A Child 7
Memangnya benar keduanya sama-sama tersakiti?
.
.
.
Bungou Stray Dogs by Kafka Asagiri and Sango Harukawa
Story by me
.
.
.
.
Bahkan disaat keduanya bertemu dan bertatap mata, mengapa yang terjadi hanyalah keheningan yang selalu Kunikida benci?
Bukan keinginan Kunikida jika dirinya di haruskan bekerja sama dengan Dazai, salahkan Chuuya yang ternyata mengatur semua misinya dengan hal aneh seperti ini.
"Bergandenglah tangan, kalian akan dicurigai."
Ucapan Chuuya yang berasal dari alat komunikasi yang mereka pakai pun terdengar, membuat Dazai menatap bocah kecil disampingnya dengan lekat.
Dengan kasar Dazai mengambil tangan kecil itu, membuat Kunikida yang masih terdiam terkaget dan menatap Dazai.
"Da-"
"Diam, aku memegang tanganmu karena terpaksa dan agar semua ini cepat selesai."
Kunikida menunduk, ia tahu ini semua hanya untuk penyamaran mereka yang berperan sebagai seorang keluarga. Dengan perlahan ia membalas genggaman itu, namun yang terasa hanyalah rasa dingin yang seakan menusuk seluruh tulangnya.
Seharusnya Kunikida sudah terbiasa dengan itu bukan, namun mengapa dadanya terasa begitu menyesakkan?
Berjam-jam Kunikida memegang tangan itu, menyembunyikan rasa takut dengan senyuman manis yang harus diukir di wajah. Berakting layaknya anak kecil yang senang diajak ke pesta natal.
Misi Kunikida hari ini tak muluk-muluk, ia hanya perlu menyamar masuk ke sebuah pesta natal lalu membunuh satu target dan pergi. Namun, entah mengapa Chuuya mengaturnya agar ia pergi menyamar dengan Dazai.
Yang lebih membingungkan, mengapa juga Dazai menerimanya?
Namun bukan hal itu yang harus Kunikida pikirkan, bagaimana bisa ia merasa takut saat harus membunuh target yang dirinya incar.
"D-Dazai-san." Panggil Kunikida sedikit canggung, yang mau tak mau membuat Dazai menoleh.
"Apa?" tanya Dazai dengan wajah datar.
Kunikida menghela napas pelan, lalu wajahnya mendekat ke arah telinga Dazai. Kunikida bisa mendekatinya karena Dazai sedang duduk di sebuah sofa.
"Targetku terlihat, aku harus menjalankan misi." Bisiknya dengan pelan namun masih bisa didengar oleh Dazai.
Kunikida pun melirik seorang pria yang tampak besar dan berwajah angkuh, rambut pirang yang jika semakin ke bagian bawah akan semakin menghitam.
Kunikida menatap Dazai lagi, dan Dazai langsung menatap minumannya yang di tangan lain.
"Kau belum boleh bergerak, jika bergerak sekarang, orang akan mencurigaimu." Ucap Dazai yang membuat Kunikida mengernyit heran.
"Tapi, jika aku-"
"Sudah kubilang diam, sialan." Bisik Dazai dengan nada dingin dan wajah penuh ekspresi benci.
Kunikida sedikit tersentak, tangannya yang tak digenggam Dazai tanpa sadar gemetar walau sudah ia kepal dengan erat.
Kunikida menunduk dan mengangguk, rasa dingin yang sedari menusuk seakan semakin dingin dan tajam saja.
Dazai berdiri, melepas genggaman tangan Kunikida lalu menaruh gelas di meja dihadapannya.
"Aku akan ke toilet, tunggu disini dan jangan kemana-mana." Ucap Dazai dan langsung pergi begitu saja, meninggalkan Kunikida yang memegang tangannya yang sedari tadi di genggam Dazai.
Kecewa tentu saja ada, sejak pertama kali Dazai pergi meninggalkannya, Kunikida selalu merasa kesepian, ia selalu sendirian. Tapi sekarang Dazai di depannya, terasa tak perlu berlari lagi untuk menggapainya.
Namun pada nyatanya, bahkan jika Kunikida menyeret kakinya untuk menggapai Dazai lagi, ia takkan pernah bisa menyentuh tangan itu lagi.
Bukan menyentuh seperti tadi, namun benar-benar menyentuh dan merasakan kehangatan itu walau hanya setitik debu.
"Ayo pergi." Suara Dazai membuat lamunan Kunikida terpecah, dengan penuh kebingungan langsung mengejar Dazai yang sudah duluan melangkah.
"D-Dazai-san, tapi tar-" ucapan Kunikida langsung terpotong saat Dazai langsung menariknya sekuat tenaga untuk keluar dari tempat itu, bahkan membawanya jauh ke samping rumah yang terdapat hutan lebat.
Disaat sudah dirasa cukup jauh, tangan Kunikida langsung dilepas dengan kasar bahkan didorong kebelakang membuat bocah kecil itu menabrak sebuah pohon.
"Aku yang sudah membunuhnya untukmu, puas kau hah?!" bentak Dazai yang membuat Kunikida terkaget.
Untuk apa? Mengapa Dazai mau saja melakukannya? Ini tugasnya, bukan tugas Dazai lagi.
"Dengar bocah, berhenti merengek seperti bayi dan lakukan tugasmu sendiri dengan benar! Jangan menyuruh-nyuruh Chuuya untuk mengatasnamakan membantumu dalam misi!"
Kunikida terbelalak kaget mendengar itu, ia bahkan tak pernah sekalipun meminta Chuuya untuk melakukan apa yang Dazai bilang.
"Aku tak pernah meminta Chuuya-senpai seperti itu." Ucap Kunikida yang entah mengapa memakai nada tajam dan dingin layaknya Dazai.
Dazai tersentak pelan, menatap manik hijau milik Kunikida guna mencari kebohongan, namun sama sekali tak didapatnya.
"Aku bahkan tak memintamu kembali ke Port Mafia walau aku tahu kau masih hidup. Aku bahkan sama sekali tak marah saat kau pergi meninggalkanku empat tahun lalu. Satu-satunya yang aku kecewakan darimu hanyalah kau, yang seakan begitu mudahnya melupakanku disaat aku berjuang keras untuk menggapaimu!"
Dazai masih terdiam, menatap manik jade green dari bocah didepannya sekarang yang tampak benar-benar putus asa.
"Aku tak masalah kau ada di Agensi Detektif jika kau merasa itu adalah hal yang terbaik! Namun yang membuat aku putus asa akan ini hanyalah kau yang berubah 180 derajat kepadaku!"
Buk!
Kepalan tinju itu menghantam pipi seseorang, membuat tubuh kecil itu terhuyung dan terjatuh ke tanah. Namun Dazai sama sekali tak berhenti, ia meninju Kunikida tepat di pipi tiga kali dengan kuat hingga pipi itu meninggalkan lebam dan darah mengalir dari ujung bibir.
Kacamata yang Kunikida pakai pun pecah saat Dazai langsung menendang wajahnya, membuat punggungnya menabrak pohon yang ada dibelakangnya. Darah mengalir dari hidung, pandangan memburam karena kacamatanya hancur. Namun entah mengapa Kunikida masih bisa melihat tatapan dingin dan tajam Dazai yang ditujukan padanya.
Bahkan Kunikida sama sekali tak melawan disaat kepalan tangan itu terus menerus menghantam wajahnya, hingga di akhiri dengan hantaman kuat tepat di ulu hatinya.
"Uhuk!"
Yang keluar dari mulut Kunikida pun ludah yang sedikit dihiasi merahnya darah. Kunikida ambruk ke tanah sambil memegangi bagian dadanya, bocah itu mengatur napas perlahan agar tak kehilangan kesadaran.
"Kau yang tak tahu apa-apa, diam saja. Anak sialan." Ucap Dazai dengan nada dingin dan menusuk, dan membuat manik Kunikida yang tampak kosong lebih kosong lagi.
Chuuya datang dan langsung menendang Dazai karena perbuatannya, sibuk memarahi Dazai yang sama sekali tak bisa menggunakan otak. Sedangkan Kunikida hanya diam dan berusaha bangkit, menjauhi Chuuya yang mengamuk dan Dazai yang memasang wajah santai.
Kunikida sedikit terhuyung saat berjalan, namun langkahnya berhenti dan langsung meludah dua gigi belakang yang lepas karena pukulan Dazai. Darah pun mengalir keluar dari mulutnya, ditambah dari robekan di ujung bibir dan hidungnya yang masih mimisan.
Kunikida terduduk dan bersandar di tembok bangunan yang ada, kepalanya terlalu pening untuk menjaga agar ia tetap berjalan walau perlahan.
Tubuhnya gemetar mengingat pukulan dan ucapan Dazai, entah mengapa bayangan ayahnya dulu juga terbayang di kepalanya.
Jangan, ia tak mau diserang kepanikan sekarang. Matanya terpejam erat, napasnya memburu, dadanya sesak. Ia ingin berdiri namun langsung terhuyung jatuh lagi.
Hingga sebuah tangan menangkapnya, Kunikida mendongak ingin melihat tangan siapa itu, dan surai jingga pun terlihat.
Kunikida tersenyum tipis, menatap manik biru milik Chuuya yang tampak khawatir, "lain kali ... jangan ganggu jadwal dan misiku. Apapun caranya, ia takkan mengakuiku lagi ..." Ucap Kunikida dan langsung kehilangan kesadaran, tanpa sadar satu orang lagi yang mendengar itu dengan wajah sedikit kaget.
Omake
"Kau puas?" tanya Chuuya sambil menggendong Kunikida yang pingsan.
Dazai hanya terdiam, menatap wajah Kunikida yang lebam karena ia pukuli tadi. Tangannya pun mengepal, berdecih pelan dan langsung pergi meninggalkan Chuuya.
Dazai terpancing emosi tadi, dan entah mengapa memukul bocah itu. Padahal Kunikida hanya mengeluarkan emosi yang ia pendam.
Lantas, mengapa Dazai merasa geram?
Tbc
Sudah lama aku tak update disini'3'
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro