Bab 3
Bisa dibilang hari ini adalah hari terburuknya. Ya, memang setiap hari tidak pernah ada hari yang baik baginya tetapi kali ini Jongin benar-benar merasa kacau.
Jongin menyadari sendiri bahwa ia belum pulih untuk bisa bekerja. Selama seharian ia tidak bisa sedikitpun fokus untuk melakukan pekerjaannya. Alhasil ia melakukan beberapa kesalahan bahkan hingga yang paling fatal ketika ia salah mencantumkan judul yang berbeda dengan isi berita artikel itu sendiri.
Peringatan keras diterimanya, Jongin bisa saja mengeluhkan tentang keadaannya yang kurang sehat tetapi itu malah akan membuatnya terlihat tidak bertanggung jawab. Alhasil Jongin hanya bisa mengatakan permintaan maaf berkali-kali.
Tidak seperti biasanya, hari ini Jongin memilih untuk pulang lebih cepat. Ia sadar tentang kondisinya yang tidak bisa terus bertahan untuk bekerja, Jongin membutuhkan istirahat kali ini dan entah kenapa ia benar-benar merindukan rumahnya sekarang.
Ketika ia sampai di rumahnya, ia sedikit mengeryit ketika mendapati pintu rumahnya yang terbuka. Ia tertegun untuk beberapa saat mencoba mengingat bahwa ia telah mengunci pintunya sebelum ia berangkat bekerja. Ia merogoh setiap saku dari kemeja, jaket hingga celananya untuk mencari kunci rumahnya dan ia tidak menemukan apapun disana.
Jantungnya tiba-tiba berdetak cepat mengingat kemungkinan siapa yang telah memasuki rumahnya saat ini. Ia berjalan tergesa dan membuka pintu rumahnya lebar-lebar; mendapati seorang wanita dengan rambut hitam panjangnya tengah menyiapkan sesuatu di atas meja.
Jongin tercenung seketika dan melarikan tatapannya untuk meneliti lebih jauh siapa wanita ini sebelum akhirnya Jongin menyadari bahwa dia bukanlah seseorang yang Jongin harap ada disini.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya Jongin membuat gadis itu menoleh kepadanya seketika.
Jongin mendapati raut kegugupan tergambar jelas di wajahnya. Bahkan ia masih memegang semangkuk nasi di tangannya dengan erat.
Siapa yang menduga bahwa kurir susu dan koran itu bisa berada di dalam rumahnya. Dibandingkan rasa marah, entah kenpa Jongin tiba-tiba bernapas lega lantas tertawa untuk beberapa saat bersamaan dengan Kyungsoo yang menatapnya bingung. Sesuatu yang Jongin rasakan bahwa ia mengharapkan sosok yang tidak akan pernah ada lagi dalam hidupnya. Eunbi tidak mungkin kembali ke rumahnya, kembali kepadanya.
"Ma..maaf..," ucap Kyungsoo tergagap menghentikan kekehan Jongin yang terasa aneh baginya. "A.. Aku tidak bermaksud.."
"Tidak apa-apa, syukurlah itu hanya kau," jawab Jongin dengan santai seolah apa yang dilakukan Kyungsoo saat ini bukanlah tindakan kurang sopan.
Jongin menghentikan tawanya, sadar bahwa ia telah bersikap aneh kali ini. Bahkan ketika menyadari bahwa Kyungsoo masih mengernyit memerhatikan perubahan sikapnya. Tidak peduli dengan anggapan gadis itu, Jongin memilih masuk dan mendekati Kyungsoo yang baru bisa menyimpan semangkuk nasi yang dari tadi di tangannya. Dan itu juga tidak luput dari perhatian Jongin kali ini.
"Apa ada perayaan pesta atau apa?" tanya Jongin yang langsung duduk di meja makannya.
"Aku belum menjawab pertanyaanmu, apa kau tidak ingin tahu?" tanya Kyungsoo membuat Jongin mendongak dengan tatapan tak mengerti.
"Pertanyaan apa?"
"Kenapa aku bisa berada disini?"
"Oh..," hanya itu yang digumamkannya. "Aku melupakan kunci rumahku, mungkin," jawabnya yang terdengar acuh sebelum akhirnya ia menengadah seolah tengah memikirkan sesuatu. "Hm.. Ya, kurasa aku meninggalkannya."
Jongin sedikit tersenyum tidak terlalu memerdulikan tentang bagaimana Kyungsoo yang tengah terdiam menatapnya kali ini. Dibandingkan memperhatikannya, Jongin memilih mengalihkan perhatiannya pada makanan hangat yang sudah tersaji di hadapannya. Barulah kali ini ia mengernyit mendapati makanan tersebut seolah sudah benar-benar disiapkan untuknya.
Menyadari perhatian Jongin kali ini, Kyungsoo segera bicara sebelum Jongin kembali membuatnya tak bisa berkata-kata.
"Itu promosi restoran tempatku bekerja!" ucapnya yang terdengar terlalu berlebihan.
"Kau bekerja di restoran juga?" tanya Jongin dan Kyungsoo mengangguk cepat. Jongin terkekeh dan menatap penasaran sosok gadis yang ada di hadapannya kali ini. "Kau memiliki berapa pekerjaan sebenarnya?"
Jongin memerhatikan bagaimana gadis itu yang nampak tengah berpikir keras dan hal itu tiba-tiba mengundang tawanya. Antara lucu dan bentuk kekaguman.
"Kau benar-benar pekerja keras. Jadi apa semua ini harus kubayar?" tanya Jongin dan Kyungsoo hanya membalasnya dengan sebuah gelengan hingga akhirnya Jongin mengatakan baiklah.
Untuk beberapa saat Jongin memerhatikan makanan yang tersaji di depannya. Perasaan itu kembali lagi, sebuah bentuk perhatian dari seseorang yang selalu memedulikannya setiap saat. Dulu Eunbi selalu menyiapkan makanan untuknya dan kini ada gadis lain yang menyiapkannya. Itu seperti sebuah perasaan rindu hanya saja tidak dalam waktu yang tepat. Bahkan Jongin tidak peduli tentang bagaimana Kyungsoo bisa tiba-tiba berada disini, di dalam rumahnya, dengan makan-makanannya. Jongin sama sekali tidak marah, ia hanya marah karena kebodohannya sendiri untuk mengaharapkan Eunbi kembali dalam kehidupannya.
Sadar dengan pemikiran tidak masuk akalnya, Jongin memilih mengambil sendoknya untuk bersiap makan.
"Jadi kau tinggal dimana?" tanya Jongin tiba-tiba seraya menatap Kyungsoo yang seketika mengarahkan telunjuknya ke atas.
Tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Kyungsoo, Jongin hanya bisa mengernyit seraya menatap langit-langit rumahnya. Ia mencoba memahami arti dari gerak tubuh gadis ini sebelum akhirnya ia menyimpulkan sendiri atas jawaban Kyungsoo tadi.
"Kau menyewa di loteng juga?" tanya Jongin dan respon Kyungsoo hanya melotot. Hal itu justru membuat Jongin bingung. "Maksudku rumah sewa yang diatas, kupikir itu kosong ternyata kau yang mengisinya. Oh pantas saja kau bisa masuk ke rumahku tiba-tiba. Kenapa kau tidak bilang jika kita bertetangga?"
"Enng.. Ya," hanya itu yang dijawab Kyungsoo dan Jongin memaklumi itu. Lagipula Kyungsoo memang tidak pernah banyak bicara. Baru kali ini mereka berdua bercakap lama satu sama lainnya.
Kembali kemanakannannya, Jongin memilih langsung menyantap makanannya dengan tenang hingga akhirnya ia bicara kepada Kyungsoo dengan nada yang lembut tapi memakannya secara bersamaan.
"Aku tahu kau melakukan ini karena keadaanku sekarang tetapi aku bisa menjaga diriku dengan baik. Jadi, terima kasih. Akan kupastikan aku tidak akan merepotkanmu lain waktu."
***
Bagaimanapun, rencana hanyalah sebuah rencana yang seharusnya berjalan dengan baik. Tetapi kali ini Kyungsoo harus tinggal di sebuah rumah loteng yang berukuran tidak lebih dari delapan meter persegi—dengan dapur juga kamar mandi.
Kyungsoo tidak pernah tinggal atau menetap dala satu rumah, ia bisa tinggal dimana saja—dan tidur? Mereka tidak pernah merasakan hal itu. Pekerjaan mereka adalah menjaga, bahkan ketika manusia tengah terlelap dalam tidurnya.
Selepas pamit dari rumah Jongin, Kyungsoo memilih pergi untuk mencari keberadaan Sehun. Dia memang tidak bisa diandalkan, bahkan ketika dirinya tengah membutuhkan Sehun; dia masih tidak bisa ditemukan. Pada akhirnya Kyungsoo harus melakukan pekerjaannya sendiri selayaknya seorang manusia pada umumnya. Menyewa rumah sewa yang ada di loteng rumah Jongin. Uang muka? Kyungsoo tidak perlu menjelaskan darimana itu asalnya.
Kini disinilah ia berada. Di sebuah ruangan yang masih terlihat lapang karena tidak berisikan alat-alat rumah tangga seperti pada umumnya. Kyungsoo tengah duduk menyandar pada dinding rumahnya, menyadari betapa sulitnya pekerjaan yang tengah ia lakukan; atau mungkin bisa dibilang begitu sangat merepotkan.
Kim Jongin tidak seperti pria kebanyakan. Ia tidak tertarik kepada wanita manapun. Tidak pernah mengeluh bahkan marah karena keberadaan orang asing di rumahnya. Kyungsoo tidak yakin apa selama hidupnya Kim Jongin bisa marah? Bahkan untuk membayangkannya saja ia tidak bisa. Sudah hampir satu minggu dan Kyungsoo masih belum bisa membaca karakter pria itu. Hanya kata baik, baik, dan baik. Jauh lebih buruk bahwa Kim Jongin adalah pria yang terlalu baik di dunia ini.
Kyungsoo menumpu dagunya di atas lutut yang tengah ia peluk. Memejamkan matanya ketika sebuah senandung mengalun di kensunyian malam ini.
Bo-iji anado uri maju jwin du soni cham ttatteutajyo
Geudae jam mot deuneun bam naega du bol gamssajul geoyeyo
Lagu itu lagi. Jongin tengah menyenandungkan lagu yang pernah didengarkannya ketika dia berada di pedestrian jalan.
Mungkin ada baiknya Kyungsooo berpura-pura menjadi manusia dan tinggal disini. Mungkin dengan ini ia bisa tau lebih jauh tentang perasaan Kim Jongin sebenarnya. Perasaa yang begitu sangat ditutup rapat oleh dirinya sendiri. Dan lagu ini, satu dari sekian juta lagu di korea, kenapa ia selalu menyenandungkan lagu ini? Apakah ini lagu yang sering dinyanyikan dengan mantan kekasihnya? Sedikit demi sedikit hal itu memunculkan rasa penasaran Kyungsooo tentang siapa sosok Eunbi sebenarnya dan sejauh mana perasaan cinta itu mengikat Jongin begitu kuat hingga pria itu tidak bisa lepas dari itu.
Semakin lama lagu itu semakin lirih juga dinyanyikan, hal itu berdampak juga kepada Kyungsoo yang entah kenapa mulai merasakan kepedihan yang sama disana. Ia menyentuh dadanya perlahan mengingat bahwa jantung manusia terletak disana. Menebak apakah perasaan ini disebut kesedihan atau rasa iba.
Tiga puluh hari lagi dan Kyungsoo tidak bisa tinggal diam.
***
"Selamat pagi," ucap Kyungsoo membuat Jongin yang baru saja keluar dari rumahnya terlonjak terkejut.
Kyungsoo menggigit bibirnya malu karena telah mengejutkan Jongin, ia meminta maaf tetapi respon yang ditunjukan Jongin kali ini hanya tertawa.
"Aku terkejut kau bisa menyapaku sekarang," ucap Jongin disertai kekehannya. Meskipun Kyungsoo tidak paham dengan maksud Jongin kali ini, ia hanya bisa mengangguk kaku dan sedikit tersenyum akan hal itu. Manusia memang benar-benar aneh.
Kyungsoo menatap penampilan Jongin kali ini, sepagi ini biasanya dia telah siap dengan pakaian rapih untuh bekerja, tetapi yang dilihatnya hanyalah seoang Kim Jongin dengan kaos oblong dan celana selutut yang terkesan santai dikenakannya.
"Tidak bekerja?" tanya Kyungsoo dan Jongin menggeleng.
"Kurasa aku akan bolos saja hari ini," Jongin tersenyum dan Kyungsoo melotot mendengar hal itu.
"Bukankah itu tindakan tidak baik?" tanya Kyungsoo serius.
Jongin terdiam untuk beberapa saat mengamati respon Kyungsoo sebelum akhirnya ia kembali terkekeh melihat Kyungsoo yang masih memelototinya dengan ekpresi serius namun terliat menggemaskan.
"Apa kau tahu kau memiliki bola mata yang indah?"
"Apa?"
"Kau, jangan mentapku seperti itu. Aku tahu kau ingin pamer karena memiliki mata yang bulat seperti itu tetapi jangan lakukan hal seperti itu lagi. Orang-orang akan menyangka kau burung hantu nanti."
"Aku bukan burung hantu!" ucap Kyungsoo sebelum akhirnya ia tertegun menyadari apa yang dikatakan Jongin sebelumnya. Apakah menurut Jongin matanya benar-benar indah?
Lama terdiam, Jongin menekan bel sepeda Kyungsoo membuat gadis itu terlonjak. Jongin tertawa dan Kyungsoo hanya bisa diam, antara kesal dan malu. Jika Jongin adalah Sehun mungkin Kyungsoo akan membalasnya dngan pukulan bertubi-tubi.
"Sudahlah jangan marah aku hanya bercanda, kau sudah sarapan?"
Sarapan? Kyungsoo bahkan tidak pedui apakah ia harus makan atau tidak. Tetapi tidak mungkin juga ia menjawab kalau ia akan makan sesuai kemauannya. Itu terdengar aneh, jadi Kyungsoo menggeleng.
"Kalau begitu kita sarapan bersama saja, ayo!"
Tanpa persetujuan apapun, Jongin sudah berjalan terlebih dulu meninggalkan Kyungsoo yang masih tidak paham dengan ajakan Jongin kali ini. Bahkan ia masih termangu dengan sepedanya di depan rumah Jongin, menatap kepergian Jongin seperti manusia kebanyakan. Terlihat tidak ada masalah yang sedang dimiliknya, tentang kesehatannya, pekerjaannya bahkan dengan Eunbi. Wajar jika Kyungsoo kini mulai bisa menatap kagum Kim Jongin. Dia tidak seperti pria kebanyakan di dunia ini.
Mungkin ini adalah kesempatannya untuk bisa mengenal jauh Kim Jongin hingga ia tahu cara untuk bagaimana membahagiakan pria itu. Benar, ini adalah kesempatannya. Kyungsoo segera berlari kecil mengikuti Jongin dengan sepeda yang masih dintuntunnya. Perasaan antusias yang tidak penah ia rasakan sebelumnya.
***
Sarapan. Kyungsoo berpikir apa yang akan tersaji di meja mereka berdua akan berisikan beberapa jenis makanan sederhana, tetapi yang ada hanya kopi dan roti panggang. Satu piring roti panggang untuk Kyungsoo sendiri dan Jongin hanya meminum secangkir kopi hitamnya. Bagaimanapun kebiasaan Jongin untuk meminum kopi setiap pagi masih berlaku hingga saat ini.
Jujur saja itu membuat Kyungsoo tidak nyaman, sebelum Jongin memesannya justru Kyungsoo merekomendasikan agar Jongin meminum jus saja tetapi jawaban pria itu; ia tidak ingin sakit perut kerena meminum jus terlalu pagi. Kyungsoo berpikir bukankah itu sama saja dengan meminum kopi saat perut kosong?
Meskipun begitu Kyungsoo tidak ingin protes akan pilihan Jongin, Kyungsoo memilih diam menikmati roti panggangnya selagi memerhatikan Jongin yang tengah menepon seseorang dengan catatan kecil yang tengah ia tuliskan di bukunya. Bahkan ketika Jongin memilih untuk membolos, pria itu masih bisa memikirkan pekerjaannya.
"Tidak, kau cari saja di komputerku, ada beberapa file yang telah kusimpan dan kau tinggal mengeditnya saja. Kau ambil saja pekerjaanku itu," ucap Jongin dalam panggilannya dan Kyungsoo masih belum lepas memerhatikan hal itu bahkan ketika Jongin mulai mengarahkan beberapa poin tentang pekerjaan yang tidak dimengerti Kyungsoo.
Hampir sepuluh menit melakukan panggilan, Jongin memutuskan panggilannya dan baru meminum kopinya lagi yang mungkin telah sedikit dingin karena dibiarkan sebelumnya.
"Maaf, rekanku memang kadang selalu sulit diberitahu jadi butuh waktu lama untuk mengajarkannya lagi."
"Kau benar-benar bolos?" tanya Kyungsoo yang dibalas anggukan oleh Jongin. "Kenapa? Kau kan bisa mengambil waktu beristirahat karena sakit."
"Pekerjaanku tidak seperti itu Kyungsoo. Tidak akan ada hari libur bahkan ketika pegawainya sedang sakit."
"Apa ada pekerjaan seperti itu?" tanya Kyungsoo bingung memikirkan betapa kerasnya manusia untuk bekerja.
Jongin terkekeh mendengar pertanyaan Kyungsoo, "Lalu kau sendiri kenapa kau banyak melakukan pekerjaan. Bagaimana dengan hari liburnya?"
"Itu..," Kyungsoo mulai merasa gugup ketika Jongin menunggu jawabannya dengan serius. Sekarang Kyungsoo sendiri bingung harus mengatakan apa sebagai alasan dari pertanyaan Jongin barusan. Ia tidak pernah menebak bahwa pertanyaan sesederhana itu bisa sesulit ini untuk dijawab. Sebenarnya tidak terlalu sulit jika Kyungsoo memang benar-benar bekerja tetapi ini bukan seperti yang Jongin bayangkan. Kyungsoo hanya memainkan perannya.
"Apa menurutmu karena kau pekerja lepas jadi bisa mendapatkan libur semaumu?" tanya Jongin lagi dan Kyungsoo hanya bisa diam—selebihnya terlalu bingung untuk menjawabnya. Sebelum Kyungsoo mendapatkan jawaban yang tepat, Jongin kembali bicara. "Sepertinya menyenangkan bekerja paruh waktu sepertimu, terkadang orang-orang menganggap bahwa bekerja sepertiku itu terlihat nyaman, stabil dengan gajih pokok juga jam kerja yang sudah ditetapkan tapi sebenarnya tidak seperti itu. Sebenarnya itu seperti sebuah penjara."
Kyungsoo memerhatikan Jongin kali ini yang sedikit menunduk seraya mengusap perlahan gagang kopi yang ada di depannya.
"Aku bekerja sebagai seorang penulis konten dan itu tidak semudah apa yang orang pikirkan. Mereka mungkin menganggap aku hanya duduk dan menulis artikel saja tapi tidak seperti itu, banyak waktu yang kuhabiskan dan karena itu juga aku membuat seseorang jenuh dan memutuskan pergi meninggalkanku."
Kyungsoo menatap iris mata Jongin, mencari tahu apakah sosok seseorang yang dimaksud Jongin tadi adalah Eunbi, jika memang benar, secara perlahan Kyungsoo mulai menunggu Jongin untuk lebih terbuka tentang dirinya termasuk dengan Eunbi juga perpisahannya. Kyungsoo ingin tahu hingga akhirnya ia bisa mencari jalan untuk bisa membahagiakan Kim Jongin.
Selagi Jongin masih diam, dengan berani Kyungsoo bertanya. "Siapa?" tanyanya halus dan itu justru menimbulkan senyuman di bibir Jongin.
"Mantan kekasihku," jawabnya ringan seolah hal itu bukanlah fakta menyedihkan tentang dirinya. Anehnya Jongin masih bisa tersenyum seperti itu dan Kyungsoo belum bisa menjelaskan kenapa Jongin bisa menanggapinya dengan sesantai ini.
Kyungsoo muai bertanya-tanya apakah ada masalah dengan pekerjaannya kali ini. Membuat seorang Kim Jongin bahagia? Bagiamana caranya jika dia saja masih bisa tersenyum seperti itu menjawab dengan ringan mantan kekasihnya. Jika bukan karena retakan hati yang patah di sekeliling Jongin kali ini, Kyungsoo mungkin akan menganggap Jongin adalah pria biasa yang tidak memiliki beban masalah tentang kisah cintanya.
Lama Kyungsoo terdiam hanya untuk memikirkan hal itu, Jongin kembali bicara—bukan lagi kepada titik dimana ia pernah ditinggalkan oleh mantan kekasihnya.
"Menurutmu apa pekerjaan yang cocok untukku?" tanya Jongin dan Kyungsoo mengernyit mendapati pertanyaan itu.
"Kenapa?"
"Kurasa aku akan keluar saja dari pekerjaanku ini," jawabnya dan Jongin kembali terkekeh melihat ekpresi Kyungsoo yang terlihat sama seperti beberapa saat yang lalu sebelum mereka pergi ke cafe ini. "Kenapa kau selalu memasang ekpresi seperti itu?"
"Ah.. aku," Kyungsoo mulai salah tingkah, ia menggeleng perlahan lalu mulai mengendalikan lagi ekpresinya agar tidak terlihat lucu di depan Jongin; jika boleh jujur Kyungsoo tidak terlalu suka mendengar Jongin menertawakannya tetapi anehnya tawa itulah yang membuat Kyungsoo merasa nyaman untuk tinggal ama bersama Jongin kali ini. "Tidak bukan itu, jangan keluar dari pekerjaanmu," saran Kyungsoo.
Jongin menaikkan alisnya mendengar saran Kyungsoo, "Kenapa?"
"Banyak manusia mengeluh karena sulit mendapatkan pekerjaan."
Kedua alis Jongin saling tertaut tidak mengerti. Ia menumpu kedua lengannya menyila di atas meja, menatap Kyungsoo lekat. "Kau bicara seperti kau bukan manusia saja?"
Kyungsoo menutup mulutnya rapat lantas mengulumnya sekilas sebelum ia kembali bersuara. "Benarkah?"
Jongin terkekeh dan Kyungsoo bersyukur ketika Jongin menganggap ucapannya tadi hanya dianggap sebagai sebuah candaan saja. Terbukti ketika Jongin masih bisa tertawa seperti itu dihadapannya kali ini.
"Kau benar, mencari pekerjaan saat ini adalah hal yang sulit. Seharusnya aku melihatmu yang bahkan harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan pekerjaan tetapi dengan bodohnya aku saat ini malah memikirkan keluar dari pekerjaanku," Jongin menghela napas perlahan sebelum menyandarkan punggungnya dikursi yang tengah ia duduki seraya menatap jalanan yang mulai ramai oleh kendaraan. "Tetapi jika aku memang tidak lagi sanggup bekerja seperti ini, menjadi pengantar susu sepertimu saja kurasa tidak apa-apa."
Kyungsoo terdiam menatap Jongin kali ini—dugaan selanjutnya secara perlahan mulai menunjukkan kenyataannya. Kim Jongin mulai merasa jenuh dan putus asa.
***
"Kenapa perasaan manusia sulit sekali di tebak? Diam-diam dia terlihat bahagia tetapi di belakang sebenarnya dia mengeluhkan kehidupannya sendiri," Kyungsoo menghela napas panjang sesaat dan kembali mengingat semua keinginan Jongin yang disampaikannya pagi tadi. "Dia bilang dia ditinggalkan oleh mantan kekasihnya hanya karena pekerjaannya, dia bilang dia ingin keluar, dia bilang tidak apa-apa bekerja sebagai pengantar susu. Ya ampun, bagaimana bisa dia berpikiran sependek itu?"
"lalu?"
"Aku prihatin dengan keadaannya. Sebagai pria yang seharusnya cukup mapan di usianya, ia malah ingin melemparkan pekerjaannya lalu membuang dirinya sendiri sebagai pengantar susu. Banyak manusia mengeluh karena kesulitan mencari pekerjaan bahkan sampai ada yang bunuh diri dan sekarang dia mau melepaskan pekerjaan tetapnya?"
"lalu?"
Kyungsoo berdesis menatap tajam Sehun yang malah sibuk memainkan ponsel di tangannya. Malaikat macam apa dia yang bisa melakukan hal semaunya bahkan bisa bermain game di ponselnya? Sehun memang seniornya tapi apa karena hal itu dia bisa melakukan apapun sesukanya di depan juniornya saat ini, bukannya memberikan contoh baik; Sehun lebih seperti malaikat yang masa bodoh dengan apa yang pantas dan tidak dilakukan bagi kalangan mereka.
Kesal dengan hal itu Kyungsoo mengarahkan jarinya pada ponsel itu dan tanpa sentuhan apapun, melemparkannya begitu saja dari tangan sang pemilik, bahkan hingga membuangnya begitu saja dari rumah sewa Kyungsoo hingga jauh ke jalan.
Sehun sontak menatap ponselnya yang jatuh, tidak dapat dipastikan bahwa ponsel itu akan baik-baik saja—jelas Kyungsoo telah melemparkannya dari lantai dua. Sama kesalnya, Sehun menatap Kyungsoo yang dibalas teriakan kesal.
"Kau mendengarkanku atau tidak?!" teriak Kyungsoo.
"Ya Kyungsoo, dia ditinggalkan, ingin keluar dari pekerjaan, ingin menjadi pengantar susu, kau pikir aku tidak bisa mendengar itu?" Sehun bedecak lantas menyila lengannya.
"Kupikir kau tidak mendengarnya karena sibuk memainkan game itu," ejek Kyungsoo meskipun ada sedikit rasa penyesalan disana karena telah membuang ponsel Sehun begitu saja. "Maaf," gumamnya dan Sehun hanya menatapnya dalam diam.
"Aku hanya ingin bercerita dan aku membutuhkan seorang pendengar, tidak ada yang lebih mengerti diriku selain dirimu," lanjut Kyungsoo.
"Berhenti merayuku dan katakan saja apa yang ingin kau minta dariku?" tanya Sehun dingin.
Kyungsoo mengerjap tidak percaya bahwa Sehun bisa mengetahui apa tujuannya untuk memanggil Sehun kesini. Kyungsoo memang ingin bercerita tentang Jongin kepada Sehun tetapi disisi lain juga ia ingin mencari tahu lebih jauh tentang Jongin dari Sehun. Sehun yang memberikan tugas ini kepadanya dan ia mungkin tahu lebih jauh tentang masalah Jongin kali ini sehingga memutuskan Kyungsoo untuk membantu membuat pria itu bahagia.
Menghilangkan rasa kesalnya tadi, Kyungsoo langsung mendekat dan berdiri di samping Sehun dengan tatapan penuh harap.
"Apa benar gadis yang meinggalkan Jongin karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya itu adalah Eunbi? Apa gadis itu sejahat itu?"
Sehun menatap Kyungsoo lama sebelum akhirnya bicara, "Kenapa kau bertanya kepadaku? Ini adalah pekerjaanmu."
"Ya aku tahu, tapi aku kan belum tahu lebih jelas tentang masalah mereka, kupikir kau lebih jauh tahu dariku, ya kan, kau tahu? Kau tahu?"
"Kau sebaiknya mencari tahu sendiri, aku tidak memiliki kehendak membagi kisah pribadi manusia secara gamblang seperti ini."
Kyungsoo mengerucutkan bibirnya, "Ya, aku kan sedikit butuh bantuan, kau sendiri yang bilang Jongin tahu tentang keadaan kekasihnya sehingga ia rela ditinggalkan begitu saja tapi aku kan tidak tahu apa maksudnya."
"Itu sudah peraturannya," jawab Sehun tegas.
"Ya baik, aku mengerti."
"Apa?" tanya Sehun bingung.
"Kau memang tidak mau membantuku!" jawabnya dengan ketus.
Sehun kini mendesah, menatap Kyungsoo lekat-lekat ketika gadis itu mendelik ketika bersitatap dengannya. "Aku sendiri ingin bertanya sejauh mana kau telah melakukan tugasmu? Ini sudah berjalan satu minggu dan kau tidak melakukan apa-apa. Kau sendiri tahu apa resiko yang terjadi jika tugas ini gagal, entah itu kepadanya atau kepadamu."
"Aku tahu itu," desah Kyungsoo putus asa, "Aku hanya tidak tahu bagaimana caranya membuat Jongin bahagia." Kyungsoo terdiam sejenak ketika diam-diam ia kembali mendengarkan lagu yang selalu disenandungkan Jongin. Makin lama ia mendengarnya hal itu entah kenapa berakibat juga pada sesuatu yang ada di dalam dadanya. Seperti sebuah reaksi asing—mengikis secara perlahan yang membuatnya merasa sakit.
"Jongin terlalu baik," lanjut Kyungsoo setelah lama terdiam. "Dia bisa tersenyum, tertawa, memberi sapaan setiap saat dengan wajah yang begitu bersinar. Tetapi ada kalanya dia terlihat muram ketika sendirian. Dia seperti tidak memiliki emosi, bahkan hanya untuk marah karena keberadaan orang asing di dalam rumahnya. Apa karena itu, apa karena Jongin terlalu baik sehingga ia tidak mendapatkan kebahagiaannya? Jika aku bisa, ya aku memang harus bisa untuk membuatnya bahagia. Tersenyum atau tertawa seperti manusia pada umumnya. Jika dia terus bersikap seperti ini, orang-orang akan menganggapnya aneh."
Sebuah kekehan terdengar dan Kyungsoo menatap tajam Sehun yang tiba-tiba mengubah suasana seolah perkataannya adalah sebuah lelucon yang lucu.
"Apa yang lucu, aku serius!"
"Kenapa kau berpikir dia aneh hah?" tanya Sehun.
"Hey, apa kau pikir tidak aneh ketika orang asing masuk ke dalam rumahnya tetapi respon dia malah tertawa dan bukannya marah?" tanya Kyungsoo bersulut-sulut.
"Seharusnya kau bersyukur karena jika dia marah, dia mungkin tidak mau bertemu denganmu lagi, kau gagal dalam pekerjaanmu lalu dia tidak pernah bahagia."
"Ke—kenapa, kau—kau tahu?" tanya Kyungsoo dengan wajah bingung.
"Aku tahu orang asing yang masuk ke dalam rumahnya itu adalah kau kan?" kekeh Sehun. "Dasar ceroboh."
Kyungsoo mendengus dan kembali melemparkan tatapannya dari Sehun dengan kesal. Tidak menyangka bahwa Sehun juga tahu tentang perbuatan memalukannya kemarin malam.
Setelah Sehun mengendalikan kembali tawanya untuk diam, kini ia kembali bicara dengan serius lagi kepada Kyungsoo. "Sekarang begini, jika kau tahu tentang masa lalu Jongin dengan keasihnya, apa hal itu bisa membantumu untuk membuatnya benar-benar bahagia dengan cepat?"
"Akan kupastikan dia bahagia bahkan hingga melupakan mantan kekasihnya itu," jawab Kyungsoo bersungguh-sungguh. "Apapun caranya."
Sehun mengangguk dan ia bisa melihat kesungguhan terpancar di mata Kyungsoo ketika mereka beristatap. "Tapi aku hanya ingin mengingatkanmu untuk tidak terlibat jauh dalam kehidupan pribadinya bahkan membawanya sampai ke perasaanmu."
"Pe—perasaan?"
Sehun kembali mengangguk, "Aku memiliki firasat yang buruk."
Kyungsoo sempat ingin berbicara untuk bertanya lebih jauh apa perasaan dan perasaan buruk yang di maksud Sehun tetapi sebelum ia dapat melontarkan pertanyaannya Sehun kembali bicara.
"Nakas meja di ruang tamu laci kedua," ucap Sehun tiba-tiba dan Kyungsoo hanya bisa mengernyit untuk itu karena sebelum ia tahu lebih lanjut, pria itu telah lebih dulu menghilang meninggalkannya.
***
Author's note:
Lama tidak bertemu, dan mohon maaf baru bisa update lagi setelah sekian lama menghilang. Selain karena pekerjaan ada juga beberapa hal yang bikin aku stuck buat cari inpirasi dan lanjutin ff-ffku.
1. Writing block cuma mitos tetapi rasa males itu emang lebih nyata dengan situasi aku saat ini. Gak ada ide--mager--cari inspirasi--gak ketemu malah cari pelarian😭
2. Pelarian aku ketemu sama game Superstar smtown dan nonton drakor WYWS dan itu malah bikin aku mager dan sialnya malah bikin kecanduan😅😣
3. Kesibukan aku disini makin nambah jadi makin sulit buat nulis.
Aku gak bermaksud gantungin cerita ini dan belum juga sempet balas chat yang masuk karena aku sendiri gak mau ngejanjiin apapun jika aku sendiri belum bisa nepatin tepatnya kapan aku bisa update secepat dan seaktif dulu. Jadi maaf atas keterlambatannya, aku berusaha untuk tetap nulis yang baik untuk cerita ini juga untuk kalian.
Terakhir yang ingin aku sampaikan, untuk teman-teman aeris ayo bantu kerjasamanya juga sama kerris, cherries, jerries dan iris buat nge-vote exo🙏🙏🙏
Sampai jumpa kembali, salam blossom~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro