Bab 15
"Bos, sudah dua pekan sejak pengiriman terakhir dilakukan. Apa bos sudah berhenti memesan bahan baku dari Pak Choi?" tanya Yeri setelah jam kerja berakhir.
Jongin seketika terdiam, Yeri benar. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali menghubungi Pak Choi untuk memenuhi bahan baku untuk semua jenis kue-kue dan minumannya. Pak Choi adalah salah satu rekan kerja yang masih bertahan untuk bekerja sama dengan cafe ini saat masih ada di tangan Eunbi. Semua bahan baku entah dari terigu, gula, dan bahan pembuatan kue lainnya ia ambil dari Pak Choi.
Jika Yeri tidak mengingatkannya, mungkin Jongin akan benar-benar lupa dan akan tetap menunggu pengiriman yang secara tidak ia sadari mulai berhenti.
"Terakhir kali aku mendapatkan kabar darinya bahwa tokonya tutup karena putrinya mengadakan pernikahan. Aku lupa untuk bertanya kapan tokonya akan kembali beroperasi dengan normal," jelas Jongin.
"Aku lihat semua bahan hampir habis, kita harus segera mengisi stok sesegera mungkin."
"Aku takut bahwa ia masih sibuk, kurasa harus ada yang datang mengunjunginya besok. Itu akan--"
"Oh.. aku ada tes besok disekolah!" potong Yeri cepat membuat Jongin menghela napas.
"Cukup katakan aku tidak bisa, aku akan mengerti. Lagipula siapa yang ingin menyuruhmu?" tanya Jongin.
"Ya bisa saja kan. Bos kan yang selalu menyuruhku. Kecuali..," tatapan Yeri beralih kepada Kyungsoo yang tengah mengangkat kursi-kursi kosong ke atas meja sendirian. "Selain dia kekasihmu, Kyungsoo juga pegawaimu bos. Kau memiliki lebih dari satu pegawai sekarang."
"Kau pikir dia bisa diandalkan?" tanya Jongin ketika secara tidak sengaja gadis itu malah menggulingkan meja yang hendak ia naikkan kursinya. Sepertinya, kecerobohan Kyungsoo tidak sepenuhnya menghilang. Jongin menghela napas panjang. "Mau bagaimana lagi, aku akan berangkat besok pagi."
"Ajak Kyungsoo juga!" sela Yeri membuat Jongin mengernyit. "Setidaknya dia harus mulai belajar untuk membantu pekerjaanmu bukan, tidak hanya menyajikan pesanan dan membereskan kursi dan meja saja."
Ide yang bagus. Itu berarti ia harus lebih berusaha lagi untuk bersabar menyikapi sikap Kyungsoo yang terkadang tidak terduga.
***
"Yak, bos! Tunggu aku," teriak Kyungsoo yang berusaha mengimbangi langkah Jongin di tengah padatnya pengunjung pasar.
Jongin sedikit menoleh untuk melihat Kyungsoo yang tertinggal jauh di belakangnya. Ia berhenti untuk menunggu Kyungsoo mendekat.
"Aku kan baru pertama kali kesini, bagaimana jika aku tersesat," protesnya lagi ketika telah tiba dimana Jongin berdiri.
"Aku tidak terkejut mendengar bila kau baru pertama kali kesini, tapi setidaknya janganlah bersikap manja. Ayo," ucapnya seraya menuntun tangan Kyungsoo kali ini.
Mereka berjalan bersama namun Kyungsoo masih mengerucutkan bibirnya. "Manja apa? Aku sama sekali tidak mengerti."
Dibandingkan menjawabnya, Jongin memilih untuk diam dan masih menuntun Kyungsoo berjalan melewati beberapa kerumunan di pasar yang cukup ramai.
"Kenapa kita harus kesini, kalau berbelanja kita bisa ke supermarket," ucap Kyungsoo lagi.
"Kau mau belajar bisnisku?" tanya Jongin membuat Kyungsoo mengangguk. "Maka kau harus tahu dimana aku bisa mendapatkan bahan baku untuk semua kue yang kubuat."
"Aku masih bingung," ucap Kyungsoo. Nyatanya ia memang sama sekali tidak tahu kemana arah pembicaraan Jongin. Sebenarnya tugasnya disini hanya untuk membahagiakan Jongin bukan tentang bisnisnya. Ia berbohong untuk ingin tahu hanya sekedar memberi kepercayaan kepada Jongin bahwa ia bisa membantunya.
Setelah cukup jauh berjalan ke dalam pasar, akhirnya mereka berdua sampai di sebuah toko yang cukup sibuk dengan beberapa orang yang hilir mudik keluar masuk pintu utama toko itu. Jongin melepaskan tangannya dan mengajak Kyungsoo masuk. Dia melangkah lebih dulu sedangkan Kyungsoo masih memutar pandangannya pada keadaan toko yang sangat sibuk ini.
Mungkin karena terlalu lama memerhatikan keadaan toko yang dikunjunginya, ia tidak tahu bahwa Jongin kini tengah bercakap dengan seorang pria paruh baya. Panggilan Jongin membuat Kyungsoo menoleh untuk mencari keberadaan pria itu, dan disanalah ia melihat pria paruh baya itu tengah tersenyum dengan tatapan ramah dari balik kacamata yang hanya bertengger di pangkal hidungnya.
Kyungsoo menghampirinya dan langsung memperkenalkan dirinya.
"Aku Kyungsoo," sapanya dan pria paruh baya itu mengangguk.
"Pegawai barumu?" tanya pria itu kepada Jongin.
"Ya," balasnya singkat.
"Aku juga kekasih Jongin," timpal Kyungsoo lagi membuat pria itu mengernyit heran. Sedangkan Kyungsoo hanya tersenyum kepada Jongin ketika dia hanya memutar bola matanya setengah malas.
"Ya, dia kekasihku," jawab Jongin lagi membenarkan dan Kyungsoo semakin tersenyum bangga dengan pengakuan itu. "Ya sudah, aku kesini hanya untuk menanyakan bahan baku yang belum datang," lanjutnya cepat untuk mengalihkan pembicaraan terhadap Kyungsoo. Cepat setelah itu akhirnya pria paruh baya itu mengajak Jongin untuk berbincangan tentang perlengkapan bahan baku kue kuenya.
Kyungsoo sendiri memilih untuk menunggu di sisi lain karena takut mengganggu pembicaraan mereka. Kyungsoo tahu ia memang pengacau, ia tidak ingin mengacaukan usaha Jongin lagipula ia memang belum mengerti apa-apa. Jongin memang mengajaknya untuk belajar jadi Kyungsoo memilih untuk mencari tahu sendiri apa saja yang ada di toko ini.
Beberapa karung terigu, bahan-bahan kue yang berderet di lemari, telur-telur yang tertumpuk dengan rapi ditambah kesibukan beberapa pegawai yang melayani pembeli. Jika dibandingkan dengan pekerjaannya di cafe Jongin. Toko ini jauh lebih sibuk dan Kyungsoo berpikir, mustahil jika ia hidup sebagai manusia dan bekerja seperti ini. Haruskah ia mengatakan bahwa dirinya sangat beruntung?
Langkah Kyungsoo membawanya untuk keluar toko, semakin penasaran dengan kehidupan manusia yang baru beberapa minggu ini ia jalani. Memerhatikan bagaimana setiap orang berlalu lalang dengan kesibukannya. Dari para orang tua hingga anak-anak, semua tidak luput dari perhatian Kyungsoo. Inilah kehidupan manusia yang sebenarnya. Bersosialisasi satu sama lainnya.
Pandangannya tak sengaja tertuju pada sebuah kios buah yang memajangkan beberapa buah-buahan segar disana. Tidak, bukan buah-buahan itu yang menarik perhatiannya. Matanya tertuju pada seorang pria dengan pakaian lusuh dengan handuk kecil diantara bahunya. Pria itu mengangkat sedikit topinya membuat Kyungsoo dapat melihat jelas wajah itu.
Sehun.
Kyungsoo terperangah lantas segera berlari untuk menghampiri keberadaan pria itu. Seolah menyadari keberadaan Kyungsoo. Sehun hanya diam dan menatap gadis itu hingga ia kini berada di hadapan Sehun.
"Sedang apa kau disini?" tanya Kyungsoo setengah kesal.
"Kenapa? Tidak suka aku berada disini?" balas Sehun ketus.
"Kau selalu muncul dimanapun," keluh Kyungsoo. "Kau sengaja mengikuti aku dan Jongin kan?"
"Jika memang iya, kenapa?"
Kyungsoo berdesis, "kau cemburu kan?"
"Kenapa aku harus cemburu?"
"Karena kau menyukai Jongin," balasnya dengan lugu dan Sehun seketika melotot untuk itu.
"Kau pikir aku menyukai Kim Jongin? Hei Kyungsoo.. kau gila ya?"
"Aku tidak gila, aku manusia."
"Tapi kau--," Sehun sedikit berdesis. "Lupakan saja, sia-sia aku bicara padamu."
"Nyatanya kau bicara kepadaku sekarang!"
"Maksudku bicara yang tidak dapat kau mengerti. Sadarkah kau bahwa kini kau telah terlibat terlalu jauh dalam kehidupan manusia ini?"
"Aku memang manusia, lalu apanya yang salah," tanya Kyungsoo tak menerima.
"Itu karena perasaanmu," timpal Sehun. "Seharusnya aku tidak mengatakan ini kepadamu, tapi aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa kau menjadi manusia untuk segera menyelesaikan tugasmu. Jelas bukan aku yang menyukai Jongin, sebaliknya itu adalah dirimu."
"Aku kan memang--"
"Ya, kau memang menyukainya. Benar-benar menyukainya. Sudah berapa kali aku bilang bahwa kau menyukainya seperti seorang manusia."
"Aku memang manusia," ucapnya tak ingin kalah.
"Dan kau pikir kau akan selamanya menjadi manusia?" jawab Sehun dengan cepat membuat Kyungsoo seketika terdiam. "Kau pikir kau akan hidup selamanya dan lalu hidup bahagia bersama Jongin, begitu?"
Kyungsoo termangu mendengar ucapan Sehun. Mendengarnya seketika membuat Kyungsoo merasakan sebuah kesakitan. Entah pada bagian mana tetapi rasanya ia tidak bisa memercayai ucapan Sehun. Ia lantas menunduk dan menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tidak mungkin," paraunya.
Kyungsoo seketika terkejut ketika tangannya telah memangku sebuah semangka berukuran besar. Merasa bingung ia mendongak dan menemukan Sehun telah berada di hadapannya. Pakaiannya telah berganti dengan pakaian yang biasa ia lihat sebelumnya.
"Aku ingin kau segera berpikir Kyungsoo atau kau yang akan menanggung resikonya," ucap Sehun sebelum akhirnya menghilang begitu saja.
Kyungsoo belum sempat memanggil ketika tiba-tiba bahunya ditepuk perlahan oleh seseorang di belakang ia terlalu terkejut dan bersikap terlalu berlebihan ketika Jongin bicara kepadanya.
"Sedang apa kau disini?" tanya Jongin dan Kyungsoo hanya bisa memutar pandangannya mencari sosok Sehun. "Kau mencari seseorang?" tanya Jongin lagi dengan kening mengernyit.
Kyungsoo menoleh lalu segera menggeleng.
Pandangan Jongin kini tertuju pada buah semangka yang ada dalam pangkuannya.
"Kau membeli ini?" tanya Jongin.
"Seseorang yang memberiku."
"Siapa?"
Namun Kyungsoo tidak tahu harus menjawab apa. Maka dari itu ia segera menanyakan apa urusan Jongin telah selesai. Setelah pria itu mengangguk, Kyungsoo segera mengajak Jongin untuk pulang. Perasaannya begitu berkecamuk hari ini. Ia tidak dapat menjelaskan apa yang dirasakannya setelah Sehun mengatakan hal demikian.
Apa ia benar-benar tidak bisa hidup bahagia bersama Jongin selamanya? Ini tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
***
Jongin mulai membuka buah semangka yang didapatkan Kyungsoo, entah darimana. Jongin ingin bertanya kembali tetapi melihat keadaan Kyungsoo yang terus diam selama perjalanan pulang mereka, Jongin memilih bungkam.
"Ini akan sangat terasa segar jika kita memakannya siang nanti tapi tidak ada salahnya kita mencoba sekarang kan?" ucap Jongin seraya menggeser potongan semangka kepada Kyungsoo.
Namun Kyungsoo masih sama, tetap diam dengan tatapan kosong.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jongin membuat gadis itu mendongak menatapnya. "Ada sesuatu yang terjadi di pasar tadi?"
Kyungsoo menunduk lantas menggeleng. Ia tidak mengatakan apapun selain meraih semangkanya lantas mulai menyantapnya perlahan.
Jongin melipat lengannya di atas meja. Menatap sikap Kyungsoo yang jauh berbeda dari biasanya. Dia terlihat lebih pendiam dan tidak banyak bicara seperti biasanya. Itu yang membuatnya sedikit khawatir. Meskipun rasanya sedikit aneh.
"Jika kau memikirkan sesuatu, bicaralah kepadaku," ucap Jongin.
"Aku memang sedang berpikir," bisik Kyungsoo, ia mendongak dan menatap Jongin. Entah kenapa Jongin melihat raut wajah yang berbeda nampak dari tatapan gadis itu. "Apa aku akan selamanya bisa bersamamu?"
Jongin terdiam, ia sedikit mengernyitkan keningnya. "Apa yang kau bicarakan?"
"Aku sedang berpikir apakah kita akan selamanya bisa bersamamu," ulangnya kembali dengan ucapan yang jauh lirih dari sebelumnya.
Jongin mengernyit namun tak lama ia seketika tertawa. "Aku akan sangat senang jika kau tidak disini, kau tidak akan mengangguku lagi."
Jongin menganggap itu sebagai sebuah candaan lalu tapi sepertinya Kyungsoo terlalu mengambil hati ucapan Jongin tadi.
"Seperti itu ya," lirihnya kepada lebih pada dirinya sendiri. Gadis itu segera berdiri lalu mulai membereskan buah semangka yang belum sepenuhnya mereka santap.
Jongin hendak menghentikkannya namun ia hanya bisa diam ketika mengingat kembali bahwa ucapannya tadi tidak jauh berbeda dengan ucapannya dulu kepada Eunbi. Apa itu berarti Jongin telah menyakitinya juga?
***
Hari ini terasa lebih lambat. Tidak banyak hal yang terjadi selain melayani beberapa pelanggan seperti biasanya. Yeri tidak masuk hari ini karena tes yang diadakan di sekolahnya sehingga kini Kyungsoo yang mengambil semua pekerjaan Yeri.
Seharian ia hanya diam, berpikir tentang semua yang dikatakan Sehun. Entah sejak kapan ucapannya telah menjadi beban pikirannya. Setiap kali ia melihat Jongin saat itu juga Kyungsoo akan merenung tentang apa yang dilakukannya.
Apakah ini benar atau salah?
Ucapan Sehun yang mengatakan bahwa Kyungsoo telah benar-benar menyukainya membuat ia sendiri bingung. Ia hanya ingin Jongin bahagia tetapi secara tidak langsung; Kyungsoo bahkan tidak bisa hidup selamanya dengan Jongin.
Itu masih terlalu bias dalam penglihatannya. Kyungsoo harus benar-benar meyakinkan dirinya bahwa semua yang Sehun katakan adalah benar. Maka dari itu ketika cafe tutup, Kyungsoo bergegas untuk pulang. Hanya sebuah pamit yang lantas menggiringnya pergi ketika Jongin memanggilnya untuk menanyakan keadaannya.
Disaat seperti ini bahkan Kyungsoo tidak bisa berpikir dengan Jernih. Ia hanya takut melakukan kesalahan sehingga ia segera memanggil ayahnya untuk menjemputnya secepat mungkin.
Minseok tidak datang menjemputnya melainkan seorang sopir yang datang. Pada akhirnya Kyungsoo harus kembali diam dan menunggu hingga semua pertanyaannya dapat tersampaikan kepada sang ayah.
Mobil itu baru saja tiba dan Kyungsoo bergegas keluar dari mobil, berlari cepat melewati beberapa pelayan yang terkejut dengan kedatangan Kyungsoo yang tiba-tiba. Namun Minseok? Seperti biasanya, ia hanya tersenyum ramah dan menyapa kehadiran Kyungsoo.
"Kau terlihat terburu-buru," ucap Minseok melihat Kyungoo yang terengah-engah.
Kyungsoo lantas duduk ketika Minseok menariknya untuk duduk disisinya.
"Ada apa?" tanya Minseok khawatir ketika melihat gadis itu merubah mimik wajahnya. Tidak ada lagi keceriaan seperti biasanya.
"Ayah," ucapnya. Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya Kyungsoo melanjutkan ucapannya. "Apakah.. apakah aku tidak akan bisa bersama Jongin selamanya?"
Ekspresi Minseok seketika berubah. Wajah tenangnya berganti menjadi raut penuh kepalsuan. Entah kenapa tiba-tiba saja Kyungsoo merasa takut.
"Itu benar?" bisiknya.
"Siapa yang mengatakan itu kepadamu?"
"Sehun," jawabnya lemah. "Aku tidak bisa bersama Jongin selamanya itu berarti aku tidak akan pernah membahagiakannya."
Minseok diam, ia tidak menjawab apapun dan Kyungsoo semakin merasa sedih bahwa ucapan Sehun ternyata benar. Ia menunduk hampir menangis mengetahuinya.
"Dia akan bahagia," bisik Minseok seraya mengusap halus bahu Kyungsoo.
Gadis itu segera mendongak tidak mengerti.
"Apapun yang terjadi, Jongin akan bahagia."
Kyungsoo mengernyit. Meskipun ia tahu bahwa Minseok kini tengah menenangkannya. Entah kenapa ucapannya sama sekali tidak memengaruhi perasaannya. Justru itu malah semakin membuat Kyungsoo bingung.
"Ayah, apa kau tengah berbohong kali ini?" ucapnya, "bagaimana Jongin bahagia jika aku bahkan tidak ada di sisinya."
"Kenyataannya kau memang tidak ada," jawab Minseok saat itu juga membuat Kyungsoo seketika bungkam. "Kau sepenuhnya bukanlah manusia. Kau tahu dan kau menyadari itu."
"Tapi aku tetap--"
"Kau tidak terlahir sebagai manusia seperti Jongin ataupun orang-orang di rumah ini. Kau seperti aku."
"Apa maksudmu?" bisiknya masih tidak menerima pernyataan Minseok.
"Kyungsoo, kau tahu.. sejak awal bahwa kau tinggal di dunia untuk menjaga manusia. Kau mengumpulkan hati orang-orang untuk bisa menyembuhkan luka hatinya. Kau adalah seorang malaikat dan kau melakukan kesalahan dalam tugasmu maka dari itu kau menjadi manusia. Sama sepertiku. Kau harus menyelesaikan tugasmu."
"Sehun dan sekarang kau, kenapa kalian terus mengatakan hal ini kepadaku?"
"Karena ini adalah tugasmu," ucap Minseok tegas. "Dengar Kyungsoo, mungkin itu sebuah kesalahan telah memaksamu untuk berhubungan dengan Jongin tapi aku tidak tahu bagaimana perasaanmu kepadanya. Aku hanya ingin menyadarkanmu bahwa kau harus segera menyelesaikan tugasmu ini sebelum semuanya berlanjut lebih jauh lagi."
"Kau yang mengatakan aku harus membuatnya bahagia!" teriak Kyungsoo seketika. "Aku mana mungkin bisa membuatnya bahagia jika kalian mengatakan bahwa aku tidak akan terus bersamanya."
"Kau tidak boleh egois seperti itu Kyungsoo," ucap Minseok berusaha menenangkan gadis itu.
"Tidak, kalian yang tidak mengerti. Aku tahu apa yang akan membuat Jongin bahagia dan aku tidak akan meninggalkannya hingga dia benar-benar bahagia." Kyungsoo berbalik untuk pergi.
"Peduli atau tidak jika dia bahagia kau akan tetap mati!" balas Minseok keras membuat Kyungsoo berhenti lalu menoleh kepada Minseok.
Minseok menghela napasnya sesaat, ia melangkah mendekati Kyungsoo lantas mengusap kedua bahunya untuk menenangkan kemarahan Kyungsoo.
"Ketika Jongin membuka hatinya kembali, ketika Jongin mulai menemukan kembali kebahagiannya. Separuh hatinya yang ada pada dirimu akan hancur. Itu satu-satunya cara untuk membuatnya bahagia. Seperti yang kau tahu, dia harus bisa menangis dan melepaskan semua kesedihannya. Hingga semua itu terjadi, kau akan mati."
"Lalu bagaimana Jongin, aku.."
"Jongin akan melupakan semuanya. Dia akan melupakanmu."
Kyungsoo membuka bibirnya. Bersiap untuk beradu argumen kembali namun entah kenapa, lidahnya terasa Kelu untuk berucap. Ia ingin sekali mengatakan bahwa semua yang dikatakan Minseok tidak benar, ia tidak akan meninggalkannya, bahkan mati.
Maka dari itu, ia memilih berjalan, melepaskan lengan Minseok yang berada di bahunya perlahan lalu berlalu pergi.
Rasa sakit di dadanya kembali ia rasakan. Itu begitu sangat menyesakkan dan Kyungsoo benar-benar tidak mengerti ketika air matanya menetes sebelum akhirnya menangis sesampainya ia di kamar.
***
Selama dua hari ini Kyungsoo tidak masuk kerja. Ponselnya terus berbunyi selama dua hari dan tidak ada satupun yang Kyungsoo tanggapi. Bahkan pesan yang terus bermunculan pun sama sekali tidak Kyungsoo baca.
Jongin menelponnya. Itu hanya sekali kemarin dan tidak ada lagi panggilan yang masuk dari pria itu.
Haruskah Kyungsoo merasa bersyukur karena Jongin tidak mengganggunya atau merasa sedih karena tidak menghubunginya. Selama dua hari ini juga ia mengurung diri di kamar, menonton drama kesukaan Yeri dan mulai menyadari bahwa sebenarnya ia mulai merasa kesepian.
Ia membutuhkan seseorang, ia membutuhkan Jongin namun kenyataan bahwa ia akan mati membuatnya berpikir untuk tidak terlalu berlebihan dengannya. Kehidupannya menjadi manusia bukanlah sebuah keberuntungan melainkan sebuah pengorbanan.
"Kyungsoo, makanlah."
Itu Minseok. Pria itu terus mengetuk pintu kamarnya sejak tadi siang. Memintanya untuk keluar atau sekedar makan. Kyungsoo terus mengunci pintu kamarnya dan tak membiarkan seorang pelayan masuk untuk membawakannya makanan.
"Ini sudah malam dan sejak kemarin kau masih belum makan," sahut Minseok kembali di luar kamarnya.
Kyungsoo menghela napas tanpa mengalihkan perhatiannya dari drama yang tengah ia tonton.
"Aku malas, nanti saja," timpal Kyungsoo seadanya.
"Kau ingin terus seperti ini? Kau ingin membuatku marah kali ini?"
Kyungsoo tidak tahu apa Minseok bisa marah kepadanya tetapi membayangkannya entah kenapa membuat Kyungsoo bergidik seketika.
"Aku tidak ingin membuatmu marah."
"Kalau begitu keluar sekarang dan makanlah, setelah itu kau bisa kembali diam di dalam kamarmu."
Mau bagaimana lagi. Kyungsoo tidak bisa menolak perintah Minseok. Lagipula ia tidak bisa terus membohongi dirinya sendiri bahwa ia memang lapar. Hanya saja rasa malas dan egonya lebih tinggi sekedar untuk melangkahkan kakinya meninggalkan kamarnya sendiri.
Kyungsoo bangkit dan sedikit merapikan penampilannya. Lantas ia membuka pintu dan menemukan wajah Minseok yang tengah menatapnya dengan cemas.
Pria itu menyentuh kening Kyungsoo namun dengan cepat Kyungsoo menepisnya.
"Kau sakit?" tanya Minseok terdengar khawatir.
"Sakit apa, tidak," elaknya namun itu kenyataannya. Kyungsoo merasa ia memang baik-baik saja.
"Ya sudah, sekarang kita ke ruang makan. Kita makan malam bersama."
Kyungsoo hanya mengangguk selagi Minseok menggandengnya menuju ruang makan. Setengah malas Kyungsoo berjalan. Ia tidak peduli penampilannya sendiri bahkan ketika para pelayan tiba-tiba datang dan mencoba menyentuh rambutnya bahkan hingga merapihkan pakaiannya yang kusut.
Ini aneh dan terlihat tidak biasa. Kyungsoo memberingsut mundur dan bersembunyi di balik tubuh Minseok ketika para pelayan itu masih berusaha untuk memperbaiki penampilannya.
"Ayah, kenapa mereka ini, bisakah kau menyuruh mereka diam?" ucap Kyungsoo.
Namun pria itu malah terkekeh membuat Kyungsoo sedikit menyesal kenapa ia harus menuruti perintah Minseok.
Sesampainya di ruang makan Kyungsoo segera berlari menjauh dari para pelayan yang sedari tadi mengikutinya. Memilih segera duduk untuk menghindari mereka, terlalu sibuk hingga akhirnya ia tidak menyadari bahwa seseorang telah berdiri di sebrang mejanya. Menyambutnya dengan senyuman kikuk.
Kyungsoo ternganga melihat keberadaan Jongin. Bukan hanya dirumahnya melainkan benar-benar ada di hadapannya.
Kyungsoo telah membulatkan tekadnya untuk tidak melihat Jongin sementara waktu tapi apa ini?
Kyungsoo segera mengalihkan tatapan tajamnya kepada Minseok namun pria itu malah tersenyum dan bersikap seolah ia tidak melakukan apapun.
Ini tidak benar, Kyungsoo harus pergi. Ia baru saja akan beranjak ketika Minseok segera menginterupsinya untuk menyambut keberadaan Jongin.
"Kita kedatangan tamu kali ini dan sebaiknya kita makan bersama, benarkan sayangku?" tanya Minseok.
Alih-alih tersenyum. Kyungsoo hanya bisa memberenggut kesal. Ia duduk dengan tidak nyaman dan hanya sesekali melirik keberadaan Jongin yang kini tengah menatapnya.
Kyungsoo tertegun sejenak, melihat tatapan pria itu yang terlihat berbeda dari biasanya. Entah kenapa tetapi itu sedikit melunakkan hati Kyungsoo seketika. Pria itu tersenyum tipis kepadanya dan hal lain yang dapat Kyungsoo simpulkan adalah bahwa dua hari ini ia menghindar, saat itu pula Kyungsoo merindukannya.
***
"Kau marah kepadaku?" tanya Jongin tiba-tiba.
Jongin masih berada di rumahnya. Dia disini bersama Kyungsoo di ruang tamu tanpa keberadaan Minseok dengan alasan ada pekerjaan yang harus ia segera selesaikan dan ayahnya itu meminta Kyungsoo untuk menemani Jongin. Ide yang bagus dimana Kyungsoo tidak bisa lagi untuk berbohong.
"Kenapa aku harus marah?" bisik Kyungsoo seraya merapikan rambutnya. Mungkin ini alasan kenapa para pelayan itu terus membuntutinya. Kekasihnya datang dan Kyungsoo malah berpenampilan berantakan seperti ini.
Mencoba mengalihkan pembicaraan, Kyungsoo segera bertanya akan keberadaan Jongin yang berada di rumahnya.
"Kenapa kau disini?" tanya Kyungsoo. "Kau tahu rumahku?"
"Aku datang untuk membayar sebagian hutangku dan mereka mengatakan bahwa ayahmu memintaku untuk datang ke rumahmu."
"Benarkah?" tanya Kyungsoo tak yakin.
"Kenapa aku harus berbohong," bisiknya. "Lagipula kau sama sekali tidak ada kabar selama dua hari belakangan ini. Aku hanya ingin memastikan juga bahwa kau baik-baik saja," lanjutnya membuat Kyungsoo mendongak dan menemukan Jongin yang begitu lembut kepadanya. "Dan aku bersyukur kau baik-baik saja."
Kyungsoo tertegun, apakah ia harus merasa senang atau merasa sedih kali ini. Tentu saja Kyungsoo merasa senang mengetahui bahwa pria itu mengkhawatirkan keadaanya. Tapi bagaimana ia bisa menyembunyikan rasa sedihnya ketika Kyungsoo kembali teringat bahwa ia tidak bisa bersama Jongin selamanya.
Ia terlalu cengeng untuk mengatasi masalahnya sendiri, pada akhirnya ia kembali menangis dan itu membuat Jongin panik.
"Kyungsoo, kau kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?"
Kyungsoo menggeleng. "Aku takut jika kau terus seperti ini. Kau selalu baik kepadaku, bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu?"
Itu kenyataannya. Kim Jongin selalu bersikap baik kepadanya, entah dulu ataupun sekarang. Mungkin Jongin tidak akan pernah peduli, siapa dirinya sebenarnya. Atau jika Jongin tahu bahwa dia bukanlah manusia, pria itu akan masih tetap baik kepadanya?
Sebuah rengkuhan didapatkan Kyungsoo. Jongin memeluknya. Entah berapa kali Jongin memeluknya ketika ia menangis seperti ini dan Kyungsoo semakin terisak.
"Maaf jika perkataanku mungkin menyinggungmu. Aku tidak bermaksud seperti itu," ucapnya. "Aku telah kehilangan seseorang yang aku sayangi satu kali. Aku tidak ingin itu terjadi untuk kedua kalinya bersamamu."
Kyungsoo tersentuh, ia menggenggam semakin erat lengan Jongin yang memeluknya dan tidak berhenti menangis.
"Kita akan terus bersama, akan kupastikan itu," bisik Jongin kembali seraya mengusap halus rambut Kyungsoo. Memberikan sebuah ketenangan di tengah tangisannya yang menyakitkan.
Kini Kyungsoo mulai menyadari satu hal. Mungkin ada sedikit alasan kenapa Kyungsoo harus berakhir dengan sebuah kematian. Kyungsoo lah yang harus berkorban dan Kyungsoo juga yang harus merasakan apa itu sebuah perpisahan. Jongin tidak akan mengalami ini untuk kedua kalinya. Jongin akan bahagia. Lagipula Jongin akan melupakannya.
Tapi.
Itu tidak adil.
***
Aku berpikir buat cerita Rated suatu hari nanti. Tapi wattpad gak bisa bikin private story lagi. Gimana dong?😂😂
Nice day~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro