Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Pelukan si Pengasuh

"Istri kamu di rumah sakit, nggak seharusnya malah keluyuran temenin aku ke salon, Theo!" gerutu Anna setelah mereka meninggalkan sebuah tempat perawatan rambut.

Theo terlihat tidak peduli, dan malah menggenggam tangan Anna agar mempercepat jalannya menuju parkiran di mana mobil berada. Ia juga tidak memberikan balasan apa-apa, sementara Anna enggan untuk melanjutkan protesnya. Sebab, perempuan itu paham, bahwa kondisi mental Theo benar-benar terguncang sekarang, bagaimanapun pria itu berusaha menyembunyikannya.

Mereka masuk ke mobil. Hal pertama yang dicek oleh Anna adalah ponsel—yang dipaksa oleh Theo—berada di dalam mobil sementara mereka ke salon. Sebab, nomor telepon rumah yang tidak berhenti menghubungi itu dihafal dengan baik oleh Theo—milik telepon rumah Dewi.

"Theo ... kamu seharusnya bersama Raisya sekarang," ucap Anna—untuk mengingatkan lagi—dengan suara yang lebih pelan menyerupai bisikan. Sejujurnya berat dengan permintaan itu, tetapi apa boleh buat. Cincin perak di jari tengah dari pria yang selalu ia cintai itu sudah menjadi pengingat batasan mereka seharusnya. "Bukan ini rencananya. Seharusnya, kamu makin deket sama Raisya, dan Raisya, lebih peduli lagi sama kamu sebagai seorang ibu rumah tangga."

"Aku nggak mau turutin perintah Mama dan rencana kalian berdua lagi," balas Theo dengan nada ketus. Ia sempatkan melirik Anna melalui spion tengah selama beberapa detik. "Sekarang, kalian berdua yang harus ikuti apa yang aku mau lakukan."

Anna langsung bungkam seketika, bahkan merapatkan kedua bibir sembari memalingkan wajah ke jendela untuk menyembunyikan ekspresi yang sulit tersembunyi. Diam-diam merasakan buncahan bahagia dalam dirinya.

"Terus, masalah kecelakaan?" tanya Anna, mengubah topik demi menyembunyikan perasaan aslinya saat ini.

"Akan aku urus. Beruntung karena kamu pakai mobil dengan kaca gelap, jadi nggak ada yang bisa kenali wajah kamu," jawab Theo dengan nada dingin.

Memanfaatkan kesempatan ketika Theo menghadapkan wajahnya lurus ke depan, Anna sekarang membebaskan dirinya untuk menampilkan senyum kebahagiaan.

"Untuk itu, kamu harus sembunyikan masalah itu, dan upayakan mengelak kalau kamu diinterogasi polisi. Urusan alasan, pikirin sendiri. Siapa suruh kamu melakukan hal seberbahaya ini," lanjut Theo.

Anna langsung mengangguk antusias, merasa sangat senang dengan setiap kepedulian Theo padanya. Ia susah payah menahan perasaan yang menggebu dalam dirinya, karena masih teringat status di antara mereka, tetapi bohong jika Anna tidak merasa tersanjung atas setiap kepedulian Theo.

Tadi, pria itu mengantarnya ke salon untuk memperbaiki penampilan rambut menjadi Anna 'versi dulu'. Tidak ada kepura-puraan lagi. Sekarang, Theo bahkan mengurus masalah kecelakaan demi dirinya, juga meninggalkan Anna hanya agar bersamanya.

Bagaimana caranya agar Anna bisa menahan perasaan diri sendiri? Perasaan itu berkembang begitu cepat dan sulit terkendali.

Tiba di depan rumah mewah tempat Anna bekerja, mobil berhenti. Theo memberikan arahan agar Anna turun, sementara dirinya tetap di dalam sana.

"Kamu urus anak-anak, dengan baik" ucap Theo dengan nada dingin setelah Anna turun dari mobil dan mengintip melalui jendela.

Anna memberikan anggukan patuh, disertai senyum terbaiknya.

"Tapi, jangan sampai anak-anak suka sama kamu," lanjut Theo, yang seketika meredupkan senyum. "Salah satu misi kamu berhasil, tapi jangan sampai punya efek samping yang mematahkan hati anak-anak saya setelah kepergian kamu. Jadi, jangan tinggalkan kesan indah antara kalian supaya mereka cepat lupakan kamu setelah kepergian kamu nantinya."

Pandangan bahagia Anna meredup dalam sedetik.

*

20 jam dihabiskan Theo di luar rumah, yang terbagi ke kantor dan juga ke rumah sakit. Empat jam sisanya, ia pulang hanya untuk membersihkan tubuh, berganti pakaian, dan bermain dengan Bella serta Fella demi meyakinkan dua gadisnya itu bahwa mereka tidak ditinggalkan oleh orang tua mereka, sekaligus memberitahukan setiap perkembangan Raisya pada mereka.

Selama Theo berada di rumah, Anna hanya akan berdiam diri dari jarak minimal sepuluh meter. Menunggu dipanggil atau dihampiri oleh Theo, sekadar menanyakan kondisi masing-masing. Namun, tidak ada. Pria itu bahkan hanya meliriknya kurang dua detik ketika tidak sengaja saja.

Membuat Anna mulai meragukan kepedulian yang diberikan oleh Theo saat hari pertama Raisya kecelakaan. Awalnya ia yakin bahwa perasaan yang membuat Theo memperhatikannya, tetapi semakin ke sini, Anna mulai menyadari, bahwa kepedulian satu hari itu hanyalah bentuk kemarahan Theo usai dipermainkan oleh Anna dan Dewi.

Perasaan Anna seketika berkecamuk, antara tidak rela—setelah dibuat berharap oleh perhatian semu—serta kepasrahan karena sadar diri terhadap takdir di antara mereka. Perempuan itu merasa gelisah hampir setiap waktu ketika ia sendiri, dan sulit memenangkan perasaan yang mana.

Hingga akhirnya, Anna menyerah pada keikhlasan yang sulit dikendalikan terus-menerus. Perempuan itu luruh pada ketidakrelaan serta harapan tentang hubungan di masa lalu akan terulang lagi. Jadi, ketika Theo yang baru saja melewati pintu utama hendak pergi, Anna segera mengejar dengan berlari. Mengabaikan tatapan heran dari dua anak kecil yang bermain di ruang tengah.

Tidak memberikan aba-aba, Anna membawa tangannya melewati bawah lengan Theo, kemudian melingkar pas di perut pria itu. Berhasil menghentikan pergerakan sang majikan dalam kondisi kebingungan.

"Baru kemarin kamu seneng, Anna-mu balik lagi, Theo. Sekarang, kamu anggap aku nggak ada di sini," bisik Anna dengan suara lirih, frustrasi. "Apa tujuan kamu sebenarnya? Setelah bikin aku berharap di satu hari yang penuh kepedulian, sekarang kamu males banget lihat aku. Kenapa?"

Theo melepaskan pelukan itu secara paksa, bahkan tidak segan jika harus mematahkan jari-jari Anna. Mengetahui kekasaran itu, Anna akhirnya mengalah dan membiarkan pria itu jauh dari jangkauannya.

Theo berbalik, menghadap Anna dengan pandangan tajam.

"Sama seperti yang kamu lakukan ke keluarga aku, Anna," balas Theo. "Lagian, aku baik karena mau bantu kamu selesaikan tugas dengan cepat."

Anna memandang nanar lurus pada Theo, yang dibalas sama walau dengan ekspresi berbeda. Theo terlihat tajam dan tidak menyisakan perasaan apa pun di matanya.

"Aku—" Theo masih ingin membalas, tetapi urung saat ia tidak sengaja mengalihkan pandangan ke pintu dan menemukan sosok Bella berdiri di sana dengan sorot mata tajam.

Spontan, Theo menggeser Anna dari hadapannya agar bisa mendekati Bella yang terlihat sangat marah. Melupakan Anna yang terjatuh karena tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Sebab, fokus Theo hanya ada Bella yang berlari pergi sekarang ini.

Mantan pasangan itu sama-sama memaki 'sial' dalam hati, untuk dua hal yang berbeda.

Anna karena kekecewaan dan kemarahan pada diri sendiri, sementara Theo disebabkan ketakutan jika putrinya mengadu pada Raisya.

Tubuh mungil Bella akhirnya bisa dicapai oleh Theo. Ia menahan putrinya dengan cukup kuat, dan membekap mulut Bella saat gadis kecil itu hendak berteriak.

"Diam, Bella!"

[UPDATE SETIAP HARI SELASA]

Kalau kamu nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini LEBIH AWAL/secara lengkap di :

KBM App : Es_Pucil

***

Mari kenalan :

Instagram : es.pucil
Facebook : Es Pucil III

🔺🔺🔺

Tolong dengan sangat, jangan buat aku merasa menyesal/kapok bikin cerita; jangan plagiat dan upload ceritaku di mana pun itu, tanpa dapat izin dariku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro