Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10 : Pekerjaan Rumah

Axel melemparkan tasnya ke sembarang tempat. Ia terduduk di sofa tempat kerjanya seraya menunduk. Kedua tangannye mengepal karena emosinya berantakan. Axel tak yakin dirinya mampu mengambil gambar dengan sempurna jika dalam kondisi seperti ini. 

"Sepertinya lo lagi  ada masalah? Kenapa nilai ujian lo jelek, Raditya?" tanya Satria yang baru saja turun dari studio di lantai atas. 

Axel mengangkat wajahnya, ia menatap Satria dengan wajah datar. "Tidak. Bukan begitu." 

Satria segera menempatkan dirinya tepat di sisi Axel dan merangkulnya lembut. "Lalu ada masalah apa?" 

Axel memalingkan wajahnya. "Apakah ada job hari ini, Kak Sat?" 

Satria menggeleng. "Tidak ada. Lo ada masalah apa?" tanya Satria khawatir. Ia tidak pernah melihat Axel--karyawan termudanya--semurung ini setelah bekerja dengannya beberapa tahun terakhir. 

Axel hanya menghela napas yang sangat panjang sebagai jawaban. Karena ia tidak mungkin menceritakan ini pada Satria. 

"Apa jangan-jangan lo nembak model kemaren terus lo di tolak?!" Satria menjerit. Senyum jahilnya mengembang. Kelakukannya itu sukses membuat bantal sofa disisi Axel mendarat tepat di wajahnya. 

"Makan tuh nembak!" ujar Axel kesal. Meski sebenarnya ia merasa sedikit panas mendengar hal itu. 

Satria tertawa terbahak melihat reaksi Axel yang wajahnya sedikit memerah. Astaga imutnya, batin Satria. "Muka lo merah gitu! Bener ya lu nembak terus di tolak kasiaan!" 

"Apa sih Kak Sat?!" Axel sedikit berteriak. Ia tidak terima ditertawakan sekeras itu, bahkan oleh Kak Satria yang notabetenya atasannya itu. Karena Satria lah yang mengatur semua jadwal di studio ini.

--00--

Di dalam sebuah rumah yang cukup sederhana. Seorang gadis siswi sekolah Estrella Hesper tengah merebahkan dirinya yang lelah di atas kasur. Pikiran melayang kesembarang tempat. Melayang kepada keadaan di heaven dan dunia manusia ini. Alsera sungguh-sungguh menjadi siswi sebuah sekolah manusia beberapa hari lalu. 

Ia merasa bahwa ia memliki kebebasan layaknya manusia diluar sana. Namun, ternyata kebebasannya terenggut begitu saja karena seorang iblis bernama Orias Qanel yang merupakan pangeran hell mendatanginya. 

"Tidak. Tidak. Tidak akan kubiarkan iblis itu menganggu kebebasanku di dunia manusia untuk sementara ini." Alsera menggeleng cepat. Tangan kananya terangkat, jemarinya bergerak-gerak. Alsera menciptakan perisai pelindung kasat mata di rumahnya agar Orias tidak mengetahui keberadaannya dan mengusiknya.

Alsera tersenyum puas. Ya benar. Ia ingin menikmati kebebasannya, meski ia hampir saja melupakan tugas yang harus ia kerjakan di sini. Yakni, mencari kekuatan, dan mendapatkannya. Dering ponsel Alsera menyadarkannya dari pikirannya sendiri. Ia membuka ponsel pintarnya dan menekan layar touch-screen itu. 

Kemudian, tampaklah wajah Vania yang terlihat lelah, dengan sebuah pensil bertengger di telinganya. 

"Haloo!! Seeraa! Lu udah ngerjain PR biologi? Gue nggak ngerti lho ini ..."

Kedua mata Alsera melotot. Ia lupa bahwa ada pekerjaan rumah hari ini. Ia menggerakan jemarinya seklai lagi, membuat tas sekolah yang tergeletak jauh di ujung  sana terbuka dan keluarlah sebuah buku yang bertuliskan "PR Biologi" kemudian ia melayang sampai tepat berada di daerah jangkauan  tangan Alsera. 

"Beluum ngerjain nih. Duh. Gue aja lupa kalau ada PR gini," sahut Alsera. 

"Eh bentar deh! Sekarang jam berapa?" Vania yang berada dalam layar ponselnya tampak menolehkan kepalanya ke arah kiri, melihat kepada jarum yang ada di dalam jam dinding kamar tidurnya. "Gue ke rumah lo  sekarang yah! Kita belajar bareng!" 

Alsera terkejut dengan pernyataannya yang tiba-tiba. "E-eh? Apa? Sekarang?"

Vania mengangguk penuh semangat. "Iya! Lu ketik alamat lengkap rumah lu yaa!"

Klik!

Kemudian wajah Vania lenyap dari layar. Ia memutuskan panggilan secara sepihak. Padahal Alsera belum mengatakan apa-apa.

Alsera menghela napas. Kemudian senyumannya mengembang. Jemarinya segera menari di atas ponselnya. Kurang dari satu menit. Vania telah membaca pesan itu dna membalas.

"Oke! Sampai bertemu!"

Alsera menggelengkan kepalanya. Ia tertawa kecil. Tangannya segera terangkat, setelahnya jemarinya bergerak. Barang-barang yang semula berantakan segera tertata dengan rapi, bersih dan wangi.

Alsera bangkit dan menggeser kursi belajar tanpa menyentuhnya. Ia mendudukan dirinya di sana dan menggeserkannya lagi hingga berada tepat di depan meja belajar dengan buku biologi yang terbuka.

Sepuluh menit berlalu. Bel pintu rumah Alsera berbunyi. Alsera begerak dengan cepat dan sedikit melayang di atas permukaan.

"Alsera!! Ayo kerjain PR!" Vania berseru seraya memamerkan giginya. Di tangan kanannya terdapat beberapa buah buku materi, sedangkan, di tangan kirinya ada satu kantung yang sepertinya berisi camilan.

"Vania mau belajar apa mau makan sih ke rumah gue?" ujar Alsera seraya menahan tawa.

"Keduanya!" Vania tertawa. "Jadi gue boleh masuk 'kan?"

Alsera mengangguk, Vania segera masuk dan pintu rumah pun tertutup rapat.

--00--

"Huaah akhirnya selesaai!" Vania bergerak-gerak merenggangkan tubuhnya yang lelah.

"Iya. Akhirnya selesai!" Alsera mentutup buku pr-nya.

Vania melirik jam dinding yang ada di ruang tamu Alsera. Waktu menunjukan pukul 07.00 malam. Vania tersenyum. "Makaaan malem yuk!"

"Eh?" Alsera melirik bungkus camilan yang sudah berantakan memenuhi ruang tamunya. Vania lapar?

Alsera tertawa. "Lu puya nafsu makan yang luar biasa."

Vania mengembungkan pipinya yang chubby. "Tapi gue nggak gendut tau!"

Alsera megangguk. "Iya badan lu kurus sih, cuma pipi lu itu chubby." Tawa Alsera kembali memenuhi ruangan.

"Uuh!" Vania bangkit dan berkacak pinggang. "Biarin ajalaah! Kalau nggak begini bukan Vania namanya!" Ia menarik lengan Alsera kuat. Alsera segera beridiri dibuatnya. "Ayo kita makan."

"Mau makan di mana?  Lo bisa masak nggak?" tanya Alsera.

Vania menggeleng. "Kita makan di luar aja yuk!  Kebetulan supir gue udah di depan nih kayaknya."

Tanpa menunggu jawaban Alsera, Vania telah menarik tangan Alsera dengan cepat. Membawanya menuju sebuah tempat yang sebenarnya belum pernah Alsera datangi selama berada di dunia manusia.

Restaurant.

Bagaimana jika ada manusia istimewa yang melihat dirinya? Alsera menggeleng cepat. Ia harus berpikir positif.

Perjalanan dengan menggunakan kendaraaan roda empat bernama mobil itu mempersingkat waktu. Mereka tiba di sebuah bangunan yang penuh denga kelap-kelip lampu.

Indahnya, batin Alsera.

"Heh," Vania menyenggol tubuh Alsera, "mau masuk apa mau bengong di sini?" Vania terkekeh.

Alsera tersentak dan segera masuk dengan anggun. Uuh. Image-nya bisa rusak kalau seperti ini.

Mereka duduk di salah satu kursi di sisi kaca yang mengarah tepat ke trotoar jalan raya, di mana banyak manusia berlalu-lalang ataupun bercakap-cakap di tepi jalan.

Vania membuka buku menuya, "Mau makan apa lo?"

Alsera membuka buku menunya dengan cepat. "Lo maunya apa?"

"Hmmm." Vania tampak berpikir, tangannya membalik-balik halaman buku menu.

.

.

.

TBC, 17 Juli 2016
A/N:

Ichaa:
Siapa yang sependapat kalo Alsera norak(?)

Alsera:
Gue gak norak! *kemudian Alsera mengerakan jemarinya dan Ichaa terpental* Huh!

[A/N semakin gaje para readers] maapkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro