Bab 14
Kencan?
Itu adalah sesuatu yang tidak pernah terlintas dibenak Kyungsoo. Tentu saja, ia tidak mengerti apa itu kencan sebenarnya. Jika menurut Yeri bahwa Jongin mengajaknya pergi untuk berkencan. Tetapi bagi Kyungsoo itu malah bertolak belakang dengan pikirannya. Pria mana yang mengajak seorang gadis berkencan dengan terus diam selama diperjalanannya? Kyungsoo pikir Jongin benar-benar marah dan inilah saatnya untuk ia meminta maaf.
"Maafkan aku," lirihnya namun langkah Jongin tetap melaju didepannya seolah perkataannya hanyalah sebuah angin lalu.
Tidak ingin menyerah, ia bicara kembali secara berulang. "Maafkan aku, maafkan aku. Jongin maaf, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Jongin aku minta--" duk.
Kyungsoo mendongak untuk melihat bahwa Jongin telah berbalik, berdiri diam menatapnya. Seharusnya Kyungsoo kembali mengucapkan permintaan maafnya akan tetapi ia hanya bisa menelan ludahnya sendiri saat ini. Bungkam ketika sepasang mata itu menatapnya lekat.
"Kau diam, ini bukan yang aku ingin bicarakan," jawab Jongin sebelum berjalan kembali.
Mau tak mau Kyungsoo mengikuti langkah kaki pria itu. Ya, Kyungsoo kini memilih untuk diam. Mencari aman daripada membuat Jongin kembali marah kepadanya. Ia tidak tahu kemana arah tujuan pria ini sebelum akhirnya ia baru mendapati bahwa kini mereka telah memasuki sebuah kedai kopi.
Kyungsoo hanya mengikuti Jongin ketika pria itu memesan pesanannya. Ia hanya menunduk bingung kenapa Jongin harus membawanya kesini.
"Kau menyukai kopi?" tanya Jongin seketika membuat Kyungsoo kembali mendongak. Dengan ragu Kyungsoo mengangguk sebelum akhirnya Jongin kembali memesankan pesanannya.
Selama mereka menunggu pesanannya, Jongin sama sekali tidak bicara kepadanya. Jangankan bicara, menatapnya pun sepertinya enggan ia lakukan. Hal itu malah semakin membuat pikiran Kyungsoo kalut dengan beberapa pertanyaan menakutkan. Apakah Jongin memang sangat marah kepadanya? Apa Jongin kini mulai mengabaikannya? Atau mungkin Jongin membencinya kali ini? Tidak ada satupun jawaban dan ia hanya bisa kembali mengekor Jongin ketika dia telah mendapatkan pesanannya.
Mereka duduk di sebuah meja yang terletak paling sudut di cafe ini. Dengan canggung Kyungsoo hanya bisa meremas tasnya sendiri sebelum akhirnya tertegun ketika ia mendapati Jongin menggeser secangkir kopi kepadanya.
"Aku berpikir kau menyukai manis jadi aku memberikan banyak gula untuk minimanmu," ucapnya.
"Terima kasih," balas Kyungsoo namun ia malah mendapati Jongin menggeleng dan itu malah membuatnya bingung.
"Kau tidak kesal hanya karena aku membuatkan pesananmu dengan kira-kira?"
Kyungsoo mengernyit tidak paham. "Maksudmu?"
"Bagaimana jika Aku berbohong dan mengatakan bahwa kopi itu tidak kutambahkan gula sedikitpun?"
"Itu pasti pahit, aku membencinya."
Jongin menyila kedua lengannya di atas meja. Tubuhnya condong ke depan untuk menatap lekat sekali lagi Kyungsoo.
"Kini kau paham?" tanya Jongin. "Semua orang itu tidak sama. Kau harus bertanya apa yang mereka suka dan apa yang tidak. Jangan bertingkah sok tahu seolah kau yang paling mengerti dalam segala hal."
Nada bicara Jongin memang halus tetapi dibalik itu semua entah kenapa Kyungsoo kini kembali bisa merasakan kemarahan disana. Ia terdiam untuk merenungi perbuatannya ketika mulai mengerti apa yang tengah Jongin bahas kali ini. Tentu saja tentang kejadian yang terjadi di cafe siang tadi.
"Aku mengerti, maafkan aku," cicit Kyungsoo.
Jongin menjauhkan tubuhnya. Menghela napas panjang tanpa melepaskan tatapannya dari Kyungsoo.
"Aku tidak ingin bersikap seperti ini lagi kepadamu. Jadi jangan pernah membuatku kesal, terlebih jika itu menyangkut tentang cafeku."
Kyungsoo menunduk. Tentu saja. Cafe itu adalah segalanya. Eunbi adalah cinta sejati bagi Jongin tentu cafe itu akan diperlakukan sama oleh Jongin. Kyungsoo ingin sekali berkomentar tetapi entah kenapa Kyungsoo berpikir itu akan memperburuk hubungan mereka. Dan ia tidak menyukai itu.
Dibalik rasa ketidaksukaannya yang entah datang darimana, Kyungsoo mengangguk lantas bergumam. "Aku mengerti, maafkan aku," tanpa sedikitpun berani menatap sepasang mata Jongin.
"Kini kau marah kepadaku?" tanya Jongin tiba-tiba dan Kyungsoo hanya menggeleng.
"Hei.." panggil Jongin kembali dan itu malah semakin membuat Kyungsoo kesal. Ia memiliki nama dan Jongin masih memanggilnya seperti itu.
Kyungsoo terus menunduk bahkan terkadang melemparkan tatapannya sembarang arah. Kemanapun itu asal jangan Jongin. Mungkin Kyungsoo tidak menyadari bahwa ia kini tengah merajuk tetapi Jongin, ia bisa melihatnya dengan sangat jelas.
Maka dari itu Jongin menggeser kursinya untuk duduk lebih dekat disamping Kyungsoo. Jongin hanya diam memerhatikannya ketika gadis itu masih berusaha keras untuk tidak menatapnya.
"Kyungsoo," panggilnya kini dengan halus. "Maafkan aku."
Kyungsoo kembali tertegun. Kini ia berhasil untuk membalas tatapan Jongin dan ia merasakan jantungnya berdebar ketika melihat sepasang mata itu kini beralih menatapnya dengan lembut.
"Jika kau yang marah, aku tidak tahu apalagi yang harus aku lakukan untuk bisa memertahankanmu."
Apa Kyungsoo tidak salah dengar? Ia tidak paham dengan apa yang dikatakan Jongin jadi ia hanya bisa diam menatap mata Jongin yang entah kenapa malah membuatnya terasa menyedihkan.
"Aku bisa saja memintamu untuk keluar dari cafeku, tidak bekerja lagi bahkan hingga tidak bisa kembali bertemu denganku. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Kau telah berjanji kepadaku untuk bisa membahagiakanku. Jangan terus bersikap seperti ini. Bisakah kau sedikit ramah kepadaku?"
"Aku selalu bersikap ramah kepadamu setiap hari tetapi kau yang malah mengabaikanku," balas Kyungsoo. "Kau yang selalu marah kepadaku, kau selalu bersikap bahwa aku tidak terlalu penting untukmu dan kau tidak pernah peduli kepadaku."
Entah darimana keberanian itu muncul yang jelas Kyungsoo kini bisa sedikit merasa lega atas ucapannya kepada Jongin yang selama ini hanya bisa ia rasakan dan pendam. Ia memang selalu cengeng dalam beberapa hal. Bahkan rasanya ia ingin menangis saat ini. Ia memang sangat lemah.
"Kau hanya tidak tahu saja bagaimana rasanya diacuhkan seperti ini. Aku telah melakukan segala cara untuk membuatmu bahagia tetapi tidak ada satupun yang dapat kau terima," Kyungsoo mengusak air matanya yang tiba-tiba jatuh lantas kembali melanjutkan ucapannya. "Aku bahkan tidak yakin apa kau akan mencintaiku suatu saat nanti," ucapnya dengan lirih. Ucapan itu meluncur begitu saja dari bibirnya dan Kyungsoo berdehem ketika menyadari omong kosong apa yang telah diucapkannya.
"Berhentilah menangis, aku mohon," bisik Kyungsoo namun gadis itu masih terus saja mengusap air matanya. Semakin sering ia mengusapnya semakin banyak juga air mata yang terus berlomba turun dari matanya. "Semua orang akan menatapmu jika kau terus menangis."
Ucapan Jongin malah semakin membuat Kyungsoo menangis keras. "Kau lihat, kau hanya memperdulikan mereka daripada aku," ucapnya setengah kesal dan kini mereka benar-benar seperti sepasang kekasih sungguhan yang tengah bertengkar. "Kau tidak pernah peduli kepadaku, bahkan ketika wanita itu menyiram minumannya kewajahku. Kau sama sekali tidak peduli," isaknya.
"Kyungsoo.." bujuknya tetapi rasanya Kyungsoo tidak ingin mendengarkan Jongin kali ini. Kyungsoo terus bicara bahkan menangis tanpa henti hingga akhirnya ia bisa diam ketika sebelah tangan Jongin menarik bahunya mendekat. Membuat tubuh Kyungsoo bersandar di sisi tubuh Jongin ketika pria itu mulai memeluknya.
"Aku tahu aku bukan pria yang baik," ucapnya membuat Kyungsoo bungkam. Lengannya mengusap halus rambut Kyungsoo seolah menenangkannya untuk bisa menghentikan tangisannya. "Maka dari itu aku minta maaf."
Kyungsoo masih terisak kecil dan disaat yang bersamaan pula Jongin masih mengusap rambutnya. Sesekali berpindah ke punggungnya dan mengusak rambutnya halus. Jongin terus diam, menunggu hingga Kyungsoo bisa menghentikan tangisannya.
Bagi Kyungsoo, ini adalah kali pertama ia merasa begitu diperhatikan oleh Jongin. Dan kekesalannya bisa sedikit mencair hanya dengan perlakuan lembut Jongin seperti ini. Kyungsoo mulai sedikit menghentikan tangisannya namun Jongin masih tidak berhenti menghentikan tangannya untuk mengusap rambut Kyungsoo.
Sebuah perasaan nyaman yang membuat Kyungsoo enggan untuk menjauh. Bahkan ketika ia merasakan beberapa kecupan lembut di kepalanya. Entah itu memang benar atau hanya khayalannya tetapi Kyungsoo benar-benar tidak ingin semua ini cepat berakhir. Kyungsoo menyukainya. Benar-benar menyukainya.
***
Mereka pergi setelah menghabiskan waktu beberapa saat di kedai kopi. Tidak untuk menikmati kopinya melainkan sebagian besar waktunga digunakan untuk menangkan Kyungsoo dari tangisan.
Sudah menjelang malam dan Jongin seharusnya mengantar Kyungsoo untuk pulang. Dia memang tahu tidak tahu dimana rumah Kyungsoo tapi ia tahu dimana ia harus menunggu hingga ayahnya menjemput Kyungsoo pulang. Halte.
"Kau harus cepat pulang kurasa," ucap Jongin yang berjalan disampingnya. "Kita bisa menunggu di halte dibandingkan terlambat."
"Aku ingin ayahku menungguku saja dibandingkan aku harus menunggunya."
"Kenapa begitu?"
"Biar dia juga tahu bagaimana rasanya menunggu," decaknya dengan sebal. "Aku saja selalu menunggunya kenapa dia tidak bisa?"
Jongin menghela napas. "Kau selalu seperti ini kepada ayahmu sendiri?"
Kyungsoo mengangkat bahunya acuh. "Terkadang, ya.. dia memang menyebalkan tapi aku menyayanginya sebagai seorang ayah."
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Hanya berjalan beriringan satu sama lain. Disaat musim panas, banyak orang yang akan memilih untuk berjalan keluar. Dan mungkin mereka salah satunya. Suasana yang ramai tak lantas membuat Jongin maupun Kyungsoo merasa sendirian. Terkadang mereka akan berhenti sejenak untuk menonton aksi dari para musisi jalan sebelum akhirnya kembali berjalan bersama.
"Lalu kemana kau ingin pergi sekarang?"
Kyungsoo menatap Jongin bingung. "Kenapa kau bertanya kepadaku?"
"Kau yang bilang ingin membuat ayahmu menunggu. Kupikir saat ini kau hanya ingin pergi berjalan-jalan saja."
"Ini sebuah kencan?" tanya Kyungsoo.
"Kencan, apa maksudmu?"
"Yeri mengatakan kau mengajakku pergi untuk berkencan."
"Aku sama sekali tidak mengajakmu berkencan," jawabnya enteng.
"Lalu kenapa kau mengajakku pergi?"
"Aku hanya ingin membicarakan masalah kita di tempat lain dan tidak di cafeku. Yeri selalu ikut campur dan aku tidak ingin dia banyak bicara dan membelamu. Meksipun pada akhirnya kau malah menangis."
"Aku hanya kesal," bisik Kyungsoo.
"Kepadaku?" tanya Jongin dengan menatap mata Kyungsoo lekat namun gadis itu tak berani menjawabnya. "Aku ingin mengatakan ini kepadamu dan kau harus mengingatnya. Aku tidak suka melihat orang lain menangis. Jadi jangan pernah menangis lagi di hadapanku. Kau paham itu?"
Kyungsoo mengangguk. "Aku paham."
"Lain kali aku akan mengajakmu berkencan jika itu memang yang kau mau," ucap Jongin lagi.
"Kapan itu?"
"Jika aku ada waktu dan memiliki hari libur."
Kyungsoo mengernyit mencoba memahami perkataan Jongin. "Kau bekerja setiap hari, jadi kapan kau akan libur?"
Jongin berdeham tanpa menjawab pertanyaan Kyungsoo. Ia terus berjalan namun berbeda dengan Kyungsoo yang menghentikan langkahnya. Baru setelah beberapa langkah Jongin berjalan, ia menyadari bahwa Kyungsoo tidak mengikutinya. Ia menoleh dan menatap Kyungsoo bingung.
"Kenapa?"
"Kau pasti berbohong kan? Kau sama sekali tidak akan pernah mengajakku berkencan seperti orang lain."
Jongin menghela napas, melangkah mendekati Kyungsoo. "Jangan merajuk lagi. Jika kau menangis aku akan meninggalkanmu."
"Ya sudah pergi saja. Aku bisa pulang sendiri," balasnya sedikit kesal.
Sekali lagi Jongin menghela napas, "baiklah aku berjanji akan mengajakmu berkencan. Tidak tahu kapan tapi jika aku memiliki waktu aku akan mengajakmu pergi. Apa itu cukup?"
"Kau berjanji?"
"Ya, aku janji. Jadi ayo pergi, kita masih memiliki waktu sebentar untuk berjalan-jalan."
Jongin mengulurkan sebelah tangannya kepada Kyungsoo. Sebuah ajakan yang belum pernah Kyungsoo dapatkan sebelumnya dari Jongin. Sedikit ia menatap Jongin sesaat, setelah ia pikir bahwa Jongin tidak ragu dengan apa yang dilakukannya saat ini. Kyungsoo membalas uluran tangan Jongin sebelum akhirnya ia menggenggam telapak tangan itu. Tidak kalah erat dari genggaman Jongin kepadanya.
Untuk kali pertama, mereka berjalan bersama. Tidak, bukan hanya sekedar berjalan. Untuk kali pertama mereka saling berjalan dan tangan yang saling bertautan satu sama lain.
"Kau tahu Jongin, sebentar lagi aku akan mendapatkan ponsel baru."
"Aku tidak peduli itu," balasnya acuh.
"Terserah. Aku akan bahagia jika aku akan segera mendapatkannya," ucap Kyungsoo berlanjut dengan percakapan mereka yang kini mulai mengalir tanpa kecanggungan yang selalu menjadi penghalang mereka berdua.
***
Kyungsoo tidak main-main dengan ucapannya. Atau mungkin Minseok karena keesokan harinya ia benar-benar mendapatkan sebuah ponsel baru. Sesaat setelah mereka menyelesaikan sarapan, Minseok memberikan ponsel itu kepada Kyungsoo. Kyungsoo begitu sangat bahagia saat itu.
Ponsel itu telah lengkap dengan semua yang pastinya akan Kyungsoo butuhkan. Dengan tambahan case warna putih yang begitu cantik dengan gambar sepasang sayap disana.
Gadis itu tak henti-hentinya melompat bahagia. Minseok tersenyum memerhatikan itu seolah ia benar-benar bangga telah membuat Kyungsoo bahagia kali ini.
"Hei.. berhentilah melompat-lompat seperti itu. Aku tidak akan memberikan ponsel itu dua kali jika kau merusaknya sekarang," ucap Minseok mengingatkan.
"Tenang saja, aku bisa menjaganya. Apa aku bisa menghubungimu mulai sekarang? Ohh ya.. aku bisa menghubungi Jongin juga. Ohh kamera.. aku bisa memotret apapun yang Kusuka sekarang," Kyungsoo terkikik. "Sehun tidak bisa sombong sekarang karena aku juga punya ponsel. Oh ya.. apa aku bisa menghubunginya juga? Aku akan menghubunginya seka--."
"Sayangnya kau tidak bisa," Porong Minseok tiba-tiba. "Kau sendiri tahu kan kalau kalian sekarang sudah berbeda."
"Aku tidak bisa?" tanya Kyungsoo sedikit kecewa.
Dengan menyesal Minseok mengangguk. Merasa tidak enak melihat bagaimana Kyungsoo yang nampak kecewa dengan hal itu. Namun tidak lama, Kyungsoo mengangkat bahunya acuh seraya tersenyum.
"Yasudah, itu bagus. Jika aku bisa menghubunginya pun, dia yang akan terus menggangguku. Lagipula dia kan dia selalu cemburu kepadaku," decaknya kesal. "Oh.. sungguh aku tidak percaya dengan apa yang ayah katakan waktu itu. Aku tidak menyangka Sehun bisa menyukai Jongin," ucapnya lagi dengan mata yang masih terpaku pada layar ponsel barunya dan tangan lainnya yang menenteng tasnya untuk pergi.
Minseok seketika mengernyit mendengar ucapan tak terduga Kyungsoo. "Eh apa?!"
Namun sebelum Minseok bisa menjelaskan maksud perkataannya Tempo hari, Kyungsoo telah berlalu pergi untuk segera berangkat bekerja. Minseok menghela napas panjang, ia pikir Kyungsoo telah benar-benar pintar dengan akal manusianya tetapi ternyata tidak. Kyungsoo masih terlalu lugu untuk hal-hal rumit yang seharusnya dia pahami.
***
"Jongin.. Kim Jongin!" teriaknya pagi-pagi ketika ia baru saja memasuki cafe. Ia tahu Jongin telah datang namun terkejut ketika mendapati Yeri juga telah berada disini.
"Heii.. hei tenanglah, aku baru mengepelnya tadi dan kau sekarang malah menginjaknya," potong Yeri.
Kyungsoo sedikit terkikik. "Maaf, aku terlalu bersemangat."
"Bersemangat untuk menemui kekasihmu, oh ya ampun.. kenapa pagi-pagi sekali aku harus melihat drama," balasnya seraya melanjutkan kegiatan mengepelnya. "Kebetulan dia belum datang, maksudmu ya kau tahu sendiri kemarin aku yang memegang kuncinya. Makanya aku datang, untung haru ini hari Minggu. Memangnya ada apa?"
Kyungsoo tersenyum, ia berjalan mendekat dan menunjukkan ponsel barunya kepada Yeri. "Lihatlah, aku memiliki ponsel sekarang."
Tadinya Yeri tampak tak berminat namun ketika ia melihat ponsel milik Kyungsoo, Yeri seketika ternganga dan mengambil ponsel itu dari tangan Kyungsoo untuk melihatnya lebih jelas.
"Wahh.. ini ponsel yang baru saja rilis kemarin, bagaimana bisa kau mendapatkannya secepat ini?"
Kyungsoo menggeleng, "aku tidak tahu, ayahku yang memberikannya."
Yeri mengangguk dan tentu saja ia tidak perlu heran bagaimana Kyungsoo bisa mendapatkan ponsel mahal ini dengan mudah. Kyungsoo adalah keluarga yang kaya raya, tidak heran jika ia mungkin menjadi salah satu orang pertama yang memiliki ponsel canggih ini.
"Tapi emmm.. Yeri. Ini kali pertama ku memiliki ponsel. Kau bisa mengajariku?" tanya Kyungsoo ragu.
"Kau benar-benar tidak tahu cara menggunakannya?" tanya Yeri tidak habis pikir dan Kyungsoo menggeleng untuk itu. "Baiklah itu mudah.. ayo duduk disini. Aku bisa mengajarimu. Dan aku juga akan menyimpan kontakku disini, ya mungkin suatu hari nanti kau akan membutuhkannya."
Kyungsoo mengangguk bahagia. Mereka duduk bersama, memerhatikan ketika Yeri mulai menjelaskan satu persatu fitur yang ada di ponsel itu. Namun sepertinya disini hanya Yeri yang selalu tampak kagum dengan apa yang ada pada ponsel Kyungsoo. Sedangkan gadis itu hanya memahaminya dengan sungguh-sungguh. Bahkan Yeri mencoba fitur kamera yang menurutnya sangat bagus. Mereka berfoto bersamaan, dan tentunya dengan pose canggung bagi Kyungsoo. Yeri berkomentar bahwa Kyungsoo terlalu kaku entah untuk bergaya atau tersenyum makanya mereka berulangkali mengulang untuk berfoto.
Disaat itu juga Jongin datang bersama Sungwoon. Kedatangan mereka menginterupsi keduanya untuk menghentikan kegiatan mereka. Awalnya Kyungsoo merasa takut, Yeri dan Kyungsoo telah lama berdiam diri tanpa melakukan pekerjaan sedikitpun namun nampaknya itu bukan masalah ketika Yeri berdiri dan menarik Jongin untuk duduk di samping Kyungsoo.
"Aku akan memotretmu dengan bos," kikik Yeri yang segera mengambil posisi untuk memotret mereka berdua.
Jongin yang bingung hanya bisa mengernyit menatap Kyungsoo lalu Yeri. "Hei.. apa maksudmu?"
"Kyungsoo memiliki ponsel baru. Tentu saja harus ada foto kalian berdua disini. Ayo ayo.. tersenyumlah."
Dengan canggung Kyungsoo hanya duduk diam di kursinya. Begitupun dengan Jongin yang nampak bingung. Namun sepertinya Yeri tampak tak puas dengan apa yang dilihatnya kali ini.
"Hei bos.. kalian berdua masih bertengkar ya? Kenapa kalian cuma dia seperti itu. Mendekatlah dan tersenyum ke arah kamera," titah Yeri dan Sungwoon yang masih berdiri di samping Yeri hanya bisa terkikik melihat sahabatnya yang harus dikerjai oleh sang adik.
"Yeri benar, Kau ini seperti seorang gadis saja Jongin," kekeh Sungwoon yang langsung dibalas tatapan tajam Jongin. "Lihatlah, rangkul dia seperti ini," ucap Sungwoon kembali mengarahkan. Ia merangkul bahu Yeri sebagai contoh.
"Dan juga Kyungsoo, kau juga harus melakukan ini," jawab Yeri terkikik sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Kyungsoo.
Merasa dipermainkan Jongin hanya bisa mendesis kepada kedua kakak beradik itu yang malah sama-sama terkekeh. Oh, dia akan membalas mereka suatu hari nanti. Namun tidak ada pilihan lain, Jongin sama sekali tidak bisa menghindar lagi, jika ia menolak, Yeri akan semakin pemerintahnya. Maka dari itu dengan ragu ia menyimpan lengannya dibelakang tubuh Kyungsoo. Memilih menyimpan lengannya di kursi Kyungsoo karena terlalu canggung untuk begitu sangat dekat dengan Kyungsoo, terlalu bingung padahal kemarin ialah yang memulai kontak tubuh dengan Kyungsoo dengan memeluknya ketika gadis itu menangis.
Sedangkan Kyungsoo sendiri hanya bisa diam dengan jantung yang berdebar, perasaan itu kembali lagi dan ia mulai menuruti perintah Yeri untuk menyandarkan sedikit kepalanya di bahu Jongin. Tidak benar-benar bersandar, hanya sekedar mendekatinya saja.
Klik
Foto pertama berhasil diambil namun nampaknya Sungwoon tidak cukup puas untuk itu. Ia malah melanjutkan komentarnya.
"Kalian berdua ayo tersenyum, bagaimana wajah kalian bisa sedatar itu heh?" ucapnya dibalas anggukan Yeri menyetujui.
Ragi, Kyungsoo sedikit menyunggingkan senyumannya tetapi ia merasa begitu sangat aneh. Penasaran apakah Jongin bisa tersenyum kali ini mengingat bahwa pria itu sama sekali tidak bisa tersenyum dengan tulus kapan saja, ia menoleh dan mendapati Jongin juga tengah menatapnya. Rasanya canggung dan tiba-tiba saja mereka berdua tersenyum lebar tanpa tahu alasan dibalik itu semua. Seperti ada yang lucu diantara mereka berdua kali ini dan Yeri sontak berteriak senang untuk itu.
"Ya seperti itu, ayo lihatlah kemari."
Klik
Foto kedua, ketiga dan foto-foto lainnya berhasil diambil dengan sangat baik. Jongin maupun Kyungsoo tidak tahu bagaimana hasil foto itu karena mereka sedikit bingung dengan reaksi berlebihan yang diberikan Sungwoon dan Yeri.
Tanpa memberi tahu dulu, Sungwoon ditarik mendekat oleh Yeri untuk berjalan mendekati Jongin maupun Kyungsoo.
"Ayo kita foto bersama sebagai kenangan!" titah Yeri.
Yeri mengatur mode kamera depan, berdiri di samping Kyungsoo sedangkan Sungwoon berdiri diantara mereka bertiga. Mereka tersenyum bersama untuk foto yang entah seberapa mereka ambil.
Ini untuk pertama kalinya Kyungsoo merasa diterima oleh orang-orang yang sebelumnya begitu asing baginya. Orang-orang yang dulunya berbeda dengan dirinya. Orang-orang yang sama untuk berusaha membuat satu sama lainnya bahagia. Terlebih Kim Jongin. Senyuman itu, ia bisa melihat secara langsung dari potret mereka. Ia berharap Jongin akan terus tersenyum seperti itu.
***
Ting
Sebuah pesan muncul di ponselnya. Ia melihat ada sebuah notifikasi yang muncul dalam grup chat yang baru saja dibuat Yeri untuk mereka berempat; Ia, Kyungsoo, Yeri dan Sungwoon. Sebuah pesan yang datang dari kontak Kyungsoo, mengirimkan puluhan foto yang diambil mereka tadi pagi.
Meskipun ini pesan dari Kyungsoo, ia yakin ini adalah pesan yang sengaja dikirimkan Yeri. Buktinya mereka berdua masih sibuk dengan ponsel baru Kyungsoo. Mereka duduk disebuah meja bersama karena untungnya hingga siang hari ini belum ada lagi pelanggan yang datang.
Satu persatu Jongin melihat foto yang telah dikirimkan itu. Terkadang terkekeh melihat ekspresi lucu yang dibuat mereka berempat hingga akhirnya sampai di akhir dimana terdapat foto Jongin bersama Kyungsoo.
Awalnya terlihat sangat canggung bahkan Jongin saja mengernyit melihat foto itu namun di foto selanjutnya ia tertegun. Jongin terlalu terkejut dengan dirinya sendiri yang bisa tersenyum seperti itu maupun dengan Kyungsoo.
Ia lupa kapan terakhir kali ini berfoto dan juga tersenyum kali ini dan sesuatu di dalam lubuk hatinya tak membuatnya untuk berbohong karena pada kenyataannya ia menyukainya. Ia bahagia dan secara tidak langsung Kyungsoo berada dibalik itu semua. Ia mengangkat kembali wajahnya dan diam-diam melihat gadis itu yang masih memerhatikan Yeri dengan lugu.
Jongin terkekeh sesaat menyadari apa yang telah dilakukannya. Gadis itu mulai berhasil menepati janjinya untuk bisa membuatnya bahagia dan ia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya dikemudian hari.
Tanpa banyak berpikir Jongin menekan tombol pengaturan.
Settings - Set as wallpaper Picture - Yes
Foto itu kini telah berganti. Jongin memiliki dunia baru dan ia tidak mungkin terus bersikap egois kepada Kyungsoo.
***
To be continued
***
Halo.. apa kabar? Lama tidak bertemu. Hehe sejujurnya aku lagi mager karena kehilangan alur dari plot cerita ini. Aku sendiri merasa kalau cerita ini jalan ditempat dan merasa tidak ada kemajuan. Makanya untuk melanjutkan cerita ini aku akan membuatnya memiliki banyak chapter, tidak seperti kebanyakan fic yang aku buat biasannya; dengan resiko semakin lama pula waktu yang akan aku habiskan untuk meng-update setiap chapternya.
Maaf jika kalian bosan menunggu tapi aku berusaha untuk menyelesaikan fic ini sebagaimana mestinya. Terima kasih masih mengikuti cerita ini^^
Salam blossom~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro