Reina.

Namun, entah kenapa jika itu sudah menyangkut dengan Hikari, sifat kejam Hitoshi akan keluar. Reina tahu kalau Hitoshi menyukai Hikari, tapi apa harus Hitoshi sampai sebenci itu pada Reina? Apa hal yang mustahil bagi Hitoshi menanyakan kebenarannya pada Reina? Bukankah dia yang meminta Reina untuk berubah?

"Bahkan dia juga menjauhkanku dari Hikari..," gumam Reina pilu.

***

Beberapa bulan setelahnya Reina mulai terbiasa melewati hari-harinya dengan menjadi bahan olok-olokan teman-teman sekolahnya. Bahkan Yoshida yang kemarin selalu menempel padanya sekarang justru ikut merundungnya.

Ironisnya Reina hanya diam dengan perlakuan mereka. Padahal Reina bisa saja menghabisi mereka semua sekaligus, tapi entah kenapa Reina sama sekali tidak memiliki dorongan dalam dirinya untuk saat ini.

Perlahan Reina mulai berubah menjadi gadis yang pendiam dan menutup diri, dia menjadi perempuan yang penuh dengan rasa penyesalan dan selalu pesimis. Dia tidak seperti Reina yang dulu, bahkan Yuki sudah sangat kesal dibuatnya.

Tidak, itu adalah Reina yang dulu, sebelum ia bertemu dengan Yuki, pada dasarnya sifat asli Reina adalah anak yang pesimis dan mudah tersinggung, dan sekarang ia mulai berubah kembali ke sifat awalnya itu.

Semester kedua dilewati Reina dengan susah payah, dan tibalah liburan akhir semester.

Reina hanya memilih untuk tetap berbaring di balik selimutnya. Rasa penyesalan karena tidak bisa menyelamatkan siapa-siapa, rasa sedih saat semua orang terdekatnya meninggalkannya, dia benar-benar terpukul.

"Reina, bangunlah! Apa kau tidak ingin melakukan pekerjaanmu? Ayolah, aku baru saja mempercepat kematian salah satu keluargamu," ungkap Yuki tanpa rasa bersalah.

Reina lalu mengangkat tangannya dan mengibaskannya ringan, ia menyuruh Yuki untuk pergi. "Pergilah! Tinggalkan aku sendiri!"

"Tapi orang itu sudah dibunuh."

"Lalu untuk apa? Siapa yang peduli?" balas Reina malas.

"Bukankah kau akan menghabisi pembunuhnya?"

"Merepotkan! Kalau kau mau, kau saja yang menghabisinya."

"Oi, bocah! Apa kau tahu, kalau ini sudah kesekian kalinya aku mempercepat kematian orang-orang terdekatmu? Aku bahkan sampai tidak bisa menghitungnya. Ayolah, kau tidak menyenangkan lagi sekarang."

"Kalau begitu maaf sudah mengecewakanmu, aku hanya tidak ingin membunuh lagi." Balas Reina terdengar kesal.

"Lalu bagaimana dengan perjanjian kita? Apa kau tidak ingin bebas dariku? Apa kau terima begitu saja kalau aku akan memakan nyawamu?"

"Mau kau makan sekarang pun aku tidak masalah," balas Reina datar.

"Berhentilah menjadi gadis pesimis, kau terlihat sangat menjijikkan seperti itu... bagaimana bisa tuduhan kecil membuatmu putus asa? Dasar manusia, kalian memang sangat lemah," kesal Yuki.

"Iya-iya, terimakasih banyak ya..,"

"Tch, ini sangat menyebalkan, mau tidak mau aku harus memanggil orang itu..," gumam Yuki pelan.

Yuki memutuskan untuk menemui seseorang yang paling dihindarinya, itu semua karena ia sangat kesal melihat perubahan sikap Reina yang drastis. Lebih baik mengorbankan nyawanya dari pada melihat sikap Reina yang menurut Yuki sangat menyebalkan.

Tapi, siapakah yang ingin di temui Yuki sampai harus mengorbankan nyawanya?

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro