Bab 13
Seakan Sehun bisa saja menghilang dari pandangannya, Kyungsoo sama sekali tidak bisa berpaling dari pria itu. Ia terus menatap tidak percaya, lama rasanya ia tidak melihat Sehun kembali dan kini tiba-tiba Sehun ada di hadapannya.
"Berhentilah menatapku seperti itu!" ucap Sehun setengah malas selagi ia menyetir mobil yang bahkan tidak ingin Kyungsoo ketahui asal-usulnya.
"Kau tahu, ini luar biasa. Aku hanya bisa mendengar suaramu saja selama ini dan kini aku bisa melihatmu dengan mataku sendiri."
"Ya, aku memang orang spesial," jawabnya setengah acuh. "Lagipula ini tidak akan selamanya."
Kyungsoo mengernyit, "apa maksudmu?"
Sehun hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya ia bersuara setelah lampu merah tanda berhenti menyala. "Kita sudah berbeda, dan kau sadar itu."
"Tidak, kita masih sama. Aku masih seorang malaikat."
"Tapi tidak sekarang, kau adalah manusia."
"Ya meskipun begitu ini tidak akan selamanya kan? Aku pasti akan kembali menjadi malaikat ketika aku menyelesaikan urusanku dengan Kim Jongin."
"Seyakin itu?" tanya Sehun lebih terdengar seperti sebuah ejekan.
Kyungsoo tertawa seketika, "ayolah aku mana mungkin terus menjadi manusia seperti ini. Aku menjadi manusia karena hati ini," ia menepuk dadanya sendiri. "Ini bukan milikku, ini hati milik Jongin."
"Kupikir kau senang karena menjadi manusia sekarang."
"Tentu saja," balasnya sesaat. "Tapi tetap saja aku bukan manusia sepenuhnya."
Sehun hanya berdehem sekilas tidak menanggapi ucapan Kyungsoo. Lama mereka terdiam selama diperjalanan, Kyungsoo tiba-tiba kembali membuka topik pembicaraan yang baru dan hal itu seketika membuat Sehun berdecak.
"Aku juga senang karena Jongin mulai sedikit menerimaku sekarang," ucap Kyungsoo namun senyumannya menghilang tatkala ia melihat bagaimana Sehun yang seolah meremehkan ucapannya. "Ada apa?!" tanyanya protes.
"Beberapa menit yang lalu kau bilang kau tidak senang menjadi manusia dan sekarang karena pria itu? Ck.. kau benar-benar terlihat seperti seorang manusia sekarang."
"Kenapa kau seperti itu?"
"Itu menyebalkan," jawabnya singkat.
"Apa yang menyebalkan? Ya seharusnya kau juga tahu bagaimana menderitanya dia selama ini!?" balas Kyungsoo tak terima.
Kyungsoo membuang tatapannya. Ia menatap jalanan yang kini mulai ia ingat; jalan menuju rumahnya. Mobil itu memasuki pekarangan rumah dengan sangat tenang sebelum akhirnya berhenti tepat di depan pintu utama rumah besar itu. Kyungsoo segera membuka sabuk pengamannya untuk turun dari mobil itu. Namun ketika ia menoleh ia mengernyit ketika mendapati bahwa kursi pengemudi telah kosong. Sehun tidak ada disana dan itu semakin membuat Kyungsoo kesal.
"Yakk!! Kau yang menyebalkan!" teriaknya marah sebelum akhirnya Kyungsoo turun dan membanting pintu mobil dengan keras.
Ia memasuki rumahnya dengan langkah terburu-buru dan sedikit menghentak membuat sebuah irama yang menggema antara paduan lantai keramik mahal dengan sepatu Kyungsoo.
"Ohh, Kyungsoo sayang. Kau baru pulang? Bagaimana dengan malammu?" sambut Minseok yang tengah terduduk menikmati kopi dan kopi paginya. Bersamaan dengan tv yang menayangkan siaran berita terkini tentang bisnis dan ekonomi. Entah kemana fokusnya tertuju namun Kyungsoo tidak terlalu peduli dengan kebiasaan ayahnya itu setiap pagi. Terlebih hari ini.
Tidak seperti biasanya, Kyungsoo lebih memilih berlalu untuk segera memasuki kamarnya.
"Bagus dan menyenangkan," jawab Kyungsoo namun raut wajahnya tidak benar-benar menunjukkan ucapan baik itu.
Minseok mendongak menerima jawaban terlampau dingin itu. Bukan senyuman atau sapaan, Minseok hanya mendapatkan bantingan pintu yang keras dari kamar Kyungsoo sendiri.
Merasa heran dengan sikap Kyungsoo. Ia menyimpan koran paginya dan berjalan untuk menemui Kyungsoo. Mencari tahu apa yang telah terjadi kepada gadis itu.
Ketika ia memasuki pintu kamar itu yang beruntungnya tidak dikunci oleh sang pemilik; yah meskipun Minseok juga tidak tahu apakah gadis itu mengetahui caranya atau tidak, itu sedikit menguntungkannya agar bisa leluasa menemui putrinya itu.
"Boleh aku masuk?" tanya Minseok ketika mendapati gadis itu hanya duduk di ranjangnya dengan kaki menyila dan tangan yang bersedekap. Hanya saja yang aneh ekspresinya menunjukkan bahwa ia seperti tengah marah.
Minseok berjalan mendekati Kyungsoo dan duduk di ujung ranjangnya.
"Jadi, ada apa?"
"Aku marah," jawab Kyungsoo.
"Marah?" tiba-tiba saja perasaan Minseok berubah tidak enak. Terlebih setelah membiarkannya semalaman tanpa menjemputnya.
"Ya, kepada Sehun," jawabnya dengan singkat. Minseok hendak saja bernapas lega namun bahunya kembali jatuh ketika Kyungsoo menatapnya dengan tajam. "Dan juga kau. Ayah kemana saja? Aku menunggumu!"
"Kupikir kau suka tinggal semalaman dengan Jongin."
"Aku sendiri tidak tahu," bisik Kyungsoo membuat Minseok seketika mengernyit tidak mengerti. "Sehun mengatakan itu menyebalkan karena aku menjadi seorang manusia sekarang."
"Memang kau seorang manusia sekarang, lalu apa yang salah?"
Kyungsoo mendesah, ia berangsur mendekat dan duduk mendekati ayahnya kali ini. "Bukan hanya itu, entahlah, aku hanya merasa Sehun juga tidak menyukai Jongin."
"Mungkin dia cemburu," ucap Minseok dengan sedikit senyuman namun Kyungsoo tidak mengerti apa arti senyuman yang ditunjukkan Minseok kali ini.
"Cemburu? Apa itu?"
Minseok berjengit, "kau malaikat pengumpul hati Kyungsoo. Kau tidak tahu apa itu cemburu."
"Yah.. banyak pasangan yang hancur karena perasaan cemburu tapi aku kan sama sekali belum pernah merasakannya. Yang aku tahu cemburu itu bila seseorang yang menyukai orang lainnya tidak suka jika orang itu menyukai--oh astaga! Itu tidak mungkin!" Kyungsoo menutup mulutnya. "Apa Sehun mengatakan aku menyebalkan karena aku dekat dengan Jongin?"
"Ya mungkin saja, aku memiliki rencana sendiri tentang kau dan Jongin. Kupikir meninggalkanmu bersama Jongin semalaman akan sedikit membuat kalian lebih dekat karena kurasa kalian hanya jalan ditempat."
"Ayah sengaja?" tanyanya lagi tak percaya.
Minseok mengangguk, "apakah itu sedikit membantu kalian untuk jauh lebih dekat?"
"Kau tidak mengatakannya kepadaku! Aku menunggu ayah semalaman di halte dan ayah pikir bagaimana jika Jongin tidak mengantarku disana. Aku pasti sudah membeku karena kedinginan."
"Syukurlah itu tidak terjadi bukan?"
Kyungsoo menganga tidak percaya. Bagaimana ayahnya bisa bersikap seperti ini kepada anaknya sendiri.
"Lalu bagaimana dengan Sehun. Bagaimana dia bisa berada disana menjemputku? Oh ya.. aku bahkan bisa melihatnya sekarang!"
"Sehun terus bertanya keberadaanmu dan mengatakan ketidaksetujuannya untuk membiarkan kau tinggal dengan Jongin. Ya lagipula apasih yang bisa Jongin lakukan dengan gadis polos sepertimu. Namun dia malah semakin marah kepadaku. Aku hanya meminta dia untuk membantu kau agar bisa pulang tapi tidak menyuruhnya untuk menjemputmu. Dia menghubungiku setelah dia sudah berada disana. Dan tentang bagaimana kau bisa melihatnya, aku tidak tahu. Lagipula Sehun memiliki kemampuan jauh lebih hebat daripada dirimu bukan?"
Kyungsoo mengangguk. Ya itu sedikit masuk akal. Namun ia masih tidak menerima kenyataan bahwa Minseok menjalankan rencananya sendiri tanpa memberitahunya. Terlebih tentang satu hal. Tentang janji Minseok kepadanya.
Ia menengadahkan tangannya kepada Minseok seketika.
"Sekarang mana ponselku? Kau menjanjikan memberinya satu kepadaku. Aku ingin memiliki benda itu agar aku bisa menghubungimu jika kau menjalankan rencana tanpa persetujuanku lagi. Cepat!"
Minseok hanya bisa membuang napasnya pasrah. Sekarang Kyungsoo mulai sedikit pintar.
***
Masih belum ada pelanggan pagi ini. Lebih tepatnya terlalu pagi untuk orang-orang menikmati kue manis dan minuman segar di musim panas kali ini.
Yeri mengatakan bahwa ia akan selalu datang terlambat karena harus melakukan banyak kelas tambahan. Lagipula apa yang Jongin harapkan dari gadis itu? Jongin sendiri berpikir akan lebih baik jika Yeri berhenti untuk bekerja dan tetap fokus untuk mengejar ujian masuk perguruan tingginya. Tapi mau seberusaha apapun Jongin membujuk gadis itu, Yeri tidak akan pernah menurutinya.
Dan satu lagi pegawai barunya, Kyungsoo. Gadis itu tidak bisa ditebak. Terkadang ia datang terlalu pagi atau terlalu siang. Entah akan bekerja atau tidak. Sepertinya embel-embel 'kekasih' membuat gadis itu bisa bekerja sesuka hatinya dan itu yang membuat Jongin tidak suka.
Seperti kali ini, ketika gadis itu masuk dan tersenyum ceria seolah ia tidak melakukan kesalahan apapun pagi ini.
"Selamat pagi bos!" Sapa Kyungsoo. Seperti biasa, penuh senyum bahagia.
"Kau terlambat," balas Jongin dan Kyungsoo hanya bisa menyeringai untuk itu.
"Hanya satu jam, kurasa."
"Itu lama," jawab Jongin setengah kesal. "Kau jangan bekerja sesuka hatimu seperti itu. Yeri akan jarang sekali berada disini dan kau ingin aku sibuk sendiri untuk membuka cafe ini?"
Senyuman Kyungsoo menghilang. Ia mengulum bibirnya ketika tahu bahwa Jongin tengah memarahinya kali ini. "Maaf, ayahku bilang tidak apa-apa jika aku terlambat."
"Cafe ini milikku atau milik ayahmu?"
"Bukankah gedung ini milik ayahku," gumam Kyungsoo namun ia seketika berdehem setelah melihat tatapan dingin Jongin. "Tentu saja milikmu, bos," ucapnya membela.
"Kalau kau memang masih ingin tetap bekerja disini, maka turuti perintahku."
Kyungsoo mengerucutkan bibirnya. Dan Jongin tidak habis pikir ketika melihat gadis itu seolah tengah menggerutu dan mencibirnya. Kesal dengan apa yang dilihatnya. Jongin berdiri dan mendekati Kyungsoo.
Sadar ketika Jongin mulai melangkah mendekatinya, Kyungsoo tersenyum penuh antusias. Entah kenapa ia mulai memikirkan hal-hal yang menyenangkan bersama Jongin. Seperti apa yang sepasang kekasih lakukan setelah bertemu kembali satu sama lain. Seperti sebuah pelukan misalnya. Namun bukan sikap manis yang Kyungsoo dapatkan. Justru ia mendapatkan rasa sakit ketika Jongin dengan tiba-tiba menarik sebelah telinganya cukup keras.
Kyungsoo meringis seketika. Ia menatap Jongin dengan penuh kekesalan namun pria itu hanya bersikap acuh.
"Lama-lama kau pintar bicara. Kau mengejekku atau apa?" tanya Jongin.
"Tidak, aku tidak mengejek apa-apa," bantah Kyungsoo namun sekali lagi Jongin menarik kembali telinga Kyungsoo membuat gadis itu berteriak kesal. "Ya! Bos! Kenapa kau melakukan ini kepadaku?"
"Kau yang memintaku melakukan ini?"
"Kapan, aku tidak memintamu untuk menyakitiku?"
"Memangnya aku menyakitimu?"
"Tentu saja. Bos ini kekasih macam apa. Seharusnya kau memberikanku pelukan atau setidaknya senyuman ketika bertemu denganku tetapi kau malah menarik-narik telingaku seperti ini," protesnya seraya mengusap telinganya yang mungkin memerah karena tarikan Jongin.
Jongin menyila tangannya. Mengamati bagaimana gadis itu yang mulai menunjukkan raut sedihnya. Aneh tetapi bukan berarti Jongin akan semudah itu luluh dengan sikap Kyungsoo.
"Kau sendiri yang mengatakan ingin membahagiakanku. Tetapi kau selalu membuatku tidak senang. Jadi bagaimana bisa kau menjadi kekasih yang baik untukmu?" timpal Jongin tidak mau kalah.
Melihat keterdiamannya Kyungsoo. Ia yakin bahwa kali ini ia telah menang. Namun seketika tubuhnya terasa kaku saat tiba-tiba Kyungsoo mendekat dan memeluk tubuhnya dengan erat. Kedua lengan Kyungsoo melingkar di pinggangnya dengan jari-jarinya yang saling terkait seolah tidak ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Jongin.
Jantung Jongin berdebar. Ia tidak mengerti dengan perasaannya namun ketika ia mendengar suara lembut Kyungsoo teredam dibalik tubuhnya. Sebuah kehangatan menjalar di seluruh tubuhnya dengan cara yang tidak terduga.
"Aku akan melakukan ini setiap hari jika kau mau, asal kau harus bahagia," bisik Kyungsoo. Wajahnya yang hanya sejajar dengan dada Jongin membuat Suaranya teredam diantara dadanya.
Bingung dengan apa yang dirasakannya, Jongin mencoba melepaskan pelukan gadis itu tetapi Kyungsoo semakin mempererat pelukannya.
"Aku sedih jika kau sedih dan aku marah jika kau kesal. Jangan seperti itu. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya agar membuatmu sedikit saja tersenyum untukku jadi aku hanya bisa melakukan ini." Kyungsoo mendongakkan wajahnya dan menatap sepasang mata sendu itu tengah memerhatikannya dengan tatapan yang sulit sekali diartikan. "Kau mau mulai menerimaku?"
Hanya sebuah keheningan. Jongin sama sekali tidak sedikitpun memberikan jawaban. Jangankan bicara. Bibirnya pun sama sekali tidak terbuka hanya untuk sekedar bicara. Justru Jongin lebih memilih pelukan Kyungsoo dan berjalan menuju dapur. Entah untuk bekerja atau melarikan diri dari perasaan yang tidak dapat dipahaminya.
"Mulailah bekerja!" titah Jongin meninggalkan Kyungsoo yang termenung tak memahami bagaimana jalan pikiran Kim Jongin sebenarnya.
***
Mungkin kata cinta tidak akan pernah berlaku lagi bagi Jongin. Seumur hidupnya, cinta yang ia miliki hanya untuk seorang gadis bernama Eunbi. Seseorang yang telah memberikannya sejuta kebahagian juga sejuta penderitaan. Tidak pernah ada janji yang terikat bahwa mereka harus saling mencintai selamanya. Tetapi bagi Jongin yang telah benar jatuh terlalu dalam akan rasa cintanya membuat ia berpikir bahwa tidak akan ada gadis lain yang menggantikan posisi Eunbi di hatinya. Bahkan Jongin sendiri tidak menyadari bahwa rasa cinta itu telah berubah menjadi luka terlalu dalam yang sulit untuk bisa disembuhkan.
Jahatkah ia? Kini itu yang ada di dalam benak Jongin. Ia mencintai Eunbi tanpa perlu sebuah balasan meskipun gadis itu kini telah tiada. Akan tetapi saat ini, ada seorang gadis yang datang menawarkan sebuah cinta, kasih sayang dan kebahagiaan untuknya.
Banyak hal yang telah gadis itu lakukan untuknya dan ia mulai kembali mengingat ketika Kyungsoo mengatakan bahwa Jongin hanya bisa menyakitinya. Mungkin hanya sedikit menarik telinganya tetapi hal itu benar-benar terjadi persis seperti apa yang Jongin katakan semalam. Ia hanya bisa menyakiti Kyungsoo. Jika ia tetap mengacuhkan gadis itu, Kyungsoo lah yang akan menderita.
Bukankah ia menginginkan sebuah kesempatan? Bohong jika Jongin tidak ingin bahagia. Tentu saja ia ingin merasakan hal itu. Sebuah kebahagiaan yang benar-benar nyata.
Seharusnya ia mulai belajar dari Kyungsoo. Ia tidak bisa selamanya terus tersenyum penuh kepalsuan kepada semua orang bahwa ia baik-baik saja. Senyuman yang Kyungsoo berikan kepada setiap pelanggan yang dilayaninya membuat Jongin tergerak hatinya untuk bisa berubah. Ia ingin memiliki senyuman seperti itu. Tulus dan bahagia.
***
Suara ribut di cafe menarik perhatian Jongin untuk keluar dari dapurnya. Ketika ia keluar, ia mendapati Kyungsoo yang tengah beradu mulut dengan seorang wanita muda yang mungkin umurnya tak terpaut jauh dengan Kyungsoo.
Mencari tahu apa yang telah terjadi, Jongin mendekat dan berdiri di samping Kyungsoo. Memerhatikan wanita lain didepannya tengah mengangkat minumannya tinggi-tinggi.
"Bagaimana bisa kau mengatakan kopi ini Low fat? Apa kau tengah bercanda denganku tentang hal ini?" teriak wanita itu namun jawaban yang Kyungsoo berikan tak ayal membuatnya lebih menggeram kesal.
"Bukankah itu terlalu pahit, saya memberi tambahan gula agar tidak terlalu pahit."
Wanita itu menganga dan sekali lagi menggebrak mejanya. "Kau pikir aku tidak tahu. Aku sering datang kesini dan jelas tahu bagaimana rasa kopi yang selalu ku pesan. Dan seenaknya kau menambahkan gula diminumanku."
"Aku hanya memberi saran kepada Anda, apa itu salah?"
Tepat sebelum wanita itu kembali meluapkan kemarahannya. Jongin datang dan melerai mereka berdua. Tentu saja, pelanggannya benar-benar terlihat marah dengan wajah merah padamnya sedangkan Kyungsoo, ia begitu tenang seolah apa yang terjadi bukanlah kesalahan yang besar.
"Oh akhirnya kau datang tuan, bagaimana bisa kau mempekerjakan wanita yang banyak tidak tahu ini. Bagaimana bisa dia menambahkan banyak gula di minuman ku?" teriaknya kesal.
"Tidak banyak hanya sedikit," potong Kyungsoo.
"Hei, dasar kau ini!"
"Kyungsoo!" teriak Jongin penuh penekanan dan saat itu juga Kyungsoo membungkam mulutnya rapat ketika ia hendak membalas ucapan wanita itu.
"Maafkan saya, saya akan menggantinya dengan kopi yang baru," jawab Jongin.
Wanita itu mendengus, "ini untuk pertama kalinya aku tidak menyukai kopi di cafe ini. Dulu setiap hari aku merindukan kopi ini tapi ternyata setelah kepemilikannya diganti, rasanya semakin jauh berbeda seperti saat aku datang kesini pertama kali. Apa ini yang bisa disebut pelayanan?"
Jongin tertegun, ia hanya bisa menundukkan wajahnya dan terus meminta maaf dengan apa yang terjadi. Terlebih setelah apa yang dikatakan wanita itu tidak lain adalah sebuah pernyataan tentang kekecewaannya akan bisnis cafe yang tengah dijalankannya.
Namun berbanding terbalik dengan Kyungsoo. Entah kenapa kesabarannya untuk menyikapi gadis menyebalkan di depannya ini telah habis. Ia tidak bisa lagi bersikap baik, sopan dan ramah seperti yang di ajarkan Minseok kepadanya. Terlebih ketika harus melihat Kim Jongin yang terus meminta maaf karena kesalahannya. Ya ini memang salahnya tapi ia pantas marah untuk hal ini. Tentu saja.
"Sedikit ataupun banyak, itu juga tidak mempengaruhi banyak hidupmu," ucap Kyungsoo seketika.
"Apa?"
"Itulah alasan kenapa manusia begitu sangat egois. Mereka lebih memikirkan penampilannya sendiri dibandingkan memikirkan perasaan orang lain. Bagaimana bisa kau melakukan ini kepada bosku?"
"Apa? Apa yang kau katakan. Kau tengah mengatakan bahwa semua ini salahku?" wanita itu tertawa mengejek sebelum akhirnya kembali mengangkat kopinya. "Kau melemparkan semua kesalahan ini padaku ketika kau sendiri yang membuat kesalahannya. Kau ingin membuatku gemuk?"
"Kau tidak segemuk itu kurasa, bahkan kau jauh terlihat lebih kurus seperti tulang yang dilapisi kulit saja. Kau hanya beruntung memiliki wajah cantik."
'Byur!!'
Kyungsoo hanya bisa diam dengan mata terpejam ketika tiba-tiba wanita itu menumpahkan semua isi kopi dingin itu diwajahnya. Seakan belum cukup, kini Jongin malah menarik lengannya untuk menjauh dari wanita itu. Sayangnya tatapan ramahnya kembali menghilang digantikan tatapan kemarahan yang membuat Kyungsoo menciut seketika.
"Aku tidak Sudi kembali ke tempat ini, kalian benar-benar telah menjatuhkan harga diriku," ucap wanita itu sebelum akhirnya menarik tasnya pergi disertai keheningan yang meninggalkan suasana cafe itu. Beberapa pengunjung terdiam dan saling berbisik satu sama lain. Sisanya mereka lebih nampak tak peduli dan lebih memilih menatap dengan iba bagaimana Kyungsoo yang terlihat menyedihkan.
Kyungsoo sama sekali tidak bisa bersuara. Ia lebih takut kepada Jongin yang sampai saat ini masih belum melepaskan tatapan kemarahannya.
Bahkan kedatangan Yeri yang selalu dapat mencerahkan suasana cafe ini tidak membantu sedikitpun. Gadis itu baru saja datang lengkap dengan seragam dan tas sekolahnya. Menatap penuh tanda tanya ketika suasana cafe nampak begitu hening. Begitupun ketika ia mendapati wajah dan rambut Kyungsoo yang telah basah kuyup.
"Siapa yang melakukan ini kepadamu?" tanya Yeri penasaran dengan nada yang terdengar marah.
Tidak ada satupun jawaban yang didapatkannya selain Kim Jongin yang seketika berlalu pergi meninggalkan Kyungsoo begitupun Yeri yang baru datang.
Suara bantingan pintu dapur begitu menghentak. Mengejutkan seluruh pengunjung termasuk Yeri yang masih belum mengerti situasi yang tengah terjadi. Termasuk ketika melihat Kyungsoo yang mulai terisak kecil dihadapannya.
***
Yeri mengusap wajah Kyungsoo menggunakan tisu wajah miliknya. Sedangkan Kyungsoo sendiri hanya bisa mengelap sisa-sisa noda kopi yang mengotori pakaiannya. Tentu saja dengan isakan kecil yang masih belum berhenti dari Kyungsoo.
"Shh.. bisakah kau diam. Meski sudah tidak ada pelanggan kau tidak boleh terus menangis seperti ini. Kau bahkan seperti anak umur sepuluh tahun bagiku," ucap Yeri selagi ia menyeka air mata Kyungsoo.
"Aku.. hiks.. aku tidak tahu kenapa mereka semua marah kepadaku."
Yeri berdecak, "mereka pantas marah. Kau bisa-bisanya membuat pesanan untuk pelanggan seperti itu. Kau bisa saja di pecat kalau kau bukan kekasih bos." Yeri menatap Kyungsoo sesaat. Menatap tidak percaya akan perbuatan gadis di hadapannya. "Aku penasaran bagaimana bisa kau kalah hanya dengan disiram kopi seperti ini. Apa wanita itu semenyebalkan itu?"
Kyungsoo menggeleng tanpa sebuah jawaban yang bisa Yeri pahami. Yeri kembali mengeluarkan helaian tisu yang baru dan kembali mengusap rambut Kyungsoo.
"Terkadang aku juga merasa bosan dengan pelanggan yang cerewet, tapi mau bagaimana lagi. Itu adalah pelanggan kita. Jika kau terus bersikap seperti ini nanti siapa yang akan datang mengunjungi cafe ini. Lalu bagaimana dengan bos? Bagaimana dia bisa membayar semua hutang-hutangnya. Lain kali kau jangan bersikap seperti itu," titah Yeri.
Kyungsoo mengangguk dan kembali mengingat bagaimana keinginan Jongin yang bahkan tidak pernah menyerah tentang hutang yang dimilikinya kepada ayahnya. Yeri benar, gadis ini masih seorang pelajar tapi pikirannya jauh lebih dewasa dari pada dirinya. Seketika ia kembali mengingat tatapan marah Jongin kepadanya. Hal itu seketika membuat Kyungsoo was-was.
"Apa Jongin akan marah kepadaku?" tanya Kyungsoo takut.
"Kemungkinan besar iya."
"Semarah apa?"
"Entahlah, aku belum pernah melihat bos benar-benar marah. Selama ini bos selalu diam. Tapi itu malah semakin menakutkan untukku," ucap Yeri. Kyungsoo menelan ludahnya. Apa yang dikatakan Yeri malah semakin membuatnya gugup. "Tapi tenanglah. Semarah apapun bos dia tidak akan sampai bersikap yang aneh-aneh."
Kyungsoo mengangguk. Namun selain kemarahan Jongin yang ia khawatirkan. Ia masih mengingat perkataan wanita itu yang menyatakan bahwa kepemilikannya cafe ini sebelumnya bukanlah milik Jongin. Ya itu wajar saja, Kyungsoo mengenal Jongin sejak pria itu masih bekerja di pekerjaan lamanya. Namun ketika wanita itu menyebutkan perihal kepemilikan cafe itu, saat itulah ia melihat Jongin mulai marah. Entah atas dasar apa tetapi itu yang masih dipikirkan Kyungsoo kali ini.
Tidak ingin mati penasaran dengan apa yang dipikirkannya, Kyungsoo memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Apa kau tahu siapa pemilik cafe ini sebelum Jongin?"
Yeri mendongak menatap dengan heran. "Bagaimana kau tahu tentang itu?"
"Wanita itu membicarakan kepemilikan lama cafe ini dan itu yang membuat Jongin sangat marah kepadaku."
Yeri mengangguk paham. "Oh itu.. cafe ini milik Eunbi eonni," ucapnya dan seketika membuat Kyungsoo termangu. "Aku tidak ingin menyinggungmu tapi Eunbi eonni adalah mantan kekasih Boss sebelumnya. Maafkan aku," ucapnya menyesal karena harus mengatakan hal ini.
Kyungsoo tercenung. Tidak, ia sama sekali tidak tersinggung dengan apa yang diucapkan Yeri karena kenyataannya Kyungsoo sudah tahu bahwa Eunbi adalah mantan kekasih Jongin. Ia hanya tidak percaya, bahkan sejauh ini Jongin mencintai gadis itu sehingga Jongin rela melakukan segalanya hanya untuk mempertahankan cafe ini meskipun telah terlilit hutang sewa yang belum terbayarkan.
Mengetahui kenyataan itu entah kenapa sedikit kepercayaan dirinya bahwa Jongin telah menerimanya sebagai seorang kekasih begitu saja sirna.
Jongin belum sepenuhnya melepaskan hatinya. Ia masih banyak terikat lama dengan kenangan-kenangan lamanya bahkan hingga tidak bisa untuk melepaskannya. Kyungsoo tidak tahu apakah saat ini ia masih memiliki kesempatan.
Semua nampak lebih jelas. Bagaimana bisa Jongin semarah itu tentu saja secara tidak langsung bahwa Kyungsoo telah menyinggung perasaannya. Seperti seolah menghinanya bahwa Jongin tidak pantas untuk mempertahankan cafe ini. Semau ini karena salah Kyungsoo.
"Sudah cukup kalian mengobrol?" tanya Jongin yang tiba-tiba keluar menghampiri mereka. "Kita akan tutup lebih awal hari ini."
"Aku kan baru sampai bos!" ucap Yeri tak terima.
Jongin hanya mengacuhkannya dan menatap Kyungsoo yang masih takut untuk membalas tatapannya.
"Kau tidak sibuk hari ini, ayo kita pergi." Ajak Jongin seraya melemparkan jaket milik Kyungsoo kepadanya.
Jongin berlalu begitu saja diikuti dengusan Yeri. Ia memicingkan matanya menatap Kyungsoo.
"Kalian bisa-bisanya berkencan di tengah situasi seperti ini," decak Yeri.
"Kencan?"
Yeri mengangguk cepat. "Ya sudah, mungkin ini jalan kalian agar bisa berbaikan. Aku tidak akan pergi dari sini. Aku tidak ingin ketinggalan dramaku."
Kyungsoo lagi-lagi hanya bisa menelan ludahnya. Sebuah kencan. Itu adalah ide yang bagus tapi apakah ia masih bisa berkencan di tengah pikirannya yang bahkan tidak sejalan dengan hatinya. Terlebih dengan kondisi Jongin. Pria itu masih marah dan ia tidak buta untuk bisa melihat semua itu.
Entah apa yang akan terjadi. Malam bahkan belum datang dan mereka akan pergi keluar sore ini. Ini akan menjadi hari yang panjang untuknya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro