Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Tekad sang Mantan

Keseriusan bekerja semakin bertambah seiring larutnya malam. Itu yang dirasakan oleh Raisya. Apalagi setelah dirinya terbebas dari tuntutan pulang awal demi membantu sang suami di rumah setelah kedatangan Anna, maka semakin puas ia menyelesaikan setiap pekerjaan, lalu pulang dengan kepala yang lelah tetapi tenang.

Sekitar pukul sembilan lewat, Raisya keluar dari taksi yang mengantarnya pulang. Sembari berjalan, ia turut memijit pelipis sebentar demi meredakan denyutan sakit di sana. Berpikir bahwa musik pancaroba menjadi penyebabnya. Raisya sedang mempertimbangkan minuman hangat buatan Theo saat tiba nanti.

Perempuan itu mendorong salah satu dari pintu gandanya masuk. Ia melangkah, hendak mencapai sofa di ruang tamu, tetapi baru saja dua kali kakinya bergerak, Raisya terdiam di ambang pintu yang masih terbuka. Tertegun melihat keberadaan Theo dan Anna sedang saling berhadapan di sofa yang berseberangan.

"Rai, baru pulang?" sapa Theo basa-basi. Ia sempat terlihat tegang selama beberapa milidetik, lalu menciptakan senyum hangat ketika menghampiri sang istri untuk mengambil alih tas kerjanya. "Mau teh?"

Raisya tidak mengatakan apa pun, karena pandangannya hampir sulit meninggalkan sosok Anna. Ia hanya memberikan anggukan kecil, dan suaminya sudah meninggalkan area ruang tamu menuju dapur.

Menggunakan langkah dan gerakan hati-hati, Raisya lebih dahulu menutup pintu serta dikunci kemudian menghampiri sofa bekas duduk suaminya. Ia memandang lurus pada Anna sebentar, sebelum mengalihkannya ke lantai dua.

"Anak-anak sudah tidur?" tanya Raisya.

"Sudah, Bu. Sekitar lima menitan yang lalu."

Raisya tidak tahu jawaban benarnya, jadi hanya bisa memberikan dua buah anggukan.

"Kamu nggak sekalian tidur?" balas Raisya. Ia menunggu jawaban, tetapi belum sempat Anna mengeluarkan suara, sosok Theo sudah muncul di depan mereka.

Pria itu memandang Anna dengan lirikan tajam penuh peringatan, sebelum beralih pada Raisya sembari meletakkan secangkir teh di atas meja.

"Nggak minum, Mas?" tanya Raisya.

Theo belum menjawab, dan Anna sudah berdiri dari posisi duduknya.

"Saya permisi, Bu, Pak."

Theo mulai menampilkan kelegaan setelah kepergian Anna, sementara pandangan heran dari Raisya terus mengikuti kepergian perempuan itu. Theo gegas berpindah posisi ke samping Raisya demi mengalihkan perempuan itu.

"Tadi bahas apa sama Anna?" tuntut Raisya. Ia mengambil cangkir dari atas meja untuk ditahan depan wajah, membiarkan hanya bagian mata penuh penasaran yang dilihat oleh Theo.

"Itu, Bella sama Fella. Aku masih belum bisa lepasin mereka dengan mudah diurus sama orang lain, jadi aku cuman tanya-tanya keseharian Bella sama Fella ke Anna," jawab Theo. Ia membawa tangannya ke belakang punggung sang istri, untuk mendekatkan jarak antara mereka.

"Sudah dapat pekerjaan?" tanya Raisya. Ia meletakkan cangkirnya lebih dahulu di atas meja setelah menyesapnya dua kali, lalu menyandarkan kepala di pundak sang suami. "Kalau belum, Mas mending lamar di perusahaan tempat aku kerja deh. Kalau nggak salah, ada lowongan kerja juga di sana. Aku nanti hubungi Vivin kalau Mas mau buat nyariin bagian yang Mas suka."

Sebenarnya belum, tetapi jawaban Theo malah sebaliknya. "Sudah dapat, Rai."

"Syukur deh kalau sudah ada."

Entah untuk alasan apa, Theo malah menjawab dusta. Padahal, ia seharusnya senang bisa berangkat dan pulang bekerja bersama sang istri.

Entah mengapa, pria itu mulai khawatir bersama istrinya terlalu lama.

Sehingga tanpa disadari dan secara spontan berpikir dengan baik, Theo berusaha menghindari sang istri.

Ia menyadari perubahan sikapnya. Namun, enggan berhenti melakukannya.

*

Theo baru saja mendapatkan kesadarannya ketika ia mendengar suara sang istri memberikan arahan, sementara tubuhnya sama sekali belum berubah posisi.

"Mas nanti berangkat naik taksi, ya. Aku mau pakai mobil, mau berangkat cepet. Nanti Mas pesen makan aja di luar buat sarapan sama anak-anak. Aku juga bakalan sarapan di kantor nanti," jelas Raisya. "Nanti kalau sempet, aku bakalan sempetin buat jemput Mas pulang kantor. Mas nanti chat aja ya, alamat tempat kerja Mas di mana."

"Iya, Rai," jawab Theo agar Raisya tahu dirinya mendengarkan setiap instruksi dari sang istri.

Setelahnya, Theo tidak berpikir apa-apa lagi, karena kantuk membawanya pergi. Ketika bangun lagi, kondisi kamar sudah sepi. Jam digital juga sudah menunjukkan pukul 08.19.

Pria itu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh lebih dahulu, kemudian bersiap dalam setelan lengkap hendak mencari pekerjaan lagi. Pukul 08.43, ia sudah keluar dari kamar.

Semuanya berjalan lancar pada awalnya, sampai Theo hendak melewati ruang tengah, sebuah tawaran terdengar olehnya.

"Nggak sarapan, Pak? Atau mau saya buatkan kopi?"

Theo menoleh, menemukan sosok Anna di ruang tengah meletakkan cangkir berisi teh di atas meja.

"Anak-anak sudah berangkat?" tanya Theo, mengalihkan topik.

"Sudah, Pak."

Theo tidak lagi membalas. Ia hendak melanjutkan perjalanan, tetapi urung saat mendengarkan ucapan Anna lagi.

"Saya kepikiran buat jujur sama Bu Raisya, Pak," kata Anna, "Jangan sampai beliau tahu hubungan kita dari orang lain. Jadi lebih aman kalau kita langsung yang beritahu Bu Raisya."

Theo memejam erat, mencoba meredam gejolak perasaan yang kembali mencuat dalam dirinya.

"Hubungan apa yang kamu maksud? Mantan pacar doang? Nggak ada yang penting di sana, Anna. Bahkan kalau Raisya tahu, dia nggak bakalan peduli. Saya dan kamu sudah selesai, dan saya menikahi dia sekarang. Hanya itu. Nggak ada 'kita' lagi sekarang, Anna. Raisya nggak perlu tahu masalah nggak penting itu!" ucap Theo dengan tegas, bahkan tidak segan menunjuk-nunjuk ke arah Anna sebagai bentuk peringatan keras.

Namun, ketenangan Anna sama sekali tidak terusik. Ia bahkan berdiri dari posisinya duduk, dan menghampiri Theo yang penasaran menanti di tempatnya berdiri. Anna terus mendekat, hingga nyaris melupakan jarak. Baru berhenti, saat ujung sepatu mereka bertemu, dan ia bisa merasakan embusan napas segar Theo tepat di depan wajahnya.

"Status bisa berubah, Pak, tapi ... perasaan nggak." Anna berbicara dengan suara lirih ketika ia menunduk memandang dada bidang Theo selama beberapa detik. Ketika mendongak, sebuah senyum tipis di sudut bibirnya membuat Theo meningkatkan kewaspadaan. Anna juga meraba dada pria itu dengan gerakan sensual sebelum mengajukan sebuah pertanyaan, "Gimana perasaan Anda ke saya sekarang, Pak?"

Hampir sama seperti mereka masih berpacaran dulu, tetapi kini dengan situasi berbeda. Theo hendak menjawab seperti itu, tetapi beruntung ia masih sadar. Jadi, ia langsung menjawab bohong.

"Hambar. Saya nggak punya rasa apa pun lagi sama kamu."

"Padahal, kita baru pisah beberapa tahun, dan perasaan kamu sudah berubah. Aku ... masih sama," ucap Anna dengan suara lirih seolah bermonolog pada diri sendiri. Namun, kelembutannya segera meredup saat ia menarik kerah kemeja Theo dengan kasar sembari melotot penuh peringatan pada sang majikan. "Raisya sudah rebut kamu dari aku. Aku nggak bakalan biarin dia hidup tenang selama aku ada di sini! Aku bersumpah, Theo! Aku bakalan bikin hidup perempuan itu seperti di neraka selama aku ada di rumah ini!"

[UPDATE SETIAP HARI SELASA]

Kalau kamu nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini LEBIH AWAL/secara lengkap di :

KBM App : Es_Pucil

***

Mari kenalan :

Instagram : es.pucil
Facebook : Es Pucil III

🔺🔺🔺

Tolong dengan sangat, jangan buat aku merasa menyesal/kapok bikin cerita; jangan plagiat dan upload ceritaku di mana pun itu, tanpa dapat izin dariku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro