Bab 4
Kyungsoo hanya bisa tercenung ketika pagi ini ia melihat Jongin berlari keluar meninggalkan rumahnya. Ia terdiam bahkan ketika mereka saling berpapasan, tidak sedikitpun Jongin melihatnya-atau mungkin memang Jongin tidak peduli dengan keberadaannya. Yang Kyungsoo amati ada sedikit raut kecemasan dan kepanikan disana. Entah apa yang terjadi, rasa penasarannya membuat ia mengikuti kemana Kim Jongin pergi.
Perjalanan kereta yang Jongin lalui berakhir di sebuah rumah sakit besar di kota. Masih dengan keadaan paniknya, Jongin masih berlari menyusuri setiap lorong di rumah sakit, seolah ia telah terbiasa berada disini hingga mengetahui arah yang tepat untuk tempat yang ditujunya.
Pengejarannya berakhir di depan sebuah ruang unit gawat darurat. Kyungsoo hanya berdiri jauh di belakang Jongin ketika melihat tiba-tiba seorang wanita paruh baya memeluknya dengan raungan tangisan yang keras. Berbanding terbalik dengan Jongin yang masih mematung dengan tatapan lurus menghadap tulisan UGD yang tengah menyala-memberitahu bahwa ada seseorang yang masih ditangani disana.
Kyungsoo ingin sekali mendekati Jongin kali ini tetapi yang ia lakukan sekarang hanya diam di tempatnya tanpa berani mencari tahu apa dan siapa yang Jongin temui kali ini.
Ia bisa saja menyelinap masuk tetapi itu bukanlah urusannya. Ia ingin datang menemui Jongin tetapi itu akan menimbulkan masalah baru jika Jongin juga tahu akan keberadaannya disini. Jadi, daripada ia mengacaukan segalanya. Lebih baik Kyungsoo diam. Akan tetapi beberapa saat kemudian sesosok berpakaian serba hitam keluar dari ruangan unit gawat darurat itu.
Kyungsoo tahu apa yang terjadi bahkan ia tidak perlu menebak ataupun sekedar bertanya untuk itu setelah sosok berpakaian serba hitam itu menghilang. Lampu tulisan UGD telah padam dan tidak berselang lama seorang dokter keluar dari ruangan itu.
Hal selanjutnya yang terjadi adalah tangisan yang lebih keras dari wanita paruh baya itu sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri di pelukan Jongin. Kyungsoo tentu penasaran raksi apa yang terjadi kepada Jongin. Apakah sampai saat ini pria itu tidak bisa menangis?
Tidak ada sedikitpun tanda kesedihan disana melainkan sebuah kemarahan yang tidak dapat Kyungsoo pahami di tengah kondisi yang menyedihkan ini.
Yang bisa Kyungsoo liat bahwa patahan hati Jongin benar-benar telah hancur tanpa berbekas lagi.
Sebuah serpihan bahkan berada di bawah letak kaki Kyungsoo kali ini. Kyungsoo mengambil sepotong serpihan hati itu. Menatapnya penuh kesedihan ketika memerhatikan si pemilik hati juga tidak bisa mengungkapkan kesedihannya setelah ia mengalami perpisahan.
Ini adalah yang pertama kalinya dan Kyungsoo tahu bahwa semua ini hanya karena sesosok gadis yang begitu teramat dicintai Jongin. Gadis di ruangan itu adalah Eunbi.
***
Kyungsoo memahami bahwa perpisahan tidak hanya berakhirnya sebuah hubungan ataupun ikatan. Perpisahan bukanlah bagian terburuk dari sebuah hubungan, setidaknya jika mereka memang masih bisa bertemu satu sama lain. Tetapi dalam khasus Jongin, Kyungsoo mulai memahami bagaimana pria itu yang masih bisa tersenyum dalam perpisahannya, tidak menyalahkan Eunbi bahkan hingga membenci gadis itu. Jongin tahu bahwa hal yang paling berharga dalam perpisahannya adalah dia masih bisa melihat wanita dicintainya meskipun tidak untuk memiliki.
Meskipun begitu Kyungsoo masih memiliki beberapa pertanyaan yang belum terjawab tentang alasan Eunbi memutuskan Jongin. Kyungsoo bisa saja menebak bahwa perpisahan Jongin dan Eunbi ada sangkut pautnya dengan sakit yang di derita Eunbi. Jika itu memang benar, gadis itu benar-benar jahat telah melepaskan Jongin dan Jongin sendiri telalu bodoh untuk membiarkan hal itu terjadi.
Apakah ini yang disebut amarah?
Kyungsoo bahkan tidak habis pikir dengan hubungan yang seharusnya berjalan begitu sederhana bisa serumit ini.
Kyungsoo harus mengakui bahwa hal terumit dari kasus yang ditanganinya ini adalah bagaimana benar-benar bisa membuat Jongin bahagia bahkan setelah kepergian Eunbi untuk selamanya. Saat Jongin masih tinggal di rumah sakit itu, Kyungsoo memilih pergi dan berpikir.
Jongin terlalu baik untuk mendapatkan semua ini, pikirnya. Jujur saja ada rasa tidak rela melihat kondisi seperti ini. Terlebih ketika Kyungsoo bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Jongin tidak bisa menunjukkan reaksinya akan kepergian Eunbi. Seharusnya sebuah kesedihan, seharusnya sebuah tangisan. Akan tetapi untuk pertama kalinya, Kyungsoo mulai bisa melihat Jongin marah. Ya, saat itu Jongin benar-benar menunjukkan kemarahannya meskipun Kyungsoo tidak tahu kepada siapa amarah itu ditunjukkan.
Hari mulai menyinsing malam ketika Kyungsoo masih menunggu kepulangan Jongin. Kyungsoo berharap bahwa pria itu baik-baik saja. Kyungsoo bukanlah malaikat pelindung bagi Jongin, ia hanya malaikat pengumpul patahan hati orang-orang-tetapi tidak ada salahnya jika ia berharap bukan? Siapapun yang menjaga Jongin, ia memohon agar Jongin baik-baik saja-terus hingga hari mulai berlalu dan berganti.
Jongin masih belum kembali.
***
Jongin baru kembali dua hari setelahnya saat menjelang malam. Diam-diam Kyungsoo memerhatikan langkah pria itu dari kejauhan. Menunggu hingga akhirnya Jongin sampai tepat di depannya dan berhenti untuk menatap langsung keberadaan Kyungsoo. Kyungsoo merasakan kecemasan melihat bagaimana wajah itu nampak pucat tetapi itu tak lama sehingga hal lain yang lebih mengiris adalah melihat bagaiman Jongin masih bisa tersenyum kali ini.
"masih ada susu yang tersisa hari ini?" tanya Jongin dan Kyungsoo mengangguk. Cepat-cepat Kyungsoo mengeluarkan sekotak susu dari dalam keranjangnya lalu diberikan kepada Jongin.
"Terima kasih," ucap Jongin sebelum akhirnya ia berjalan melewati Kyungsoo untuk memasuki rumahnya.
Kyungsoo masih terdiam melihat sikap Jongin beberapa saat yang lalu. Bagaimana ia masih bisa tersenyum dan bicara kepadanya adalah sesuatu yang mustahil ketika ia sendiri sedang mengalami kesedihan dimana orang yang dicintainya telah tiada. Itu bukanlah senyuman milik Jongin yang biasanya menghangatkan. Itu senyuman yang sangat dingin, terlampau dingin hingga Kyungsoo tak yakin bahwa itu adalah gambaran ketenangan biasanya. Entah kenapa ia hanya khawatir.
Saat itu juga Kyungsoo berbalik dan memanggil nama Jongin hingga ria itu akhirnya menoleh.
"Apa kau sudah makan?" tanya Kyungsoo, "aku belum makan dan aku tidak memiliki cukup uang untuk keluar jadi untuk kali ini, bolehkah aku ikut makan denganmu?"
Kyungsoo tergugup, ini memang alasan terkonyol lagipula ia juga tidak peduli apa ia harus makan atau tidak. Ia hanya ingin bersama dan menemani Jongin di saat-saat seperti ini. Jongin membutuhkan seorang teman. Syukurlah, saat itu juga Jongin tersenyum dan mengangguk sehingga akhirnya mengizinkan Kyungsoo untuk mengikutinya memasuki rumah Jongin.
Kyungsoo mengikuti Jongin ketika pria itu memasuki rumahnya. Pria itu masih bersikap sewajarya hingga saat ini. Ia melepaskan sepatunya dan masih bisa menyimpan ke tempatnya dengan baik. Ia langsung berjalan menuju dapurnya dan bertanya makanan apa yang Kyungsoo inginkan.
"Apa saja," ucapnya saat itu karena sejujurnya perhatian Kyungsoo entah kenapa hanya tertuju pada sebingkai foto yang ada di meja lainnya di rumah ini.
"Baiklah, tunggu sebentar aku akan segera menyiapkannya."
Menyadari hal itu Kyungsoo langsung mengalihkan perhatiannya dari foto itu dan menatap Jongin.
"Biar aku saja," ucapnya cepat.
"Tidak apa-apa, kau tamuku hari ini jadi biar aku saja yang menyiapkannya. Tunggulah hingga makanannya siap."
Setelah mengatakan itu Jongin langsung berlalu pergi meninggalkan Kyungsoo yang mulai merasa bersalah karena telah meminta Jongin membuatkan makanan untuknya. Tapi apa yang harus Kyungsoo lakukan? Bahkan ia tidak pandai untuk memasak untuk hal ini. Dibandingkan membantunya, mungkin Kyungsoo hanya akan merepotkannya. Pada akhirnya Kyungsoo memilih berjalan menuju ruang tamu Jongin yang terlihat sederhana.
Lagi-lagi perhatiannya tertuju kepasa sebingkai foto Eunbin. Mengamatinya seksama sebelum akhirnya Kyungsoo diam-diam berucap dalam bisikannya. "Kenapa kau membuat pria yang begitu mencintaimu seperti ini?"
Memang aneh tetapi Kyungsoo benar-benar menyayangkan bagaimana kepergian Eunbin masih belum bisa menunjukan tangisan Jongin. Potongan hatinya benar-benar hancur tetapi untuk melupakan rasa kehilangannya Kyungsoo bahkan tidak bisa mendapatan air mata Jongin untuk melenyapkan potongan hati itu. Potongan hati itu masih tersimpan dengan baik bersama Kyungsoo dan Kyungsoo tidak tahu kapan akhirnya pria itu akan menangis dan melepaskan kesedihannya.
Tangannya terangkat, menyentuh perlahan bingkai foto itu sebelum tangannya jatuh pada meja lemari kecil itu. Tersadar dengan apa yang di sentuhnya. Tiba-tiba Kyungsoo teringat dengan ucapan Sehun beberapa hari yang lalu.
"Nakas meja di ruang tamu laci kedua," bisiknya mengingat kembali ucapan Sehun saat itu.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Kyungsoo mulai memegang laci kedua sebelum ia diam-diam memerhatikan Jongin yang masih sibuk di dapurnya. Merasa bahwa Jongin tidak menyadari tindakkannya, Kyungsoo mulai membuka perlahan laci itu. Penasaran dengan isi di dalam laci itu.
Ketika ia mulai menebak bahwa di dalam laci itu berisikan hal-hal yang mengerikan dan akan menakutinya. Tetapi setelah ia membuka lebih lebar laci itu, Kyungsoo hanya bisa mengeryit bingung mendapati bahwa di dalam sana hanya beriskan beberapa set peralatan makan seperti sendok dan sumpit.
"Apa ini, apa sehun bercanda?" tanyanya lebih kepada dirinya sendiri.
"Kau sedang apa?"
Kyungsoo teronjak ketika mendapati Jongin sudah berada di ruang tamunya dan tengah menyiapkan beberapa makanan di atas meja. Selagi Jongin belum memerhatikananya, Kyungsoo mulai mendorong kembali laci ditu di belakang tubuhnya.
"Hanya melihat-lihat," ucap Kyungsoo dan Jongin lantas menoleh kepadanya.
"Cantik bukan?" tanyanya tiba-tiba.
"Apa?"
"Foto yang ada di meja itu, dia cantik bukan?" tanya Jongin selagi ia kembali berjalan ke dapurnya untuk membawa dua gelas berisi air yang ia simpan kembali di atas meja.
Mengerti bahwa yang dibicarakan Jongin adalah foto Eunbin, Kyungsoo segera duduk dan tersenyum untuk melontarkan pujiannya.
"Ya, sangat cantik dan kurasa dari senyumannya, dia terlihat sangat ramah dan baik."
Jongin tersenyum tanpa berniat memerhtikan foto itu, "Ya, jika kau bertemu dengannya kau akan merasa nyaman. Dia adalah gadis yang sangat baik," ucapnya sera memberikan semangkuk nasi keapada Kyungsoo. "Tetapi sayangnya dia tidak ada lagi di dunia ini." Kyungsoo menatap Jongin yang masih tersenyum menatapnya.
Kyungsoo tahu bahwa Eunbi memang telah meninggal tetapi rasanya aneh melihat Jongin masih bisa setenang ini. Lagi-lagi Kyungsoo merasa khawatir, mengingat kembali bahwa sebenarnya Jongin tengah marah bukannya sedih tetapi kepada siapa? Jika memang Jongin marah kepada Eunbi tapi kenapa ia masih bisa tersenyum kali ini.
"Dia adalah mantan kekasihku, dia meninggal sekitar dua hari yang lalu karena sakit parah dan besok adalah hari pemakamannya."
Kyugsoo tertegun sesaat, ia masih memerhatikan Jongin yang kembali berdiri, "Aku lupa dengan sumpit dan sendoknya, aku terbiasa makan sendiri jadi tidak ada sumpit yang kusimpan di dapur."
Jongin berjalan menuju meja dan membuka laci yang sebelumnya Kyungsoo buka. Ia mengeluarkan sumpit dan sepasang sendok di dalam sana sebelum akhirnya kembali duduk dan memberikannya kepada Kyungsoo setelah ia mengelapnya dengan baik.
Kyungsoo masih memerhatikan itu. Bagaimana ia mengelap sepasang sumpit dan sendok itu sebelum akhirnya diberikan kepadanya. Kini bukan lagi rasa penasaran yang menghinggapi Kyungsoo, ia tidak peduli lagi dengan ucapan Sehun yang tentang isi dari dalam laci itu yang mmbuatnya khawatir. Saat ini Kyungsoo lebih peduli dengan perasaan Jongin.
Ketika Jongin akan menyuapkan nasinya, Kyungsoo lantas bertanya. "Kau akan datang besok?"
Jongin berhenti dan hanya menggeleng sebagai jawaban. Tidak ada jawaban lain yang terucap dari bibir Jongin karena setelah itu Jongin menikmati sarapannya dalam diam.
***
Apa itu cinta?
Bahkan Kyungsoo benar-benar tidak paham dengan arti cinta yang sebenarnya. Ia memang tidak merasakannya tetapi ia melihat bagaimana cinta bisa membuat orang tertawa karena bahagia dan menangis karena sedih. Tetapi bagaimana rasa cinta bisa membuat seorang Kim Jongin marah? Kepada siapa marah itu Jongin tunjukkan. Bahkan hingga sejauh ini Jongin masih menujukkan sikap seperti pada biasanya.
Kyungsoo memerhatikan dengan perasaan cemas ketika aura yang ditunjukkan Jongin semakin pekat dan gelap. Kyungsoo tahu sebenarnya Jongin merasa sedih akan tetapi amarahnnya telah melahap habis perasaan sedih itu.
Kembali pada misinya bahwa Kyungsoo harus membuat Kim Jongin bahagia. Satu-satunya cara adalah ia harus membuat Jongin menangis lantas melepaskannya.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Kyungsoo memberanikan diri untuk mendekati Jongin yang tengah mencuci beberapa piring dan alat makan yang tadi mereka gunakan untuk sarapan.
"Kim Jongin," panggil Kyungsoo dan Jongin berdeham menjawab panggilan itu tanpa menoleh. "Apa aku boleh bertanya sesuatu tentang Eunbi?"
Jongin berhenti, ia segera menoleh dan menatap Kyungso bingung. "Bagaimana kau tahu nama-"
"Aku tahu," jawab Kyungsoo singkat. "Aku hanya ingin bertanya kenapa kau marah?"
"Apa?" tanya Jongin semakin bingung. Kini ia telah berhenti dari pekerjaannya dan hanya memegang satu sumpit yang tengah ia cuci.
"Maaf aku sudah lancang bertanya kepadamu dan juga mengetahui nama Eunbi, aku juga tidak berniat mengikut campuri urusanmu kali ini tetapi aku hanya ingin bertanya kenapa kau terlihat marah?"
Sama sekali tidak ada jawaban dari bibir Jongin. Dibandingkan menghadap Kyungsoo, Jongin lebih memilih memunggungi Kyungsoo dan melanjutkan pekerjaannya. Tidak ingin menyerah, Kyungsoo kembali melaju selangkah dan melanjutkan perkataannya.
"Saat kau sakit kau mengigau dan memanggil nama Eunbi dalam tidurmu. Bahkan tanpa bertanya pun aku tahu bahwa foto yang ada di meja itu adalah Eunbi dan kau tidak bisa menyembunyikan apapun selain fakta bahwa kau begitu sangat mencintainya tapi kau malah melepaskannya," Kyungsoo mengambi jeda sejenak untuk memberi kesempatan Jongin untuk merespon ucapannya tetapi tetap sama, Jongin hanya diam. "Kenapa kau marah Jongin, kenapa? Kenapa kau merasa marah karena kehilangannya? Kepad siapa kau marah? Apa itu kepada Eunbi atau kepada Tuhan?"
Jongin melemparkan perlatan yang tengah dicucinya saat itu juga. Kyungsoo terlonjak sesaat tetapi Jongin hanya bisa menunduk dan menahan kedua tangannya tersimpan di washtafel.
"Bukan Eunbi, Eunbi tidak pantas untuk dibenci," bisiknya.
"Lalu apa itu-"
"Ya," jawab Jongin cepat membenarkan ucapan Kyungsoo selanjutnya. Ia berbalik dan menatap Kyungsoo. Tidak ada lagi tatapan ramah, kini Kyungsoo benar-benar bisa melihat tatapan kemarahan ada di matanya. "Ya, aku marah kepada Tuhan, aku marah kepada-Nya, aku marah karena Dia telah memberikan penderitaan ini kepada Eunbi."
Kyungsoo terkejut atas ucapan Jongin, ia tercenung menatap tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.
"Jika kau membutuhkan sebuah jawaban aku akan mengatakannya. Aku, aku bahkan tidak pernah peduli jika aku sakit ataupun menderita. Aku hanya tidak bisa melihat gadis yang begitu aku cintai menderita. Apa kau pernah tahu rasanya melihat seseorang yang kau cintai menderita? Apa kau tahu rasanya ketika harus mendengar dia menjerit dan menangis karena kesakitan tetapi kau bahkan tidak bisa melakukan apa-apa untuknya? Semua ini adalah salah Tuhan yang telah memberikan penderitaan ini kepada Eunbi. Dia tidak bersalah.. sama sekali tidak bersalah," ucapnya penuh penekanan.
Jongin berjalan menabrak bahu Kyungsoo begitu saja, berlalu meninggalkan Kyungsoo yang masih tidak paham kenapa Jongin bisa semarah ini. Ia berbalik lantas mengikuti kemana Jongin pergi. Kyungsoo marah, tentu saja. Bagaimana ia bisa tinggal diam ketika Kyungsoo membiarkan Jongin menyalahkan semuanya kepada yang telah memberikannya kehidupan? Itu salah besar.
"Kim Jongin, aku belum berhenti untuk bertanya kepadamu!" ucap Kyungsoo dan ini adalah kali pertama Kyungsoo berbicara begitu keras kepada Jongin.
"Tidak ada hal lain yang bisa aku jawab saat ini."
Hilang kendali atas kemarahannya, Kyungsoo mengarahkan jari telunjuknya ke arah meja lemari yang ada diruang tamu itu. Menggesernya dan menggulingkannya begitu saja tepat dihdapan Jongin membuat pria itu terkejut. Pria itu berhenti dengan bingung dan menoleh kepada Kyungsoo dengan tatapan tidak mengerti. Kyungsoo sama sekali tidak peduli dengan pikiran Jongin tentangnya kali ini tetapi saat ini Kyungsoo ingin meluruskan pemikiran Jongin yang salah terhadap kepergia Eunbi juga Tuhan.
"Kau menyalahkan Tuhan atas semua penderitaanmu, kau menyalahkan Tuhan karena telah membawa pergi Eunbi dari tanganmu, begitu?" tanya Kyungsoo penuh penekanan.
"Eunbi tidak-"
"Ya, ini semua karena Eunbi. Kau, sakit Eunbi, penderitaanmu dan juga kepergiannya. Apakah kau tidak berpikir bahwa sebenarnya kau marah kepada dirimu sendiri yang telah melepaskannya begitu saja dari tanganmu? Jika kau mencintaiya kenapa kau melepaskannya? Kenapa kau menyalahkan Tuhan ketika dirimu sendiri tidak memiliki kesempatan untuk bisa menjaganya. Pantaskah kau mengatakan dirimu mencintainya?"
Dengan marah, Jongin berjalan mendekati Kyungsoo. Ia mendorong tubuh gadis itu keras dan menekan leher Kyungsoo dengan tangannya ketika Kyungsoo hanya bisa merintih di dinding yang menahan tubuhnya agar bisa berdiri.
"Kau sadar dengan apa yang kau ucapan?" tanya Jongin marah.
"Kau bahkan tidak bisa menyakitiku karena kau masih memikirkan Eunbi saat ini."
Mendengar perkataan itu, Jongin semakin menekan tangannya di leher Kyungsoo. Semua itu tidak ada apa-apanya bagi Kyungsoo. Bahkan sekeras apapun Jongin berusaha mencekik lehernya, Kyungsoo bahkan sama sekali tidak bernapas. Ia tidak memiliki kehidupan di dalam raganya.
"Aku akan menebak sesuatu tentang Eunbi," bisik Kyungsoo. "Eunbi yang mengatakan bahwa kau harus bekerja dengan baik. Eunbi mengatakan bahwa kau harus melanjutkan hidupmu denga baik. Eunbi mengatakan kalau kau harus lebih banyak tersenyum. Eunbi mengatakan bahwa dia tidak ingin meihatmu menangis. Semua yang telah kau lakukan hingga saat ini, itu hanya untuk Eunbi bukan?"
Tekanan pada leher Kyungsoo mulai perlahan melonggar meskipun tatapan kemarahannya masih tergambar jelas di wajahnya.
"Aku tidak tahu apakah kau yang memutuskan hubungan ini atau Eunbi. Tetapi jika kau menyalahkan Tuhan tentang semua ini, kau salah. Kau telah salah melepaskan Eunbi dalam genggamanmu begitu saja. Kau telah melepaskan kesempatan untuk menemanimanya sampai akhir hidupnya. Kau hanya mencari hal-hal yang bisa kau salahkan, kau hanya mencari alasan agar kau tidak terlihat bersalah dalam kepergiannya. Bukan Eunbi yang menderita tetapi kau. Kaulah yang salah," lanjut Kyungsoo.
Saat itu juga cengkrama dari leher Kyungsoo terlepas. Gadis itu jatuh terduduk saat itu juga bersama Jongin yang langsung terkulai lemas. Jatuh diantara barang-barang yang berhamburan dari meja lemari yang terguling disampingnya.
Kyungsoo hanya diam melihat punggung Jongin. Melihat pria itu yang hanya diam dengan tatapan kosong memerhatikan bingkai foto Eunbi yang telah pecah. Kyungsoo mungkin akan mendapatkan kesulitan lain dalam tugasnya karena telah bicara terlalu banyak tentang opininya terhadap Eunbi. Tetapi Kyungsoo berharap bahwa apa yang diucapkannya dapat menyadarkan Jongin atas ucapannya beberapa saat yang lalu.
"Jongin, aku mohon.. jangan pernah memikirkan hal lain yang dapat merugikanmu. Eunbi tidak akan menyukai ini."
Jongin tertawa miris, ia menoleh kepada Kyungsoo. "Siapa dan apa yang merugikanku, tidak akan pernah ada yang peduli denganku."
"Aku," bisik Kyungsoo. "Aku menjanjikanmu sebuah kebahagiaan untukmu."
Jongin hanya diam menatap Kyungsoo. Sedangkan Kyungsoo hanya bisa menunggu apa respon Jongin terhadap ucapannya. Namun lagi-lagi ucapannya hanya diabaikan oleh Jongin. Pria itu sebaliknya berdiri untuk pergi. Namun sebelum Jongin bisa melangkah lebih jau lagi, Kyungsoo bangkit dan meraih lengan Jongin.
Tidak butuh hitungan detik hingga Jongin mendorong tubuh Kyungsoo menjauh dan menjatuhkan tubuhnya menabrak pada meja yang telah terguling tadi.
Sesuatu menekan keras punggung Kyungsoo ketika tubuhnya mendarat dengan keras menabrak meja itu. Ia terhenyak dan tanpa sadar menekan dadanya kuat-kuat. Rasa sakit menghinggap dengan cepat. Seluruh tubuhnya mendadak terasa mati rasa hanya karena rasa sakit yang ada di dadanya.
"Aghtt!" Kyungsoo tidak bisa lagi menahan teriakannya ketika ia tida bisa menahan rasa sakit yang mulai menyebar di sluruh tubuhnya. Ia jatuh begitu saja bersamaan dengan Jongin yang menoleh melihat keadaannya.
Dalam setengah kesadarannya, entah kenapa Kyungsoo sudah melihat Jongin berada di sampingnya. Ia bersimpuh di samping tubuh Kyungsoo dan menarik tubuh Kyungsoo dalam pangkuannya. Kyungsoo bahkan tdak bisa mendengar apa yang dapat Jongin ucapkan ketika rasa sakit telah mengambil alih seluruh tubuhnya.
Ia mencengkram kuat-kuat dadanya dan tanpa ia sadari bahwa kedua sayapnya telah muncul di balik punggungnya. Dalam pikirannya saat ini, ia sama sekali tidak memikirkan apapun selain tugasya, tentang kebahagian Jongin. Apakah ini namanya kematian? Malaikat seperti dirinya tidak akan pernah mati. Kyungsoo meyakini itu tetapi entah kenapa hal ini malah semakin membuatnya ketakutan. Sesuatu yang seharusnya ia lakukan sejak awal. Ia tidak ingin Jongin terus marah ataupun kesepian. Ia ingin membuat Kim Jongin bahagia. Jongin harus menemukan kebahagiaannya.
Ketika Kyungsoo mencoba membuka matanya, ia hanya melihat tatapan Jongin yang berubah panik dan juga terkejut Matanya membulat sempurna tetapi dekapannya masih belum menjauh dari tubuh Kyungsoo. Jongin masih memeluk bahunya kuat-kuat.
Lucu sekali, bahkan ditengah kondisinya seperti ini, Kyungsoo masih memikirkan Kim Jongin. Perasaan macam apa ini, ketika dadanya masih begitu sangat sakit, ia masih ingin tersenyum di hadapan wajah pria itu.
Tidak, Kyungsoo mengelak bahwa ia melakukan ini semua demi Kim Jongin. Ini demi tugasnya sebagai malaikat pengumpul hati. Ia harus menyelesaika tugasnya sehingga Jongin bisa melupakan perpisahannya dan hidup bahagia. Maka dari itu Kyungsoo mengulurkan sebelah tangannya yang tidak menekan dadanya di hadapan Jongin. Mata Jongin masih mengikuti pergerakan tangannya hingga akhirnya potongan hati berwarna merah itu muncul begitu saja di tangannya.
"Menangislah," bisik Kyungsoo di tengah tatapan terkejut Jongin.
"Menangsilah untuk dirimu sendiri dan akan kujanjikan seribu tahun kebahagiaan untukmu."
Kyungsoo menunggu, ia berharap bahwa Jongin akan menangis di atas potongan hatinya hingga akhirnya potongan hati itu menghilang. Ia benar-benar menjanjkan kebahagiaan itu untuk Jongin. Akan tetapi sebelum ia benar-benar melihat Jongin menangis, sepasang tangan menutup kedua mata Jongin dan menjauhkan tubuh pria itu dan jatuh di sisi lain ruangan. Jongin jatuh tak sadarkan diri saat itu juga bersaamaan dengan tubuh Kyungsoo yang ikut jatuh terlepas dalam dekapan Jongin.
Kyungsoo masih merasakan kesakitannya, bahkan ketika pandangannya telah bergantu dengan wajah Sehun yang kini telah mendekap tubuhnya erat.
"Kita harus segera pergi," ucapnya diikuti tatapan Kyungsoo yang mulai meredup. Gelap. Sunyi.
***
kebanyakan nonton drama dan akhirnya baper berkepanjangan. Oke, fokus dan lupakan😑
Ada kesalahan juga maintance sebenarnya jadi kenapa post sebelumnya kosong. secara gak sengaja juga aku salah menekan tombol publish ketika halaman menulisnya lagi buffering (gimana ya jelasinnya, karena ini kadang sering banget aku alami) Maaf sudah menunggu lama dan terima kasih masih menunggu cerita ini. Secara bertahap aku akan kembali melanjutkan cerita ini dan cerita selanjutnya.. 💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro