Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08. Back To Reality

Pukul tujuh lebih sepuluh menit Waktu Indonesia bagian Tengah.

Tatapanku menerawang seakan mampu melewati batas horison. Pesawat telah take off dan mulai climbing dan terus menambah ketinggian hingga menembus awan. Bangunan-bangunan, jalan, kendaraan, dan segala benda di bawah sana mulai mengecil. Sesekali pesawat berbelok hingga semuanya terasa miring dan terlihat jungkir balik bagiku yang masih asing dengan naik pesawat. Langit yang sangat cerah dan biru berpadu indah dengan keindahan pulau yang baru saja aku tinggalkan itu.

"Aku pikir, aku tidak akan melihat sinar matahari hari ini."

"Kenapa?" tanya Bian tanpa melepas maskernya.

"Semalam kau membuatku hampir mati."

"Aku juga hampir mati. Aku tidak bisa berhenti sampai reaksi obat itu hilang. Kau pikir hanya kau saja? Itu kan kesalahanmu sendiri," jawabnya datar, seperti tidak terjadi apapun yang memalukan semalam.

Aku sedikit miris mendengar pengakuannya.

"Iya. Aku tahu. Maaf...," kataku pelan.

Pandanganku kembali melayang ke luar jendela pesawat.

Aku bergumam, "Semoga aku masih punya muka untuk bertemu istrimu."

"Mukamu tidak akan ke mana-mana. Dia yang menginginkannya," sahutnya masih datar sambil membaca majalah.

Aku termenung mendengarnya. Pria ini benar. Harusnya aku bisa bersikap biasa saja nanti di depan Minah. Wanita itu yang mengharapkan ini terjadi, walaupun aku yakin, ia pasti terluka karena menyerahkan lelakinya padaku.

Aku kembali melempar objek pandanganku pada kumpulan awan nan jauh di sana. Perlahan, segaris senyuman tipis terulas di bibirku. Kenanganku telah tergores sempurna di Pulau Dewata. Walaupun kenangan itu hanya berupa kenangan menyebalkan bersama Bian, setidaknya ada cerita yang telah aku ciptakan di sini.

***

Dengan kissmark bertebaran di tubuh seperti ini, rasanya mustahil aku pulang ke rumah. Kyung bukanlah anak polos yang menerima alasan digigit serangga ketika melihat kondisi kulitku yang memprihatinkan seperti ini. Belum lagi caraku berjalan yang jadi aneh, seperti nenek berkaki pengkor yang terkena encok.

Pemuda itu pasti akan menanyaiku habis-habisan. Aku tidak akan bisa mencari alasan yang cukup masuk akal untuk membuat anak itu bungkam. Jadi aku meminta pada Bian agar diantarkan ke apartemen saja. Tentunya setelah menghubungi Kyung dan mengatakan jika liburanku di Jeju diperpanjang dua hari lagi.

Aku bersiap-siap akan mendamprat suami kontrakku kalau saja ia menolak permintaanku. Semua ini kan gara-gara dia! Beruntung ia setuju-setuju saja, malah cenderung mendukung. Kami pun meluncur ke apartemen.

Minah baru saja selesai menyiapkan makanan ketika aku tiba di sana. Bian langsung pulang ke rumahnya setelah mengantarkanku di depan gedung apartemen. Ia tidak tahu kalau Minah ada di sini. Aku pun sedikit terkejut mengetahui keberadaan wanita cantik itu.

Ia tersenyum.

"Bagaimana?" tanya Minah berbisik ketika memelukku.

Minah, bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan itu? Tak bisakah kau diam dan cukup tahu jika semuanya baik-baik saja? Batinku berkecamuk.

Wanita itu mungkin bisa menebak isi kepalaku. Ia melepaskan pelukannya, masih dengan senyuman yang membuatku kikuk. Sebenarnya rasa kikuk itu sudah hampir sirna. Tapi kejadian semalam membuatku merasa bersalah, dan... yeah, aku benci dengan sisi kewanitaanku yang satu ini. Aku bukan orang baik, tapi aku tetap merasa tidak enak karena aku jadi orang ketiga—walau itu kemauan Minah.

Aku duduk yang diikuti olehnya, kemudian menyodorkan bungkusan untuk menghilangkan rasa kikukku.

"Pie susu dan brownies. Bian bilang, kau sangat menyukai brownies."

"Kau tidak akan menjawab kan jika aku bertanya soal liburanmu bersama Bian?" pancing Minah.

Aku hanya tersenyum tipis. Dia benar.

"Tapi sepertinya aku sudah tahu jawabannya," ucapnya melirik leherku.

Tanganku segera merapikan kain pantai yang menutupi hal yang dilihat oleh Minah. Benda itu aku beli mendadak sebelum kembali ke Seoul. Aku tidak mau terlihat seperti orang terkena penyakit kulit karena tanda itu.

"Aku mau istirahat. Kau masih mau di sini atau pulang?"

"Aku pulang saja," senyum Minah lalu meninggalkanku sendirian dalam apartemen.

Makanan di meja tidak cukup membuatku tertarik untuk mengisi perut. Lagipula Bian tidak membiarkanku kelaparan sepanjang perjalanan. Aku akui, dia royal walaupun sangat menyebalkan.

Aku memasuki kamarku yang pengap, lembab, dan gelap. Andai badanku bisa bicara sendiri, mungkin sejak tadi dia sudah melolong meminta dipertemukan dengan kasur. Satu per satu pakaian yang melekat di tubuhku terlepas dan tergantikan oleh baju tidur. Aku pun berbaring dengan nyaman di ranjang.

Aku hanya ingin tidur.

Aku lelah....

***

Kyung terlihat bersiap menanyaiku habis-habisan ketika aku pulang. Kemarin lusa aku memutuskan melewatkan satu hari lagi di apartemen (aku katakan padanya: Pulau Jeju) yang membuatnya mencak-mencak tidak karuan karena khawatir.

Sebelum anak itu membuka mulut, aku ikut duduk dan berkata cepat, "Aku punya oleh-oleh untukmu!"

Ia menyipitkan matanya yang bulat.

"Noona ingin menyogokku agar aku tidak bertanya?" tuduhnya jahat.

Aku pura-pura tidak mendengar dan menyodorkan tas oleh-oleh padanya. Oleh-olehku yang tulisannya jauh dari tulisan hangul itu membuatnya mengerutkan dahi dan menodongku dengan pertanyaan, "Pie susu ini dari Bali. Sebenarnya, Noona ke Jeju atau ke Bali?"

Pertanyaan itu sudah aku prediksi sebelumnya. Bian pun sudah mengingatkanku agar tidak ceroboh membawa oleh-oleh khas Bali untuk Kyung. Tapi aku bersikeras karena aku ingin adikku juga ikut merasakan kesenangan. Pastinya aku juga sudah menyiapkan jawaban untuk model pertanyaan macam tadi.

"Orang Indonesia yang memberikan ini padaku," jawabku tersenyum santai.

"Ini juga?" tanya Kyung sambil melihat baik-baik kaos putih berlengan hitam yang bertuliskan: Bali is paradise.

"Iya. Kebetulan mereka orang Bali. Mereka sengaja membawakan ini untukku sebagai tanda perkenalan. Baik, kan?" tuturku penuh kebohongan.

Pemuda itu mengangguk-angguk sambil mencoba kaos itu. Dia percaya saja dengan bualanku yang tidak bermutu itu. Dalam hati, aku bersorak girang.

"Bagaimana persiapanmu?" tanyaku sambil membuka kotak pie susu. Aku sama sekali belum mencicipi rasa kue yang konon katanya legendaris itu.

Kyung melepaskan kembali kaosnya.

"So far so good. Kemarin para awardees berkumpul untuk pembekalan. Founder Mid Plaza Foundation sendiri yang memberi sambutan." Ia berhenti sebentar, tangannya mencomot satu bungkus pie susu dari dalam kotak, lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Aku pikir dia itu sudah tua, ternyata masih sangat muda. Sepertinya seumuran Noona. Cantik lagi. Namanya Kim Minah. Ka--"

BRUPPHHH!!!

Semua makanan yang sedang aku kunyah nyaris berhamburan keluar mendengar nama Minah. Kyung memejamkan matanya dan tawaku nyaris meledak melihat remahan kue yang mengenai wajahnya.

"Noona!!!"

"Maaf."

Aku tidak jadi tertawa. Tanganku merogoh tisu basah dari dalam tas dan segera membersihkan wajahnya. Alisnya bertaut. Ia meletakkan kuenya, lalu meneguk segelas air di atas meja.

"Lupakan. Aku mau mandi," ucapnya sambil berjalan meninggalkanku.

"Mandi?! Jam segini?! Kau belum mandi daritadi pagi?!" Aku meneriakinya yang sudah terlanjur masuk kamar mandi.

Aku menghembuskan napas dengan kasar.

Minah adalah founder Mid Plaza Foundation? Ini benar-benar di luar ekspektasiku. Aku pikir dia hanya panitia biasa yang ikut menyeleksi. Maksudku, tidak kusangka jika ia justru pendiri. Aku tahu kalau keluarga Minah dan Bian itu kaya. Tapi aku tidak menyangka mereka sekaya itu sampai bisa memberikan beasiswa pada puluhan calon mahasiswa untuk berkuliah di universitas bergengsi di kawasan Asia.

Ponselku berbunyi. Ada pesan masuk dari layanan m-banking. Uang sejumlah enam juta won telah masuk ke dalam rekeningku. Itu membuatku bertanya-tanya, bukankah perjanjiannya hanya empat juta won? Aku butuh konfirmasi dari Bian sesegera mungkin.

Segera aku hubungi pria itu.

"Halo. Bian," sapaku setelah sambungannya terangkat.

"Soal uang? Bicara cepat, aku mau rapat," jawab Bian dengan terburu-buru.

"Eh, iya. Kenapa di rekeningku ada enam juta won? Harusnya kan cuma empat juta won."

"Tidak mau? Kembalikan padaku."

"Bukan! Bukan seperti itu! Aku hanya ingin memastikan. Tapi, dua juta won itu untuk apa?"

"Itu untuk membantu persiapan Kyung ke Jepang. Anggap saja itu hadiah dariku karena ia berhasil mendapatkan beasiswa."

Kalimat Bian membuatku ingin menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal. Aku memilih kata-kataku dengan hati-hati, "Beasiswa itu juga kan darimu. Kenapa harus ditambahkan hadiah lagi?"

"Dari awal Kyung memang kandidat terkuat sebagai awardee. Aku sama sekali tidak punya alasan untuk menolak orang secemerlang itu. Selain itu, ia akan butuh uang untuk persiapan pribadinya ke Jepang. Aku hanya ingin memberikan hadiah sebagai kakak iparnya, bukan sebagai orang lain. Sudah, kan? Aku tutup teleponnya."

"Oke. Teri--"

"Jangan gelapkan uang itu! Aku akan memastikan uang itu benar-benar sampai di tangan adikmu," sela Bian. Seperti biasa, mulutnya berbisa.

"Ya ampun. Aku bukan orang seperti itu!" balasku ketus dan langsung memutuskan sambungan telepon.

Aku masuk ke kamar dan menghempaskan diri di kasurku yang agak keras. Sekarang pria itu membuatku memiliki PR. Aku harus memutar otakku agar bisa menyerahkan uang dua juta won itu pada Kyung dengan selamat. Kali ini alasan apa lagi yang akan aku pakai? Anak itu pasti akan bertanya dari A sampai Z. Apa perlu aku minta bantuan Minah untuk berpura-pura memberikan uang tambahan?

Yeah, meminta bantuan Minah bukan ide buruk. Jariku kembali menekan tombol ponsel untuk menghubungi Minah. Panggilanku tersambung, tapi tidak diangkat. Hampir lima belas menit aku mencoba menghubunginya yang selalu berakhir kegagalan.

Lewat empat puluh menit, aku kembali menghubungi wanita itu. Akhirnya diangkat.

"Iya. Ada apa Jihyun?" tanya wanita itu. Terdengar suara cukup ramai di belakangnya.

"Kau sedang di mana?"

"Di rumah sakit. Ada apa?" Minah mengulangi pertanyaannya.

Sontak aku terkejut. "Siapa yang sakit?"

Kalau mau baca update-an yang lebih cepat, bisa di akun KARYA KARSA: DIMUDIPU


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro