Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Aroma Manis Mengancam

Jam digital menunjukkan pukul 05.43 saat Raisya bangun dari tidurnya. Ia segera turun dari tempat tidur sembari mengumpulkan sisa-sisa kesadaran. Kimono tidur dari lantai diambil untuk dikenakan, berniat menuju ke kamar mandi. Namun, ia teringat tentang semalam.

Bahwa suaminya berniat untuk memperkerjakan seorang pengasuh, sementara ia akan bekerja.

Jadi, ada satu hal yang perlu dijernihkan oleh Raisya. Membuatnya membatalkan niat ke kamar mandi, dan malah keluar kamar tanpa membersihkan wajah lebih dahulu.

Suasana sudah sangat ramai di lantai dua. Raisya harus menjambak kecil rambutnya beberapa kali demi mengurangi denyut kesakitan akibat suara berisik dari dua putrinya.

Baru saja tiba di lantai paling bawah, Raisya menghentikan langkah ketika menemukan suaminya sedang berada di ambang pintu yang terbuka di saat dua putri mereka sedang berebut ponsel.

"Bella," panggil Raisya dengan suara rendah untuk si sulung, tetapi semua perhatian kini beralih padanya. "Tinggalin HP. Siap-siap, berangkat ke sekolah!"

Si sulung mengerucutkan bibir dengan jengkel saat memenuhi permintaan tersebut, lalu lari ke arah Theo yang sempat tegang di tempatnya.

"Bicara sama siapa, Mas?" Kini, Raisya juga beralih pada suaminya. Menanyakan sosok di depan pintu sehingga Theo menghabiskan banyak waktu di sana.

Theo segera menyingkir dari pintu, menghilangkan penghalang antara sosok wanita di depannya tadi dan sang istri.

"Anna?" tebak Raisya, dengan senyum ramahnya.

Anna membalas serupa, bahkan lebih santun dan tulus. Membuat Raisya langsung merasakan ketenangan.

"Ayo masuk!" ajak Raisya dengan ramah. Ia berjalan lebih dahulu menuju sofa ruang tengah. "Kebetulan juga, saya mau diskusi sama Mas Theo. Jadi sekalian aja sama kamu juga."

Anna menuruti ajakan tersebut, dan tidak lupa mengangguk izin pada Theo sebelum melewati sang majikan. Aroma manis sekaligus menyegarkan dari Anna tercium semerbak untuk Theo, membuat pria itu lebih rakus menghirup oksigen daripada biasanya.

Theo segera menyusul, didahului tegukan saliva secara kasar. Ia duduk di samping Raisya, sementara Anna berseberangan dengan mereka. Susah payah, pria itu memusatkan fokus pada wanita di samping daripada di depannya.

"Maaf ya, belum siap-siap. Masih berantakan banget," kata Raisya sembari mengusap wajah secara kasar. Ia kemudian beralih pada suaminya. "Mas, ini kan hari pertamanya Anna kerja. Kamu nggak sekalian siap-siap buat nyari kerjaan? Biar nanti kita berangkatnya barengan."

Theo sempat terperanjat sedetik, kemudian berseru senang, "Ah iya. Lupa, Sayang. Soalnya tadi niatnya mau siapin Bella dan Fella, tapi Anna dateng."

Raisya sempat terkejut dengan mengangkat dua alis, seolah meragukan indera pendengarannya sendiri. Ia hendak meminta siaran ulang dari suaminya, tetapi urung karena Theo sudah meninggalkan ruang tengah dengan menggiring putri-putri mereka dari lantai dasar.

Perlahan, sudut bibir Raisya terangkat membentuk senyuman samar. Tangannya mengepal oleh ledakan perasaan dalam diri setelah mendengar satu kata langka dari suaminya tadi.

Sayang.

Bahkan, sejak menikah, pria itu tidak pernah mengucapkannya sama sekali. Walau Raisya melahirkan putri mereka, atau apa pun yang dilakukannya. Tidak pernah sekalipun.

"Bu?" Anna memanggil dengan suara pelan, penuh kehati-hatian.

Berhasil membuat fokus Raisya kembali ke tujuan utama. Ia memperbaiki sikap dan pakaian sebelum memulai diskusinya.

"Jadi, kamu siap bekerja mulai hari ini, Anna?" tanya Raisya dengan serius walau keramahan dan ketenangan masih menguasai wajahnya.

"Siap, Bu," balas Anna dengan ketenangan yang sama.

"Oke." Raisya menyukai sifat Anna dengan baik. Apalagi setelah mengetahui perempuan ini adalah pilihan mertuanya. Jelas, pastinya terbaik untuk keluarga Theo. "Kamu punya pekerjaan sampingan di luar, An? Atau kegiatan penting di luar setelah kerja di sini? Kamu punya suami?"

Deretan pertanyaan dari Raisya membuat Anna tersenyum ramah yang kecil, sekadar meningkatkan keramahan sebelum menjawab.

"Nggak ada, Bu," jawab Anna. "Saya nggak ada pekerjaan sampingan atau kegiatan penting. Setelah dari sini, saya langsung ke kontrakan, dan istirahat. Saya juga masih lajang, belum menikah."

"Sebenarnya, Anna, saya butuh orang yang bisa maksimal dalam jaga putri kami. Soalnya kalau Mas Theo kerja, kami otomatis sama-sama capek pas pulang sorenya, waktu jam kerja kamu juga habis. Jadi, kamu bisa nggak pulangnya setelah anak-anak tidur? Uangnya jelas nanti saya tambahkan dua kali lipat dari kesepakatan kamu sama mertua saya."

Anna sempat terlihat tidak nyaman pada awalnya, dan hal itu disadari oleh Raisya. Sebelum Anna mengeluarkan sepatah kata, Raisya segera mendahului perempuan itu.

"Atau begini," Raisya mencoba memberikan solusi yang lebih mudah. "Karena kamu juga ngontrak, gimana kalau kamu tinggal aja di sini? Kalau mau bantu-bantu bersihin rumah, saya bakalan tambah lagi bayaran kamu. Karena saya nggak bakalan sempet kerjain itu, apalagi Mas Theo juga bakalan kecapean abis kerja, jadi ... saya beneran butuh banget asisten rumah tangga."

Anna semakin terlihat kebingungan. Ia menggerakkan bola matanya ke kanan-kiri untuk mencari jawaban. Sementara Raisya bukan tipe manusia sabar untuk di beberapa bidang, termasuk menunggu jawaban dari seseorang sekelas wanita di depannya.

"Jadi, Anna. Bagaimana?"

*

Raisya sibuk memainkan ponsel saat di sampingnya sudah ada sang suami sibuk menyetir. Keheningan terjadi di antara mereka, karena Theo fokus pada pikirannya sementara Raisya ke tampilan aplikasi belanja online yang ia buka saat ini.

"Agak nyesel aku, Mas, kenapa nggak dari dulu pake jasa pengasuh aja," ucap Raisya memecah keheningan. "Padahal kan kalau kita sama-sama kerja, pasti bisa bayar mereka."

"Kan kita sama-sama takut bawa pengaruh buruk, Rai," balas Theo.

Raisya mengangguk-angguk kecil, menyetujui jawaban tersebut.

"Kayaknya Anna nggak bakalan gitu, ya, Mas? Kalau aku lihat dari sikapnya sih, anggun banget. Tulus juga kelihatannya. Apalagi, Mama yang pilihin. Semoga aja nggak ngasih dampak negatif," lanjut Raisya.

Theo hanya mengangguk kecil sebagai tanggapan. Sama sekali tidak memiliki niatan untuk membalas sang istri.

"Oh iya, Mas," kata Raisya lagi. "Kamu nanti duluan aja pulangnya. Aku bisa naik taksi. Nanti singgah beli kasur kecil ya, buat kamar belakang."

"Kamar belakang? Buat?" tanya Theo keheranan.

"Aku kan maunya Anna pulang setelah anak-anak tidur. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, dia kan perempuan, nggak punya kerjaan juga abis dari rumah, plus belum punya tanggung jawab utama jadi istri, jadi ya ... aku ajakin aja tinggal di rumah."

Secara spontan, Theo mengusap wajah secara kasar.

"Btw, Mas," ucap Raisya lagi. Ia tidak lagi memiliki minat pada belanja, karena fokus memandang suaminya dengan santai. "Dia terbilang cantik banget, apalagi stylish juga. Sifatnya juga anggun, pinter jaga dan ambil hati anak juga. Nggak ada satu pun dari dia yang nggak menarik. Kamu ... bakalan jatuh cinta sama dia, nggak?"


[UPDATE SETIAP HARI SELASA]

Kalau kamu nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini LEBIH AWAL/secara lengkap di :

KBM App : Es_Pucil

***

Mari kenalan :

Instagram : es.pucil
Facebook : Es Pucil III

🔺🔺🔺

Tolong dengan sangat, jangan buat aku merasa menyesal/kapok bikin cerita; jangan plagiat dan upload ceritaku di mana pun itu, tanpa dapat izin dariku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro