Bab 6
Ada yang aneh dengan gadis itu. Dia terus bicara seolah mereka telah saling mengenal sebelumnya tapi Jongin yakin itu adalah pertemuan pertama bagi mereka. Pertemuan yang terjadi di cafe miliknya.
Mungkin itu hanya sebuah kesalahan saja akan tetapi ketika ia bergegas untuk pulang dan kembali dikejutkan dengan keberadaan gadis itu lagi dihadapannya. Jongin tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya terhadap siapa gadis yang tengah memeluknya saat ini? Gadis yang mengakui bahwa pernah bertetangga dengan Jongin. Gadis yang tahu tentang latar belakang hidupnya juga yang paling penting adalah tentang dirinya yang tahu Eunbi.
Jongin menolak semua pernyataan gadis itu dan menyangkal bahwa Kyungsoo mungkin salah orang dan tanpa sepatah katapun, ia memilih pergi meninggalkan gadis itu sendirian.
Setelah ia pulang, Jongin pikir ia akan melupakannya begitu saja tetapi anehnya ia mulai kembali mengingat setiap apa yang gadis itu ucapkan kepadanya termasuk wajah gadis itu yang mulai kembali membayanginya. Sesuatu yang tidak asing coba Jongin amati dari wajah gadis itu. Mencoba mencari tahu siapa kiranya gadis bernama Kyungsoo itu.
Hanya satu hal yang ia sadari saat itu adalah ketika Jongin mengingat mimpinya.
"Tidak mungkin," bisiknya sesaat. "Itu semua hanya sebuah mimpi."
***
Dengan wajah tertelungkup Kyungsoo memerhatikan lekat-lekat sekotak susu yang ada di hadapannya. Seolah ia tengah menunggu apa saja yang bisa menjawab semua pertanyaannya kali ini.
"Dulu aku sering memberimu ini, setiap pagi. Bahkan kau selalu tersenyum kepadaku. Sekarang kenapa kau jadi seperti ini?"
Kyungsoo menghela napas panjang. Matanya terasa perih dan tiba-tiba saja air matanya menetes ketika Jongin melepaskan pelukannya dan pergi begitu saja. Bahkan ketika ia pulang dan berakhir disini. Kyungsoo masih saja terus menangis.
"Inikah tangisan pertamamu menjadi seorang manusia?" tanya sebuah suara yang mulai Kyungsoo kenali saat ini, ayahnya. Pria itu duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Kyungsoo lantas meraih sekotak susu itu untuk diminumnya sekaligus.
Kyungsoo menatapnya dalam diam lantas mengusap air matanya saat itu juga.
"Apa kau sudah merencanakan ini? Apakah kau yang membantuku untuk bertemu dengan dia lagi?" tanya Kyungsoo.
"Itukah caramu berbicara kepada ayahmu?"
Kyungsoo kembali menghela napas dan akhirnya mengangkat wajahnya untuk duduk berhadapan dengan Minseok.
"Baiklah. Maksudku, apa kau sudah merencanakan semua ini ayah?" tanya Kyungsoo kembali membenarkan cara bicaranya.
Minseok tersenyum bangga sebelum akhirnya ia mengangguk singkat. "Tentu saja, jadi bagaimana pekerjaanmu?"
"Dia tidak mengenalku," jawab Kyungsoo lain. Minseok mengernyit dan Kyungsoo hanya bisa kembali menangis. Kali ini jauh lebih keras dari sebelumnya dan nampak lebih kekanak-kanakkan. "Dia tidak mengenalku.. dia tidak mengenal Kyungsoo.. bagaimana aku bisa membahagiakannya jika dia saja tidak mengenalku!" raungnya dan Minseok mulai berubah panik melihat tangisan Kyungsoo kali ini.
"Ya.. ya.. jangan menangis seperti itu. Hey.. kenapa harus menangis?"
"Dia terlihat menyedihkan. Dia tidak tersenyum bahkan menyapaku dengan ramah seperti sebelumnya. Dan kau tahu ayah, disini.. ini rasanya aneh. Ini sangat sakit dan aku tidak tahu bagaimana cara menanganinya sekarang," ucap Kyungsoo seraya memukul kuat-kuat dadanya. Menunjukkan kepada Minseok bagian mana dari dalam tubuhnya yang terasa sakit.
Minseok menghela napas, ia tahu pada akhirnya Kyungsoo akan terkejut mengetahui fakta ini. Maka dari itu kenapa ia berada disini untuk membantu Kyungsoo.
"Semuanya akan baik-baik saja, tenanglah.. kau hanya membutuhkan sebuah rencana."
"Rencana apa? Terakhir kali aku hanya bisa mengacaukannya dan berakhir aku yang jadi manusia seperti ini. Apalagi yang harus aku lakukan?" tangisnya dan Minseok hanya bisa menggeleng untuk itu.
"Kenapa tidak memulainya dari awal lagi?" saran Minseok dan Kyungsoo menghentikan tangisannya untuk bertanya saran yang dimaksud Minseok tadi. "Sebuah perkenalan biasa lalu saling mengenal satu sama lain, menjadi teman dan sebagainya. Kau bisa melakukan itu karena kau seorang manusia sekarang?"
"Aku dulu melakukan itu dan semuanya kacau karena diriku sendiri."
"Ya sudah, kau jadi kekasihnya saja, siapa tahu dia bahagia menemukan wanita baru di dalam hidupnya."
Kyungsoo terlonjak dan tiba-tiba merasa malu hanya karena mendengar Minseok mengatakan hal sebodoh itu saat ini.
"Ya!! Itu tidak mungkin. Kenapa aku harus menjadi kekasihnya ketika dia lebih mencintai wanita lain!" jelas Kyungsoo.
"Dan sayangnya wanita itu sudah tiada," balas Minseok dengan ringan dan hal itu mampu membuat Kyungsoo langsung terdiam saat itu juga. Eunbi memang sudah meninggal. "Dengar Kyungsoo, mungkin kau lupa dengan pekerjaanmu ini bahwa sebenarnya manusia membutuhkan seseorang untuk menemani dimasa-masa sulitnya. Anggap saja kali ini pria itu tengah dalam masa sulit karena masih belum bisa melepaskan kekasihnya yang telah pergi itu. Satu hal yang harus dilakukan adalah membuat dia lupa dan kembali merasakan jatuh cinta. Itu hal terpenting dalam kehidupannya bukan sekedar mencarikannya sebuah kebahagiaan. Kebahagian dia ada pada hatinya."
Kyungsoo terdiam sejenak, memikirkan apa yang Minseok katakan kepadanya. Untuk kali ini Kyungsoo setuju dengan apa yang dikatakan Minseok dan untuk pertama kalinya juga ia lebih mudah memahami saran seseorang dibandingkan Sehun yang selalu memberikan saran yang rumit. Jika kebahagiaan Jongin memang ada pada hatinya? Apa itu berarti ia harus merasakan hati yang ada di dalam tubuhnya kali ini? Bagaimanapun ini adalah separuh hati milik Jongin ada pada dirinya. Tetapi menjadi kekasih? Sepertinya itu mustahil.
"Tentang itu..," ucap Kyungsoo setelah lama dalam keterdiamannya, "itu berarti aku menggantikan posisi Eunbi di hatinya?" bisiknya.
Minseok menggeleng, "tentu tidak, tapi kau yang akan memulai kehidupan barunya. Ketika ia menemukan cintanya yang baru saat itulah pria itu bahagia." Minseok menghela napas sejenak dengan tubuh yang sengaja ia sandarkan kepada kursinya dan menatap Kyungsoo yang masih berpikir kali ini. "Kurasa tidak ada cara lain untuk memecatmu kali ini," ucapnya enteng dan Kyungsoo hanya bisa melotot tidak memahami apa yang dimaksud Minseok.
***
Disinilah Kyungsoo sekarang. Memegang Cv dan Surat Lamaran Pekerjaan, duduk dengan gugup dari tatapan seorang gadis yang tengah mengelap meja di sudut ruangan dan tatapan seorang Kim Jongin yang duduk di hadapannya.
Pria itu menatap Kyungsoo lekat-lekat dan ia tidak tahu harus melakukan apa. Ini pertama kalinya ia melamar pekerjaan. Maksud Minseok memecatnya kemarin malam adalah Kyungsoo harus merasakan hidup benar-benar menjadi seorang manusia dan dia tidak akan membantu banyak jika Minseok memberinya segala yang Kyungsoo harus dapatkan. Minseok memilih mengajarkan Kyungsoo untuk bekerja keras sekaligus memahami apa yang dirasakan Kim Jongin yang harus bekerja di tengah suasana hatinya yang benar-benar tidak baik.
Namun sayangnya, Kyungsoo harus melamar pekerjaan di cafe milik Jongin. Menurut Minseok hanya cara ini yang bisa ia lakukan untuk mengenal pria itu. Tetapi sepertinya ini adalah ide yang buruk, buktinya sekarang Kyungsoo hanya bisa gugup ketika harus menyampaikan permohonannya untuk bekerja; tentunya setelah dilatih oleh ayahnya itu.
"Saya tahu, saya memang belum pernah memiliki pengalaman pekerjaan di cafe sebelumnya tapi saya seorang pekerja keras dan bisa melakukan apapun setelah belajar," lanjut Kyungsoo setelah ia melakukan sesi perkenalan dirinya.
Kim Jongin hanya menatapnya lekat-lekat dan hal itu malah membuat Kyungsoo semakin tegang karena Jongin hanya bisa diam sejak kedatangannya.
"Saya tahu ini akan sulit tapi sungguh, saya bisa bekerja disini. Apapun."
"Apapun?" tanya Jongin akhirnya bicara setelah lama terdiam.
Kyungsoo tersenyum untuk itu dan cepat-cepat mengangguk. "Apapun!" Ungkapnya semangat.
"Lalu bagaimana Anda bisa dipecat dari pekerjaan Anda kemarin?"
"Itu," Kyungsoo tergagap mencari alasan yang pas tentang pekerjaan pura-puranya kemarin. "Itu karena saya tidak bisa menyelesaikan tugas saya kemarin."
Jongin kembali menatapnya lekat dan merubah posisi lengannya untuk terlipat di dadanya.
"Lalu bagaimana anda bisa bekerja disini jika kemarin saja Anda tidak bisa mengatasi pekerjaan Anda sendiri? Bagaimana anda bisa melayani pelanggan ketika anda sendiri belum pernah melakukan bagaimana pekerjaan yang akan anda dapatkan disini. Apakah saya harus percaya kepada Anda?" tanya Jongin lagi dan Kyungsoo semakin dibuat panik. Ia tidak mempersiapkan jawaban ini karena Minseok tidak mengatakan hal apapun yang akan menyangkut pekerjaan lamanya. Alhasil Kyungsoo hanya bisa diam dan menunduk, bodohnya lagi ia seperti ingin menangis saat ini juga.
Terdengar helaan napas Jongin sebelum akhirnya ia kembali membenarkan posisi duduknya. "Maaf saya tidak bisa menerima Anda untuk bekerja disini. Saya hanya bisa mempekerjakan satu pegawai dan saya telah memilikinya. Anda sendiri tahu bahwa saya tengah terlilit hutang. Apa yang Anda harapkan untuk gajih yang akan ada dapatkan nanti. Jadi sekali lagi saya minta maaf."
Jongin hendak berdiri ketika tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan tangan yang menggenggam lengannya kuat. Ia menoleh dan melihat gadis bernama Kyungsoo itu telah menangis di hadapannya.
"Tolong terima aku, aku tidak peduli berapa gajih yang aku dapatkan nanti. Oh.. bahkan jika kau tidak mau membayarnya. Tidak apa-apa, aku mohon biarkan aku bekerja disini atau ayahku akan marah dan aku akan terus dalam masalah," mohon Kyungsoo kini bicara terdengar tidak formal kepada calon bos-nya.
"Kau? Kenapa harus menangis seperti itu? Berapa umurmu?" tanya Jongin tidak habis pikir tetapi sebaliknya Kyungsoo malah semakin menangis untuk itu.
"Aku mohon, aku ingin bekerja disini. Tidak ingin di tempat lain lagi. Aku bisa mencuci piring, mengepel, membersihkan cafe ini.. apa saja yang penting aku bisa bekerja."
Lagi-lagi Jongin menghela napas panjang untuk itu. Kyungsoo benar-benar berharap sebuah belas kasihan kali ini dan ia sengaja menahan rasa malunya sendiri karena harus merengek seperti ini dihadapan seorang pria. Apa pedulinya jika ia tidak bisa membuat Kim Jongin bahagia?
***
Kyungsoo tersenyum riang ketika ia mulai mencuci satu persatu piring dan gelas kotor di atas washtafel. Senyuman itu tidak lepas dari perhatian Jongin kali ini. Merasa heran melihat gadis itu yang terlihat sangat bahagia hanya dengan memberinya pekerjaan untuk mencuci piring sekaligus membersihkan cafe miliknya. Jujur saja, Jongin sama sekali tidak berniat memberikan Kyungsoo pekerjaan disini. Selain ia tidak tahu bagaimana cara membayar gajih pegawai barunya itu, ia juga masih merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan gadis itu kemarin kepadanya.
Jongin berpikir tujuan Kyungsoo bekerja disini untuk kembali mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah ia mengenalnya. Tetapi melihatnya yang mulai bekerja dengan teliti dan rajin, Jongin menyadari mungkin Kyungsoo hanya membutuhkan sedikit pekerjaan untuk membantu keluarganya. Rasa iba itu muncul dan Jongin tidak bisa menolak untuk itu.
"Aku baru pertama kalinya melihat seseorang begitu sangat senang karena mencuci piring," ucap seorang gadis dengan lap yang ada di tangannya. "Bagaimana bisa ia bekerja dari agen properti menjadi pelayan seperti itu, dia bisa bekerja di tempat yang lebih baik bukan?" lanjutnya lagi dan Jongin mulai menyadari hal itu.
"Kurasa dia tidak memiliki pilihan lain," balas Jongin sedikit tidak yakin.
"Apa bos sama sekali tidak curiga?"
Jongin menoleh dan menatap Yeri, gadis pekerja paruh waktu yang bekerja di cafenya sekaligus menjadi pelayan satu-satunya di cafe ini; sebelum ada Kyungsoo tentunya.
"Dia datang kemarin untuk menagih hutang lalu dia mengaku telah dipecat dan sekarang melamar pekerjaan disini. Apa dia bukan seorang mata-mata?"
"Kau terlalu banyak menonton drama Yeri, haruskah aku bicara kepada Sungwoon untuk membuatmu tidak lagi menonton tv?"
Gadis itu mengerucutkan bibirnya, "aku hanya menonton drama favoritku saja, tidak ada yang lain. Selain itu bukankah aku sering menonton drama-drama itu disini?" tunjuknya pada sebuah tv yang menggantung di tengah ruangan cafe. Seratus persen aku yakin, jika Sungwoon oppa tahu bahwa aku lebih banyak menonton drama disini, dia akan lebih memilih memasukkanku ke tempat kursus. Itu membosankan."
Jongin hanya menggeleng, Yeri adalah adik dari Sungwoon. Teman yang sampai saat ini masih bekerja menjadi penulis konten online di pekerjaan lama Jongin. Yeri tengah duduk di bangku sekolah tingkat akhir dan memilih pekerjaan paruh waktu untuk mengumpulkan biaya kuliahnya dibandingkan pergi untuk kursus. Dia beralasan bahwa ia sudah cukup pintar untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri dan yang ia butuhkan adalah biaya masa depannya. Meski Jongin awalnya merasa ragu tetapi mengingat bahwa ia adalah adik Sungwoon sekaligus seseorang yang begitu berkeinginan tinggi untuk masa depannya. Jongin akhirnya menerimanya dan membiarkan Yeri untuk bekerja, belajar sekaligus mencuri waktu untuk menonton drama favoritnya disini.
Ketika Jongin dan Yeri hendak melakukan pekerjaannya masing-masing kembali, suara pecahan gelas mengejutkan mereka dan mereka saling berhadapan ketika melihat Kyungsoo yang terkejut dan mengumpulkan pecahan kaca itu buru-buru. Bahkan saking buru-burunya Kyungsoo tidak berhati-hati menyebabkan pecahan kaca itu menggores kulitnya dan menimbulkan luka berdarah.
"Belum apa-apa dia sudah mengacaukan pekerjaannya sendiri," bisik Yeri dan Jongin hanya bisa diam untuk itu.
Jongin segera pergi begitu saja meninggalkan perhatiannya dari Kyungsoo lalu bicara seraya berlalu begitu saja dari Yeri.
"Kurasa kau memiliki teman baru disini, bantu dia," titah Jongin.
"Ya?! Bos! Kenapa harus aku?!" teriaknya dan Jongin tetap diam tidak memperdulikan teriakan Yeri sekaligus tangisan seorang gadis lain di cafenya. Entah apa yang terjadi di dalam hidupnya kali ini, sejak kapan cafenya menjadi seberisik ini.
***
Yeri tengah berdiri untuk membalut luka di jari Kyungsoo. Sesekali ia menggerutu ketika mendengar isakan gadis itu. Sejak Kyungsoo menangis, hanya Yeri yang menyuruhnya diam dan menyakinkanya jika Kyungsoo tidak diam maka darahnya akan terus keluar tanpa henti dan Kyungsoo akan mati untuk itu. Entah itu memang menakutinya tetapi ucapan itu mampu membuat Kyungsoo diam saat itu juga.
Yeri menjauhkan tangan Kyungsoo ketika ia berhasil membalut lukanya dengan plester lalu berdesis memerhatikan Kyungsoo tengah mengusap air matanya sekarang.
"Ya! Berapa umurmu? Aku yakin umurmu itu tidak jauh berbeda dengan bos, tapi kenapa kau harus menangis karena luka kecil seperti ini?" ucapnya dengan jengkel.
"Itu, itu karena pertama kalinya untukku."
"Pertama kalinya kau terluka?" tanya Yeri memastikan dan Kyungsoo mengangguk lemah. Tentu saja ini adalah luka pertamanya. Melihat itu, Yeri hanya bisa tertawa mengejek. "Bagaimana bisa ini menjadi luka pertamamu. Apa selama ini kau bukan manusia heh?"
Kyungsoo tertegun sesaat namun Yeri malah melanjutkan tertawanya.
"Kau tahu, kau ini lucu sekali. Seharusnya aku memanggilmu eonni tapi kurasa lebih baik aku memanggilmu Kyungsoo saja karena dengan kelakuanmup seperti ini, kau terlihat lebih polos dariku."
Yeri membereskan kotak perobatan dan mengembalikannya pada lemari yang ada di dapur. Selain itu ia juga melepaskan celemeknya sehingga kini Kyungsoo dapat melihat seragam berbalut sweater tipis yang dikenakan gadis itu. Satu hal yang baru bisa Kyungsoo sadari adalah bahwa dia masih seorang siswa sekolah. Ia telah menangis di hadapan Jongin. Menangis dihadapan Minseok dan sekarang ia menangis dihadapan siswa sekolah. Ini memalukan.
Gadis itu hendak keluar ketika Kyungsoo berucap untuk menahan kepergiannya.
"Terima kasih," bisik Kyungsoo dan untuk pertama kalinya Kyungsoo bisa melihat gadis itu tersenyum untuknya.
"Aku hanya membantu, yah.. jika bos yang bukan menyuruhku aku juga tidak mau membantumu."
Kyungsoo terdiam sejenak mengetahui bahwa Yeri membantunya atas perintah Jongin. Entah kenapa hal itu malah membuat Kyungsoo senang saat itu juga.
"Kenapa wajahmu menjadi merah seperti itu?" tanya Yeri dan hal itu baru menyadarkan Kyungsoo untuk kembali ke alam sadarnya lagi.
"Tidak apa apa," ucapnya gugup. "K-kau mau kemana?" tanya Kyungsoo memotong pembahasan tentang pipinya dan memilih bertanya kemana gadis itu pergi setelah melepaskan celemeknya.
"Tentu saja pergi, waktu jam kerjaku habis untuk sore ini. Aku ada kelas tambahan disekolah dan aku harus mendapatkan poin untuk itu, jadi bekerjalah dengan baik disini selama aku tidak ada. Jangan memecahkan banyak gelas atau piring karena nanti kita bisa rugi dan bos tidak bisa membayar hutangnya juga membayar gajih kita. Termasuk untuk aku membantumu membalut luka-luka yang kau timbulkan nantinya. Mengerti?" ingatnya panjang lebar dan Kyungsoo kembali mengangguk dengan patuh.
Yeri hendak pergi ketika lagi-lagi Kyungsoo menghentikan langkah gadis itu.
"Siapa namamu?" tanya Kyungsoo.
"Panggil saja aku Yeri."
***
Jongin menjanjikan Kyungsoo untuk bertugas membersihkan pekerjaan kotor disini tetapi karena tidak ada Yeri sekaligus menjelang malam cafe mulai ramai dikunjungi, akhirnya Jongin memerintahkan Kyungsoo untuk menjadi pelayan menggantikan posisi Yeri selagi dia tidak bekerja.
Kyungsoo mampu bekerja setelah diberi sedikit pengarahan oleh Jongin. Kyungsoo pintar untuk memahami apa yang diajarkan Jongin sehingga ia mulai bisa bergerak cepat dan luwes untuk memesankan pesanan sekaligus membawa pesanan itu langsung ke meja para pengunjung.
Mungkin ada untungnya juga Jongin menerima Kyungsoo bekerja di tempatnya. Jika biasanya ia akan kewalahan karena harus bekerja sendiri bila Yeri tidak ada. Kini pekerjaannya sedikit diringankan dan hanya bekerja di belakang meja saja.
Cafe milik Jongin merupakan cafe yang menghidangkan beberapa kue, pastry, bakery, dessert dan beberapa jenis milkshake dan kopi. Meski tidak banyak yang ia lakukan karena ia akan menyiapkan hidangannya sebelum jam operasi cafenya dibuka. Tapi setidaknya keberadaan Kyungsoo membantunya untuk bisa melayani pelanggan lebih leluasa.
Ketika jam pekerjaannya selesai tepat pada pukul sepuluh malam, Kyungsoo memilih untuk duduk untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya karena telah melayani beberapa pelanggan tanpa henti. Ketika ia tengah mengistirahatkan tubuhnya ia mendapatkan segelas air putih yang tersimpan di atas meja dan sedikit menggeser mendekat di hadapan Kyungsoo.
Kyungsoo mendongak dan mendapati Jongin yang telah memberikan segelas air itu.
"Kau bekerja keras untuk kali ini, minumlah," ucap Jongin.
Kyungsoo mengangguk singkat dan sedikit malu ia meraih segelas air itu dan meminumnya hingga habis. Sepertinya raga manusianya benar-benar tengah kehausan.
"Terima kasih," jawab Kyungsoo.
"Tidak, aku yang berterima kasih. Berkatmu pekerjaanku menjadi sedikit lebih ringan. Kau sudah membereskan semuanya?"
Kyungsoo mengangguk, "ya termasuk piring-piring dan gelas-gelas kotor tanpa memecahkannya lagi," ucap Kyungsoo penuh kebanggaan dan Jongin tersenyum tipis untuk itu.
Sejenak Kyungsoo terpaku melihat senyuman itu. Setelah sekian lama ia baru melihat senyuman Jongin meskipun tidak seramah atau sehangat dulu. Seperti benar-benar ada yang hilang dari senyumannya kali ini.
Setelah lama berdiri, Jongin memilih duduk di kursi lainnya yang berhadapan dengan Kyungsoo. Perhatiannya jatuh pada jari yang dibalut oleh plester yang dipasangkan Yeri tadi sore.
"Bagaimana dengan lukamu? Apa itu baik-baik saja?" tanya Jongin dan Kyungsoo lantas menatap lukanya dan mengusapnya perlahan dengan tangan lainnya.
"Ya, kata Yeri ini hanyalah luka kecil dan tidak seharusnya aku menangis karena itu."
"Ya, aku mendengarmu.menangis tadi sore. Sangat keras."
"Sungguh?" tanya Kyungsoo mulai merasa malu dan Jongin menjawabnya dengan sebuah anggukan.
"Menangis tidak akan menyelesaikan masalah, lebih baik kau diam saja. Hanya anak berusia sepuluh tahun yang menangis karena luka seperti itu. Kau adalah orang dewasa, menangis bukanlah jalan keluarnya," jawab Jongin.
Sejenak Kyungsoo hanya bisa diam mendengarkan pernyataan Jongin barusan. Kim Jongin mengatakan bahwa menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Entah kenapa kini Kyungsoo sedikit memahami Kim Jongin kali ini karena jawaban sederhana. Menangis. Ya, selama ini Jongin tidak menangis karena itu adalah bentuk dari masalah yang tidak akan pernah ia selesaikan.
Tidak lain alasan Kim Jongin untuk tidak menangis ada pada jawabannya itu termasuk tentang kebahagiaan yang tidak ia dapatkan seperti seharusnya. Kini Kyungsoo semakin sulit mencari cara agar Jongin menangis kali ini. Jika Jongin mengatakan bahwa menangis bukanlah jalan keluarnya lalu apa jalan keluar dari kebahagiaan Jongin itu sendiri. Bagaimanapun Kyungsoo membutuhkan air mata Jongin untuk melepaskan kesedihannya sekaligus membuatnya bahagia.
Ditengah kekalutan pikirannya. Ia tertegun ketika Jongin mengetuk meja beberapa kali untuk menarik perhatian Kyungsoo menatapnya dan lagi-lagi menemukan Jongin tersenyum kepadanya.
"Pertemuan pertama kita cukup buruk bukan?" tanya Jongin tiba-tiba dan Kyungsoo mencoba mencari tahu pertemuan pertama mereka yang mana hingga dikatakan pertemuan yang cukup buruk. Ketika dua tahun yang lalu atau kemarin. "Suasana hatiku selalu buruk ketika menyangkut cafe ini. Cafe ini adalah satu-satunya yang kumiliki untuk tetap hidup. Aku akan membayar semua hutang uang sewaku suatu saat nanti juga jika aku mendapatkan banyak uang, aku juga akan membelinya. Apapun akan aku lakukan untuk mempertahankan cafe ini agar tidak jatuh ke tangan lain termasuk ke perusahaan lama tempat kau bekerja sebelumnya. Jadi maafkan aku jika aku menyinggungmu kemarin."
Kyungsoo segera melambaikan kedua tangannya di atas dada, memberitahu Jongin bahwa itu bukanlah sesuatu yang penting. "Tidak apa-apa. Aku hanya melakukan pekerjaanku dan aku tidak tahu bahwa cafe ini begitu berarti untukmu. Seharusnya aku yang meminta maaf."
"Ya sudah.. lagipula itu sudah menjadi bagian dari masa lalu bukan?" tanya Jongin dan Kyungsoo tidak tahu harus menjawab apa saat ini selain tertegun ketika tiba-tiba saja Kim Jongin mengulurkan tangan kepadanya.
"Kita belum berkenalan dengan benar sebelumnya. Bisa kita mulai berkenalan sekarang?" tanya Jongin.
Kyungsoo terdiam dan lagi-lagi ia teringat dengan kejadian masa lalunya dengan Jongin. Jika Jongin mengatakan semua hal-hal buruk adalah bagian dari masa lalu, Kyungsoo tidak akan pernah menganggap pertemuannya dulu dengan Jongin adalah bagian dari masa lalunya. Andai Jongin tahu bahwa dulu dialah juga yang mengajak Kyungsoo berkenalan saat itu.
"Namaku Kim Jongin," ucap Jongin dan Kyungsoo dengan perlahan membalas genggaman itu dengan lembut. Tentunya dengan jantungnya yang tiba-tiba berdebar dengan antusias saat ini dan rasanya begitu sangat berbeda setiap kali ia merasakannya.
"Namaku Kyungsoo," jawab Kyungsoo.
"Hanya Kyungsoo?" tanyanya tak yakin karena tidak terdapat marga di depannya.
"Hanya Kyungsoo," jawab Kyungsoo.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro