Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Farewell

Kyung memasukkan es krim rasa vanila sendok demi sendok ke dalam mulutnya. Aku suka melihat caranya makan. Wajahnya begitu lucu dan menggemaskan, priceless.

Bian benar, aku beruntung memiliki adik seperti Kyung. Jika ada kontes adik terbaik di seluruh jagad raya ini, Kyung-lah orang yang paling cocok mendapatkan gelar terhormat itu. Ya, meskipun terkadang aku kesal melihat kelakuannya yang tengik jika sedang kumat.

"Noona, kita makan itu, ya." Kyung menunjuk sebuah Japanese cheese cake yang terlihat sangat empuk hingga memantul-mantul seperti trambolin. Ia pun segera meminta kue menggiurkan itu pada pramusaji yang stand by di belakang etalase.

Hari ini kami sengaja makan-makan di luar sebagai perpisahan. Jadi aku paksakan diriku meski badanku rasanya sungguh tidak enak. Sepertinya aku sakit. Badanku pegal dan kepalaku pusing. Aku harap ini hanya pre-menstruation syndrome saja. Semoga....

Mengingat soal beasiswa ke Jepang, aku jadi sedih. Jika menuruti ego, aku tidak akan pernah siap melepas adikku ke negara orang. Tapi aku akan tetap mendukung hal-hal baik yang ia lakukan. Lagipula, siapa yang sudah mengirimnya ke Jepang? Aku sendiri. Tentu saja karena perjanjian konyol itu.

"Jihyun."

Sekilas aku merasa seperti mendengar suara Lay. Aku pun menoleh ke sumber suara.

Nah, benar, kan! Pemuda tampan berdarah Tionghoa itu tersenyum dengan lesung pipinya yang manis.

"Kau ke mana saja?" tanya Lay yang langsung duduk di sampingku dan ikut mencomot kue kejuku tanpa permisi.

"Kyung, tunggu di sini," kataku pada Kyung. Kemudian aku menatap Lay. "Ikut aku."

Aku segera menarik Lay ke meja kosong di pojok kafe. Adikku tidak akan bertanya macam-macam. Ia tahu batasannya dan menghargai privasiku.

Lay menduduki kursi empuk, lalu mendekatkan wajahnya padaku dan bertanya, "Kau masih bersama Tuan Lee?"

"Iya. Aku punya perjanjian dengannya. Tapi aku tidak bisa bilang, karena itu akan melanggar isi perjanjian," jawabku langsung pada inti. Basa-basi bukanlah gaya kami.

"Berapa lama?" tanya Lay.

"Mungkin satu hingga dua tahun--"

"Apa?! Jihyun...."

"Dengarkan aku dulu. Selama aku masih terikat perjanjian, mungkin aku akan menghilang. Kau tidak boleh menemuiku. Dan tolong, rahasiakan dari siapa pun, termasuk Kyung." Ucapanku membuat mata lembutnya menyipit dan rahangnya mengeras.

"Kau tidak sedang bercanda, kan?"

Aku menggeleng pelan dengan senyuman terpaksa. Pemuda tampan itu menghela napas sebelum akhirnya mengangguk. Aku menghembuskan napas lega karena pemuda itu mau diajak berkomplot. Salah satu definisi persahabatan ala aku dan Lay adalah menjadi partner in crime yang ikhlas diajak bersekongkol dalam hal apa pun.

"Terima kasih. Aku tahu kau bisa diandalkan. Oh ya, kemarin Risa menanyakan kabarmu." Aku segera mengalihkan topik pembicaraan agar rahasiaku besarku selamat.

"Hhh...." Ia justru menghela napas dengan sedih.

"Kenapa? Kau tidak menyukainya?" tanyaku menyelidiki.

Ia menampik dengan cepat, "Bukan begitu...."

"Ah, jadi kau juga menyukainya!"

"Tapi semalam aku melihatnya sedang di kafe dengan lelaki lain," keluh Lay. Namun ia sama sekali tidak membantah perkataanku, yang aku anggap, ia memang memiliki rasa yang sama dengan Risa, sahabatku.

Pemuda ini sungguh kombinasi yang lucu dan unik. Walaupun tongkrongannya di pub atau kelab malam serta fisiknya terlihat sempurna dan maskulin, tapi dia benar-benar polos soal asmara. Selama aku bersahabat dengannya, aku tidak pernah melihatnya 'bermain dengan wanita, walaupun antrian wanita yang menginginkannya begitu banyak. Aku yang sahabatnya malah bisa bermesraan dengan santai. Poin plus bersahabat dengan mahluk jantan: serasa punya kekasih. Meskipun kenyataannya, status diri sendiri adalah single akut. Single dalam artian yang sebenarnya. Catatlah baik-baik kalau pernikahanku dan Bian hanya sebatas status, bukan urusan hati.

"Kita juga sedang di kafe. Apa itu berarti kita dating?" tanyaku.

Lay menggaruk kepalanya, kemudian ia menggeleng.

"Aku tidak suka melihat kedua sahabatku ribut. Kalau kau mencintainya, tunjukkan. Risa sudah jelas-jelas menyukaimu. Dapatkan ia segera atau kau akan menyesal karena keduluan yang lain."

Aku mulai mengeluarkan kalimat bijak bak dokter cinta. Petuahku sungguh luar biasa. Padahal realitanya, kehidupan asmaraku sangat menyedihkan. Jiksa kisahku dijadikan drama Korea, pasti penonton ibu-ibu akan menyumpahi tokoh prianya yang tidak tahu diri hingga mulut berbusa-busa. Kemudian mengutuk ketololan tokoh wanitanya karena terlalu gampang dipermainkan oleh lelaki. Sekadar berbicara memang mudah.

Lay terlihat takzim mendengar petuahku, lalu berkata, "Aku mengerti. Ayo, kembali ke mejamu sendiri."

Kyung tidak bertanya apa pun saat aku dan Lay kembali ke hadapannya. Ia duduk diam, menyisakan seperempat bagian kue keju dan memesankan secangkir hot matcha latte untuk sahabatku itu.

Berbicara soal Lay, dia bukanlah mucikari seperti kata-kata kejam Bian tempo hari. Dia juga bukan preman, berandalan atau yakuza yang suka mencari atau pun memancing keributan.

Dia adalah seorang pemuda kaya yang berhati lembut yang terjebak dalam dunia malam. Dia adalah guardian angel-ku sekaligus orang yang punya banyak koneksi dengan pria kelas atas yang butuh teman kencan. Ia tahu batasanku dalam bekerja dan akan memberi pelajaran pada pria yang nekat melebihi batasan yang telah aku buat. Seperti ada sebuah ikatan persahabatan yang sangat erat antara aku dan Lay yang membuat kami selalu bersama. Dan sekarang, aku sedih harus menjauhinya karena perjanjian konyolku dengan Bian.

Deringan ponsel memecah keheningan antara aku, Lay, dan Kyung. Nama Minah muncul di layar. Seperti biasa, aku menjauh dari Kyung dan mengambil tempat di pojok kafe.

"Halo. Ada apa?"

"Kau di mana?"

"Aku di D'Light Caffe bersama Kyung."

"Ini sudah empat minggu."

"Memangnya kenapa?" tanyaku kurang paham.

"Jihyun, kau tahu kan perjanjian kita tentang apa? Datanglah ke rumah sakit bersama Bian. Dia akan menjemputmu."

Bibirku membulat.

"Oh, itu...," celetukku pelan.

"Bersiaplah, satu jam lagi Bian akan menjemputmu."

"Baiklah."

Sambungan telepon aku akhiri. Aku kembali ke mejaku lagi, memanggil pegawai kafe dan memberikan sejumlah uang padanya. Kyung dan Lay memandangku bersamaan.

"Aku harus pergi. Ada urusan. Kyung, kau pulang sendiri, ya."

Adikku itu menghabiskan minumannya sebelum menyahut, "Kebetulan aku mau ke toko buku. Aku duluan kalau begitu."

Ia pun meninggalkan aku dan Lay berdua di kafe. Dari kejauhan, aku melihatnya berjalan ke arah halte bis. Seketika hatiku mencelos menyadari dia akan pergi jauh. Ketika ia menaiki bis, mataku mendadak berair. Tapi aku berusaha keras menahan diriku agar tidak menangis. Ini konyol. Kyung belum berangkat, tapi aku sudah terlanjur terbawa perasaan.

"Kau pasti sedih." Suara Lay memecah keheningan.

Aku menarik napas panjang untuk menguasai diriku.

"Aku akan lebih sedih lagi kalau dia tidak ke Jepang," ucapku sambil meraih tas yang kusampirkan di bahu kursi. "Ayo pergi."

Ketika sampai di luar, aku tidak bisa menahan diriku. Dengan sedih, aku memeluk Lay. Mungkin ini berlebihan, tapi aku benar-benar merasa kosong. Setelah Kyung, sekarang Lay. Tapi untuk kasusku dan Lay, aku rasa ini lebih menyedihkan karena kami masih di satu kota. Kami masih di bawah naungan bendera negara dan presiden yang sama. Tapi rasanya aku akan pergi jauh darinya. Menyedihkan. Aku tak bisa membayangkan betapa kosong dan membosankannya hidupku setahun ke depan tanpa pemuda Changsa itu.

"Jihyun," panggil Lay tiba-tiba sambil melepas pelukanku.

"Ada apa La--"

Kelanjutan kalimatku tertahan di tenggorokan melihat sosok Bian yang berdiri tepat di sampingku. Aku bahkan tidak tahu kapan pria itu muncul. Dia benar-benar seperti hantu! Ia masih memakai setelan rapi ala petinggi perusahaan dengan melipat tangannya di depan dan tatapan tajam ke arahku. Kadar keangkuhannya terlihat meningkat 200% di mataku. Melihat gelagatnya, aku pikir sebentar lagi ia akan menyindirku.

"Sudah selesai pelukannya, Nona Jihyun?"

Hhh, benar kan!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro