Chapter 26
Malam yang sepi dan kamu kembali tidak bisa tidur. Malammu tanpa tidur yang nyenyak selalu terjadi, tapi ini bukan karena keinginanmu sendiri. Kamu selalu berharap bisa tidur dengan tenang dann bangun dengan energi yang penuh. Tapi ada satu alasan kamu tidak dapat mendapatakn tidur nyenyak itu...
Kamu.
Penyebabnya adalah dirimu sendiri. Dan... cahaya putih yang melayang di depanmu.
Kamu tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan tamu yang tidak di undang ini. Kamu tahu, cepat atau lambat, cahaya putih ini akan datang padamu. Cahaya putih ini datang padamu saat malam pertama, di saat kamu menunjukkan kedua sayapmu.
Cahaya putih itu memancarkan cahanya dengan lembut. Ada sebuah halo di atas kepalanya yang ikutan bersinar dan sepasang sayap bagaikan malaikat. Cahayanya merusak penglihatanmu saat ini karena keadaan kamarmu yang gelap gulita.
"Apa kau sudah katakan padanya?!" Seru cahaya itu kesal. Kamu mengalihkan pandanganmu dari cahaya itu, terlalu malas untuk bebincang dengannya.
"Hei!" Seru cahaya itu lagi. Kamu tidak memedulikan panggilannya dan kembali tengkurap dengan semua badan tertutupi selimut.
"Oyasumi." Ucapmu membuat cahaya itu kesal.
Selimutmu langsung di tarik membuatmu kedinginan. Entah bagaimana caranya dia menarik selimutmu, kamu sendiri tidak tahu.
"Dengar... aku tidak punya waktu untuk meladeni-mu. Aku ada sekolah besok, dan aku harus tidur. Mama akan marah kalau dia tahu aku belum tidur." Ucapmu sambil menyisir rambutmu ke belakang.
Cahaya itu tidak peduli dengan komplainmu dan mendorong tubuhmu sampai jatuh ke lantai kamarmu yang dingin.
"Apa sih masalahmu?!" Serumu kesal.
Cahaya itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, tapi kamu tahu kalau cahaya itu merasa sedih sekaligus marah padamu.
"(Name)..." gumam cahaya itu. Cahayanya meredup seakan kehilangan harapan. "Kamu tahu 'kan... (Name) yang asli sudah meninggal?"
Perkataan cahaya itu membuatmu terdiam. Kamu mengalihkan pandanganmu dari cahaya itu untuk menyembunyikan ekspresi pahit-mu.
Ya... (Name) yang asli sudah meninggal cukup lama. Cara gadis itu meninggal sangat tragis membuatmu tidak ingin mengingat kejadian itu. Kamu yang saat itu masih menjadi malaikat sepenuhnya harus menatap kejadian tragis itu.
(Name) yang asli meninggal di tabrak oleh mobil yang tidak terkendali. Hal itu terjadi bukan karena dia tidak lihat kanan-kiri sebelum menyebrang, melainkan dia di dorong oleh kakaknya sendiri.
Pada saat itu, (Name) baru saja pulang sekolah. Dia merasa tidak enak tanpa alasan yang jelas. Entah sengaja atau tidak, (Name) bertemu dengan Geo, kakaknya yang tercinta sedang berkencan dengan pacaranya. Gadis itu menyapa Geo bagaikan tipikal adik yang baik.
"Geo-nii-chan!"
Geo yang menyadari keberadaan (Name) langsung mengerutkan keningnya kesal. Sebuah rencana tiba - tiba muncul di kepada Geo.
(Name) tahu kalau kakaknya tidak akan membalasnya, jadi dia hanya tersenyum sedih dan melihat kanan-kiri untuk menyebrang.
Tidak dia sangka... kakaknya sendiri mendorong (Name) sangat kuat di depan orang banyak. (Name) yang tidak tahu apa yang baru saja terjadi, meninggal di tabrak mobil yang tidak terkendali.
Kamu... sang malaikat yang runtuh, tidak sengaja bertukar nyawa dengan (Name) yang sudah tiada. Yang membuatmu tambah kesal kalau (Name) tetap mengampuni kakaknya yang mencoba membunuhnya.
"Kenapa... kau begitu naif?" Tanyamu sambil menangis di dalam tubuh (Name) yang lumpuh.
"Karena dia Onii-chan ku yang tersayang, dan... bukankah sesama harus saling mengampuni?" Ucapannya memberikan cahaya harapan padamu.
Kamu berjanji akan melanjutkan kehidupan (Name). Melanjutkan perjalanan cintanya bersama Ritsu. Kamu berjanji.... kejadian itu tidak akan terulang kembali, sampai kamu sendiri harus kembali ke tempat asalmu.
Anehnya... kakaknya tidak mendapat masalah dalam perlakuannya sendiri. Itu membuat dirimu tambah kesal.
"Namaku (Name) Miyakami..." gumammu lembut. "Bila hari dimana aku bisa mengungkapkan semua padanya, aku akan pergi selamanya, bukan?" Tanyamu pada cahaya putih itu.
"Itu benar." Jawab cahaya putih itu.
Kamu tersenyum kecil untuk menghapus semua kesedihanmu.
Misimu yang sebenarnya adalah... mengungkapkan semuanya pada Ritsu dan keluargamu tentang dirimu yang sebenarnya. Setelah itu, semua selesai.
Hanya itu saja...
Apa kamu mampu melakukannya?
Meninggalkan keluarga ini yang sudah kamu anggap sebagai keluargamu sendiri bukan keluarga (Name) yang lama... Meninggalkan Ritsu... Meninggalkan teman - temanmu... Apa kamu mampu melakukannya?
-
Kamu memandang Ritsu dari kejauhan, dia sedang berbicara dengan Mao. Rasanya sesak kalau kamu harus meninggalkan seseorang yang sangat kamu sayangi, dan belum jelas kalau kalian akan bertemu lagi.
Percakapanmu dengan cahaya bola itu mulai berputar di dalam kepalamu. Kamu mulai memikirkan apakah keputusan yang kamu pilih beneran keputusan yang baik bagi kalian berdua.
Apa aku pantas mendapatkannya?
Pertanyaan itu selalu kamu tanyakan di dalam benakmu saat kamu bersama dengan Ritsu. Perasaan bahagia dan positif lainnya memenuhi hatimu, tidak ada tempat untuk rasa sedih. Tapi sekarang... kamu selalu merasa sedih setiap melihat Ritsu.
Apa dia akan merindukanku bila aku pergi?
Apakah dia akan mencariku? Atau... dia mencari yang baru?
Dadamu terasa sesak hanya memikirkannya. Kamu meninggalkan tempatmu dan berlari ke tempat yang sepi.
.
.
.
Daun kering berguguran dengan elegan, hawa dingin musim kemarau membuatku sedikit merinding. Aku memeluk diriku sendiri untuk membagikan kehangatan di tanganku.
Bola cahaya itu kembali muncul di depanmu dan membuat suasana hatimu makin parah.
"Apa kau sudah mengatakan padanya?" Tanya bola cahaya itu.
"Aku tidak punya waktu untuk itu." Jawabmu ketus.
Kamu bangkit dari kursi taman berjalan tanpa arah, kemana saja asal cahaya bola itu tidak ada di sekitarmu. Kamu menutup telingamu di saat bola cahaya itu mengoceh. Dia yang bicara, kamu yang lelah. Kalau bola cahaya itu punya mulut, pasti mulut itu sudah berbusa.
"Kamu dengar gak sih?!" Seru bola cahaya itu kesal.
Ada alasan lain kenapa kamu tidak mau mendengar atau menjawab ocehannya, bola cahaya itu hanya dapat di lihat oleh dirimu sendiri, orang lain akan menganggapmu gila kalau mereka melihat kamu bicara sendiri tanpa lawan bicara.
Bola cahaya itu terbang tepat di depan wajahmu persis dan mulai menampar pipimu, entah bagaimana caranya kamu sendiri tidak tahu.
"Cepat katakan sama dia! Waktumu tidak banyak lagi! Kau akan sangat menyesal kalau tidak mengucapkan salam terakhirmu!!" Ujar bola cahaya itu.
Kamu menyentuh pipimu yang habis di tampar sampai memerah, tapi kamu tidak merasa sakit sama sekali. Tamparan realita lebih menyakitkan daripada ini.
"Ini urusanku bukan urusanmu, cahaya sialan!!" Amarahmu mulai meledak. Tatapanmu sangatlah tajam bagaikan pedang. "Mau aku ucapkan atau tidak, mau pulang atau tidak, INI SEMUA PILIHANKU!! Dan... KAU, tidak punya hak untuk mencampurinya!"
Kamu berjalan melewati cahaya itu yang masih terdiam mendengar ucapanmu.
Di waktu yang sama, bel juga berbunyi. Dengan cepat, kamu berjalan menuju kelas.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro