Bab 12
Apa yang Jongin tidak sukai ketika musim panas adalah ketika cuaca yang bisa berubah tiba-tiba. Siang hari akan terlihat begitu cerah akan tetapi hujan akan turun dengan deras sepanjang malam. Seperti saat ini, ketika ia mau tak mau bersama Kyungsoo di halte untuk menunggu ayahnya untuk menjemputnya.
Bukan tanpa alasan ia menunggu disini. Terima kasih kepada Kyungsoo sendiri yang telah memamerkan hubungan mereka kepada setiap orang yanh ditemuinya. Berkat gadis itu, Yeri kini mengikuti kebodohan Kyungsoo dan memaksanya untuk mengantar Kyungsoo pulang. Ketika Jongin menolak untuk melakukannya, Yeri langsung berkomentar dengan suara yang begitu terdengar sinis.
"Bos itu, Kyungsoo kan kekasihmu! Bagaimana bisa bos membiarkan seorang wanita diam di jalanan ketika hujan lebat seperti ini? Kau sangat menyebalkan."
Entah Yeri memang memiliki dendam kepadanya atau memang dia sengaja mengejeknya. Pada akhirnya, apapun yang dikatakan Jongin akan terdengar salah di telinga Yeri. Sepertinya prinsip hidup Yeri adalah menuduh bahwa apa yang dilakukan semua pria itu salah.
Tidak ingin banyak berdebat, akhirnya Jongin menuruti perintah Yeri untuk mengantarkan Kyungsoo pulang. Tidak benar-benar mengantarnya, hanya menunggu hingga ayahnya datang menjemput Kyungsoo. Lagipula apa Kyungsoo sama sekali tidak bisa bicara? Setelah ia mengumbar hubungannya, kini gadis itu malah lebih banyak diam; membuat Jongin tidak memiliki alasan lain untuk menolak perintah Yeri.
Sudah terhitung satu jam dimana ayah Kyungsoo seharusnya datang menjemputnya. Namun hingga saat ini mereka masih menunggu dalam diam. Jongin bahkan harus melewatkan bus terakhirnya untuk pulang. Jongin bisa saja pergi, tapi ia juga memiliki akal sehat untuk tidak membiarkan gadis itu sendirian di tengah malam seperti ini.
Ketika kesabarannya telah habis, barulah Jongin membuka suaranya.
"Apakah ayahmu akan benar-benar datang menjemputmu?"
Kyungsoo menoleh dan mengangguk sesaat. "Seharusnya dia datang dari tadi."
Aku tahu itu, namun Jongin hanya bisa menelan ucapannya dalam hati. Jongin kembali diam, mencoba kembali menguatkan kesabarannya namun ketika jalanan mulai nampak lengang bahkan para pejalan kaki sudah bisa dibilang tidak ada. Jongin tidak bisa lagi untuk menunggu.
"Kau tahu, hari ini aku begitu sangat lelah dan ingin tidur," ucapnya membuat Kyungsoo kembali menoleh untuk memerhatikannya. "Aku mungkin saja meninggalkanmu tapi aku juga tidak ingin bertanggung jawab bila terjadi sesuatu yang buruk kepadamu. Jadi bisakah kau hubungi ayahmu dan bertanya dimana dia sekarang sehingga kau bisa pulang."
"Soal itu," Kyungsoo mengigit bibirnya dan Jongin menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu di tengah raut kebingungannya. "Aku tidak tahu bagaimana cara menghubungi ayah."
"Tidak tahu?" Tanya Jongin tak yakin dan Kyungsoo mengangguk untuk itu. "Kau kan bisa menggunakan ponsel untuk menelponnya."
"Aku sama sekali tidak memiliki benda itu," ucapnya dengan jujur dan Jongin ternganga untuk itu. "Ayah menjanjikanku untuk memberikannya tetapi sampai sekarang dia tidak pernah memberikannya kepadaku."
"Selama ini kau sama sekali tidak memiliki ponsel?"
Kyungsoo menggeleng lantas menunduk, "aku bahkan ingin memilikinya sekarang," lirihnya dengan sedih.
Jongin terdiam, tidak ia tidak memiliki empati sedikitpun karena gadis ini, yang demi Tuhan.. orang macam apa yang sama sekali tidak memiliki ponsel di jaman sekarang. Yang ia khawatirkan adalah bagaimana cara untuk membuat gadis itu untuk pulang.
Mengantarnya? Bahkan gadis itu sendiri tidak mengetahui alamat rumahnya sendiri, bagaimana bisa Jongin mengantarnya ketika ia sendiri tidak tahu. Jongin juga tidak mungkin menitipkan gadis ini di kantor polisi. Gila saja, mana ada pria yang menitipkan kekasihnya sendiri di kantor polisi dengan alasan Kyungsoo tidak bisa pulang ke rumahnya. Itu terdengar aneh, jika para polisi itu ingin mendengar alasannya.
Dengan sedikit kesal, Jongin membuka ponselnya sendiri dan menghubungi salah satu nomor dari kantor agen properti miliki Minseok. Ya, meskipun ia tidak menelpon untuk membayar hutang-hutangnya, setidaknya ia harus mencari tahu bagaimana cara memulangkan Kyungsoo dengan aman di tengah malam seperti ini.
Butuh waktu yang lama, bahkan Jongin harus berulang kali menelpon nomor itu hingga pada akhirnya ia mendapatkan panggilannya diangkat. Namun belum sempat ia bicara, pria di ujung panggilan itu telah lebih dulu meneriakinya dengan suara parau.
"Kau gila ya! Jangan hubungi aku di tengah malam seperti ini! Dasar pengganggu, sialan!"
Jongin bahkan belum bisa mengucapkan sepatah katapun ketika sambungan telepon itu akhirnya terputus seketika. Jongin menahan geramannya namun ia tidak bisa untuk marah kali ini. Bahkan ketika ia harus mendapati Kyungsoo yang terlihat mulai menggigil karena kedinginan.
Jongin melirik jam tangannya, bahkan sudah lewat dari tengah malam. Tidak baik jika mereka terus berada disini, terlebih gadis itu. Mau bagaimana lagi, Jongin sendiri sudah tidak bisa lagi menunggu.
Pada akhirnya ia berdiri dan memberikan jaketnya untuk menutupi kepala Kyungsoo. Kyungsoo mendongak dengan tatapan bingung.
"Kau masih bisa berjalan kan?" tanya Jongin dan Kyungsoo mengangguk perlahan. "Kurasa ayahmu tidak akan datang menjemputmu, lagi pula ini sudah sangat malam. Sebaiknya kita pulang. Aku akan memberimu tumpangan hari ini."
***
Kyungsoo mengikuti langkah Jongin. Sepanjang perjalan mereka hanya diam. Bukan Kyungsoo yang menginginkannya tetapi Jongin yang memintanya untuk diam, tidak banyak bicara dan bersikap lebih tenang. Lagipula itu cukup masuk akal. Mereka pulang melalui jalan pemukiman. Kyungsoo tidak mau mengganggu penghuni lain yang telah beristirahat.
Tempat tinggal Jongin masih sama. Sebuah rumah sederhana yang dulu sering Kyungsoo kunjungi. Ketika Jongin mengajaknya untuk masuk, Kyungsoo tercenung. Merasa takjub bahwa ia bisa kembali ke tempat ini.
"Kau masih ingin terus berdiri disana?" Tanya Jongin karena Kyungsoo masih berdiri diam di ambang pintu. Saat itulah Kyungsoo mengangguk singkat lantas memasuki rumah Jongin. "Aku tahu ini tidak nyaman untukmu, tapi aku tidak akan melakukan apapun," lanjut Jongin dengan gugup.
Kyungsoo menatapnya, ia ingin bertanya kenapa Kyungsoo harus merasa tidak nyaman sedangkan ia pernah menghabiskan waktunya disini. Namun hal itu urung ia katakan karena Kyungsoo tahu, Jongin akan kembali tidak mengerti dengan semua ucapannya. Seperti disaat mereka bertemu kembali.
"Duduklah, aku akan menyiapkan teh hangat untukmu," titah Jongin seraya memberikan sebuah handuk kering kepada Kyungsoo. Setelah gadis itu menerimanya Jongin berlalu menuju dapur untuk menyiapkan teh hangat untuknya.
Selagi Jongin berada disana, Kyungsoo kembali memerhatikan tempat ini. Sama sekali tidak ada yang berubah. Entah itu dulu, ataupun sekarang. Bahkan foto itu, Eunbin; sepertinya perasaan Jongin masih begitu sangat kuat terhadap gadis itu. Buktinya Jongin masih memajang foto gadis yang dicintainya. Entah kenapa ada sesuatu yang dirasakan Kyungsoo kali ini. Ia tidak paham, namun apa yang ia rasakan seperti sebuah rasa tidak suka meskipun entah dalam arti apa.
"Aku tidak memiliki apapun untuk kau makan disini," ucap Jongin tiba-tiba ketika ia melangkah mendekati Kyungsoo. Kyungsoo menoleh dan saat itulah tatapan Jongin beralih kepada foto Eunbin yang masih dipajangnya.
Suasana canggung tiba-tiba menyelimuti mereka berdua. Jongin menyimpan teh yang ia buat lalu memutar untuk berdiri di depan Kyungsoo, lebih tepatnya menyembunyikan sesuatu yang sedari tadi di perhatikan gadis itu. Kyungsoo bahkan tahu ketika ia melihat Jongin menutup bingkai foto itu dibelakang tubuhnya sendiri. Seperti Jongin tengah mencoba menyembunyikan sesuatu meski kenyataannya Kyungsoo telah tahu semuanya.
Seakan sadar dengan tatapan Kyungsoo kali ini, Jongin mulai membuka suaranya.
"Kau bisa langsung beristirahat, jika kau mau," titah Jongin menunjuk pada satu-satunya tempat tidur yang ada di rumah ini. "Aku akan tidur disini."
"Dia begitu cantik," komentar Kyungsoo tiba-tiba dan saat itu juga Jongin menatapnya tak mengerti. Kyungsoo hanya menyunggingkan senyumannya. Bagaimanapun perasaannya sekarang, Kyungsoo telah menekankan bahwa kedekatannya dengan Jongin kali ini hanyalah sebagai cara untuk bisa melepaskan beban pria itu akan cinta lamanya yaitu Eunbin. Sebelum ia bisa mencapai kebahagiaan itu untuk Jongin, Kyungsoo harus bisa lebih bersabar lagi dan tidak membuat kesalahan seperti di masa lalu.
Kyungsoo menghela napas sesaat, "aku tahu dia, kau pernah menceritakannya kepadaku meskipun kau tidak pernah mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian. Aku tidak akan memaksa lagi, aku akan menunggu sendiri hingga akhirnya kau mau menceritakan tentang dia secara terbuka kepadaku."
Kyungsoo mencoba mengalihkan perhatiannya kemanapun. Asalkan tidak kepada Jongin yang kembali menatapnya dengan curiga. Kyungsoo tahu mungkin kali ini Jongin akan menganggapnya bicara omong kosong kembali tetapi mau bagaimana lagi. kyungsoo tidak memiliki cara lain untuk menghindar dari semua hal yang berhubungan tentang Jongin dan Eunbin.
Ketika akhirnya Kyungsoo bisa mengalihkan perhatiannya pada teh yang telah Jongin buat, Jongin menghentikan niat Kyungsoo untuk mengambilnya ketika ia mulai bicara.
"Kau lebih banyak diam sedari tadi tetapi sekali saja kau bicara, kau mengejutkanku," ucapnya dan Kyungsoo hanya bisa. Menatapnya dalam diam.
***
Kyungsoo sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Ia hanya bisa terdiam menatap langit-langit kamar dalam ruangan yang temaram. Ia tidur di tempat yang biasa Jongin gunakan untuk beristirahat. Terasa hangat dan nyaman. Namun hal itu tidak cukup untuk bisa membuatnya tidur.
Di satu sisi, Kyungsoo merasa beruntung bahwa ia bisa menemukan tempat untuk berbaring dan melepaskan rasa lelahnya sebagai seorang manusia. Namun di sisi lain, ia merasa tidak enak terhadap Jongin.
Ketika ia menoleh, Jongin berada di luar ruangan kamarnya, lebih tepatnya ia menemukan Jongin tidur beralaskan bantal duduk di ruangan tengah. Meskipun Jongin banyak berubah, Kyungsoo masih bisa merasakan bagaimana Jongin yang selalu menjadi orang baik. Terlalu baik hingga Kyungsoo baru menyadari bahwa dia telah banyak merepotkan Jongin dalam beberapa hal.
Kyungsoo masih tidak memahami perasaan apa yang dimilikinya. Rasa suka, tentu saja. Sejak ia mengenal Jongin, ia sudah menyukai bagaimana sikap pria itu. Kebaikannya, keramahannya, bahkan hingga saat ini meskipun dia lebih banyak marah-marah.
Di tengah perhatian Kyungsoo, ia sedikit terkejut ketika melihat pergerakan dari tubuh Jongin. Pria itu menoleh dan dengan cepat Kyungsoo memejamkan matanya untuk berpura-pura tidur. Kyungsoo mencoba menerka apakah Jongin masih menatapnya. Hingga akhirnya Kyungsoo bisa mendengar suara derap langkah yang perlahan menjauh. Kyungsoo sedikit membuka matanya dan kini menemukan Jongin telah berada di dapur, mengeluarkan sesuatu dari dalam lemarinya dan duduk tanpa alas di lantai rumahnya.
Kyungsoo masih memerhatikannya. Meskipun cahaya di rumah ini begitu sangat temaram. Ia masih bisa melihat apa yang dilakukan Jongin kali ini dan Kyungsoo tidak selugu itu untuk mengetahui bahwa Jongin tengah minum-minum.
Sisi lain dari diri Jongin yang kembali Kyungsoo ketahui. Bagaimana pria itu akan menghabiskan waktunya semalaman untuk minum-minum sendirian. Tak ayal hal itu cukup menjelaskan bagaimana kesepiannya Jongin selama ini.
Kyungsoo berpikir apakah ia harus tetap diam dalam kondisi seperti ini ataukah memilih untuk melangkah maju dengan resiko Jongin yang akan mengacuhkannya. Pada akhirnya ia memilih bangun dari tempat tidurnya, toh sedari tadi ia tidak bisa tidur. Setidaknya ia harus menemani Jongin meskipun nantinya pria itu akan menolak. Kyungsoo hanya mencoba.
Dengan langkah perlahan, Kyungsoo mendekati Jongin dan memilih duduk di samping pria itu. Jongin mendongak, nampak terkejut lalu membuang wajahnya seolah tengah menyembunyikan sesuatu. Tetapi Kyungsoo hanya menunjukkan senyumannya.
"Aku hanya tidak bisa tidur," ucap Kyungsoo.
"Aku juga," balas Jongin dengan lirih sebelum akhirnya ia menatap Kyungsoo setelah ia mencoba menghindar dari tatapan gadis itu. "Aku pasti mengganggumu."
"Tidak," jawabnya seraya menggeleng. "Aku benar-benar tidak bisa tidur. Lalu kau?" tanya Kyungsoo seraya menatap sebotol Soju dan gelas kertas yang tengah Jongin pegang.
"Aku benar-benar tidak bisa tidur dan ya.. hanya menghangatkan diri," lama Jongin terdiam seraya menatap botol sojunya sebelum akhirnya ia bicara. "Maaf karena aku harus minum-minum padahal sedang ada tamu dirumahku sendiri."
"Tidak apa-apa?"
"Kau mau? Aku akan membawakan gelas yang lain."
Ketika Jongin hendak berdiri, Kyungsoo segera menahan tangannya dengan ringan.
"Tidak, aku hanya ingin menemanimu saja."
Jongin hanya bisa diam hingga akhirnya ia duduk kembali. Dengan canggung ia menuangkan kembali minumannya lantas menenggaknya sendirian. Terus seperti itu hingga akhirnya Jongin terlihat cukup biasa dan tak canggung lagi untuk lebih banyak menuangkan minumannya. Sedangkan Kyungsoo, gadis itu seolah tengah menjaganya. Ia hanya duduk terdiam dan menatap bagaimana Jongin minum seteguk demi seteguk bahkan hingga sebotol minuman itu Jongin habiskan sendirian.
"Kau tahu apa yang tengah kupikirkan saat ini?" tanya Jongin tiba-tiba. "Dulu aku bahkan tidak bisa minum lebih dari seteguk di depan kekasihku dan sekarang aku bahkan bisa saja mabuk karena menghabiskan satu botol soju di depan kekasihku sendiri."
Kyungsoo hanya diam dan menatap tak mengerti apa yang tengah Jongin ucapakan.
"Aku berbohong kepadamu," ucapnya lagi. "Aku mengatakan bahwa aku tidak mengenalmu. Bahkan seberapa keras kau mencoba membuatku ingat kembali, aku tetap mengatakan bahwa aku tidak mengingatmu, tapi setiap kali kau bicara tentang diriku yang dulu, aku merasa takut.
Bahkan ketika kau mengatakan jika kau mengenal Eunbi, aku tahu bahwa kau pasti benar-benar sangat mengenalku. Seberapa keras aku mengatakan tidak tapi sejujurnya aku bahkan tidak bisa mengelaknya. Kau bahkan mengatakan tentang sebuah kebahagiaan yang bodoh itu. Rasanya seperti aku akan segera mendapatkan karmaku."
"Kenapa?" tanya Kyungsoo.
"Karena aku takut kepada dirimu," bisiknya dan menatap secara lekat-lekat. "Aku mengingatmu Kyungsoo, kau pernah ada dalam mimpi burukku. Sama seperti dalam mimpiku, kau menjanjikanku sebuah kebahagian dan saat itulah aku membunuhmu."
Kyungsoo tercenung, ia hanya bisa diam tidak percaya dengan apa yang Jongin katakan. Jongin selama ini mengingatnya tetapi pria itu menganggap pertemuannya dengan Kyungsoo hanya ada dalam mimpinya. Tetapi hal itu tidak membenarkan bahwa Jongin benar-benar membunuh Kyungsoo. Sesuatu kembali Kyungsoo rasakan. Ia menyentuh dadanya perlahan dan ia bisa merasakan sebuah rasa sakit disana. Hatinya; tidak lebih tepatnya hati Jongin. Apa kali ini Jongin tengah merasakan sakitnya juga?
"Sepertinya aku ditakdirkan untuk menyakiti orang-orang yang ada di dekatku. Entah itu Eunbi ataupun itu kau. Kurasa tidak akan lama lagi, aku juga akan menyakitimu."
Jongin menenggak minumannya, entah yang beberapa lantas menghela napas cukup panjang untuk itu.
"Semua orang ingin membuatku bahagia termasuk dirimu tetapi yang bisa kulakukan hanya menyakiti mereka. Aku sendiri merasa ragu apakah aku bisa bahagia kali ini?"
"Kau terlalu baik untuk bisa menyakiti mereka," ucap Kyungsoo.
Jongin sedikit tersenyum tipis dan menggeleng. "Tidak, aku bukanlah orang baik seperti apa yang kau lihat."
"Kau tetaplah orang baik di mataku," ucap Kyungsoo seraya menatap lekat-lekat mata Jongin.
Mereka sama-sama terdiam, begitupun Jongin yang hanya bisa tertegun menatap mata Kyungsoo. Bahkan ketika gadis itu bergeser maju dan memeluk leher Jongin. Menariknya kedalam pelukannya.
"Kau salah menilai dirimu sendiri. Aku tahu kau benar-benar ingin bahagia tapi kau hanya takut untuk melakukannya. Kau tidak takut kepadaku, kau takut kepada dirimu sendiri," bisik Kyungsoo.
"Ini tidak adil jika dalam hubungan ini pada akhirnya kau yang harus kusakiti," bisik Jongin, secara tidak langsung ia mulai menerima hubungannya dengan Kyungsoo.
"Aku sudah mengatakan bahwa aku menyukaimu, aku akan membuatmu bahagia bila menjadi kekasihku. Itu bukan berarti kau juga akan menyakitiku," Kyungsoo kini semakin berani, lebih menarik Jongin. Kedalam dekapannya ketika pria itu hanya bisa terdiam dalam lamunan nya.
"Buatlah itu terjadi," bisik Jongin bahkan hampir tidak bisa terdengar. "Buatlah aku bahagia dengan caramu."
Kyungsoo tersenyum, "jika kau mau memelukku," goda Kyungsoo. Gadis itu hanya berniat untuk bercanda, sedikit mencarikan suasana diantara mereka berdua namun siapa yang menyangka bahwa kini Jongin telah melingkari tubuh Kyungsoo dengan tangannya.
Namun belum sempat Jongin bisa membalas pelukan itu. Suara benda jatuh mengejutkan mereka berdua. Kyungsoo maupun Jongin melepaskan kontak tubuh mereka. Saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya menatap benda apa yang telah terjatuh tadi.
Jongin berdiri untuk meraih sebuah panci kosong yang tergeletak di lantai. Ia mencari penyebab yang telah membuat benda ini jatuh namun tidak ada yang salah dengan tempat panci itu semula. Tidak terlalu peduli, Jongin menyimpannya kembali, sedikit menggesernya ke tempat semula.
"Sebaiknya kau segera tidur," ucap Jongin, "ini sudah terlalu malam."
Kyungsoo yang semula terkejut kini menatap Jongin bingung.
"Kau juga seharusnya tidur," titahnya.
"Aku akan segera tidur."
"Sebaiknya kau jangan minum-minum lagi."
"Ya."
"Beristirahatlah, besok kau akan bekerja."
"Aku tahu, dan kau juga."
Kyungsoo menggigit bibirnya mulai mencari alasan lain untuk bisa membujuk Jongin agar segera beristirahat. Namun sayangnya ia hanya bisa membisu di depan Jongin yang masih menyila lengan seraya menatapnya lekat.
"Kau ingin tidur disini?" tanya Jongin. "Kau mungkin akan mengadu kepada Yeri dan menuduhku tidak memberikan tempat tidur yang layak untukmu jadi cepatlah tidur sekarang."
"Aku tidak seperti itu," gerutunya sebelum akhirnya berdiri untuk segera kembali ke tempat tidurnya.
Sebelum ia benar-benar pergi, ia kembali menoleh kepada Jongin. "Ayo tidur!" ajaknya paksa.
Jongin berdesis, "baiklah."
Pada akhirnya Jongin mengalah terhadap Kyungsoo. Ia membereskan botol kosong yang telah dihabiskannya dan membuang gelas kertas ke tempat sampah sebelum akhirnya ia mengikuti perintah Kyungsoo dan berbaring di tengah ruangan. Sedangkan Kyungsoo diam-diam ia tersenyum dan akhirnya kembali ke tempat tidurnya. Selagi ia berbaring ia memerhatikan Jongin dari kejauhan. Ya.. ada hari dimana nanti Jongin akan bahagia. Hanya sedikit paksaan tapi Kyungsoo pasti akanembuatnya bahagia.
"Selamat malam, Jongin," ucap Kyungsoo sebelumnya dan Jongin hanya membalasnya dengan sebuah deheman yang terdengar malas.
Meskipun begitu, itu sudah cukup membuat Kyungsoo tersenyum bahagia.
***
Jongin terusik dari tidurnya. Ketika ia membuka matanya ia sedikit meringis karena rasa pening di kepalanya. Soju yang ia minum tidak cukup untuk bisa membuatnya mabuk tetapi tetap saja efek dari minuman itu masih bisa ia rasakan sampai sekarang.
Sejujurnya ia jarang sekali untuk minum namun entah kenapa kemarin malam ia ingin melakukannya. Namun siapa yang menduga bahwa akhirnya ia akan merasakan pening seperti ini. Sepertinya ia akan sedikit terlambat untuk pergi ke cafe.
Setelah ia cukup terbiasa. Jongin bangun dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun ia tertegun mendapati seorang gadis yang tengah sibuk dengan lemari pendinginnya. Jongin mengernyit, terlalu bingung dengan perasaan yang ia rasakan. Selama ini ia hanya memikirkan bagaimana Eunbi yang selalu membayangi hidupnya. Namun ini terlalu aneh ketika melihat gadis asing berada di dalam rumahnya. Jongin tidak benar-benar mengenalnya tetapi perasannya mengatakan bahwa ia seperti telah lama sekali mengenal gadis itu. Seperti sebuah memori yang membawanya hanyut pada sebuah kenangan yang sama sekali tidak bisa ia ingat.
Ketika gadis itu menoleh, jantungnya tiba-tiba berdebar melihat senyumannya. Kyungsoo. Ia sedikit melafalkan nama gadis itu untuk benar-benar mengingat apakah dia memang gadis yang ada di mimpinya ataukah semua yang ada dalam mimpinya adalah sebuah kenyataan. Namun tetap saja, ia selalu terjebak dalam kebingungannya sendiri.
Hingga pada akhirnya, jantung yang pertama kali berdebar kencang karena gadis itu, senyuman yang membuat ia tertegun karena gadis itu, dan rasa keingintahuan yang besar akan keberadaan gadis itu menghilang ketika Kyungsoo menyapanya.
"Selamat pagi, Jongin."
Itu sebuah sapaan biasa. Sapaan yang sering sekali ia dengarkan dari orang-orang yang mengenalnya. Entah itu Sungwoon dan Yeri. Namun entah kenapa sapaan gadis itu seolah memberinya pada sesuatu yang sempat hilang dalam dirinya. Entahlah, Jongin hanya merasa ia pernah mendengar itu sebelumnya.
"Kau berbohong tentang tidak memiliki apapun untuk ku makan semalam. Tapi aku menemukan sebungkus roti didalam kulkasmu," ucap Kyungsoo.
Jongin mengernyit atas ucapan itu lantas menengok pada dua lembar roti yang sudah disajikan di atas piring. Lengkap dengan sekotak susu.
"Kau menyiapkan itu?" tanya Jongin bingung.
Kyungsoo tersenyum lebar, "aku tadinya ingin membuat sarapan untukmu tetapi aku baru ingat aku tidak bisa memasak. Aku juga tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan makanan lagi."
"Kemampuan apa?"
Kyungsoo terlihat bingung sesaat sebelum akhirnya ia terkekeh dengan aneh di hadapan Jongin.
"Maksudku tidak memiliki uang," balasnya dan Jongin hanya mengangguk.
Jongin mendekat ke arah konter dan menatap dua lebar roti tawar tersaji disana.
"Aku tidak akan memakannya," ucap Jongin membuat Kyungsoo segera menunjukkan raut sedihnya.
"Kenapa? Aku kan sengaja menyiapkannya untukmu."
"Ini sudah kadaluarsa Kyungsoo," ucapnya seraya mendorong piring itu menjauh.
"Kadaluarsa?" tanya Kyungsoo bingung.
"Sudah tidak bisa dimakan, kau lihat roti itu sudah berjamur?"
Kyungsoo menatap roti itu lekat-lekat, sedikit menghitam di ujungnya, "kupikir semua roti seperti itu," ucapnya dan Jongin langsung mendesis tak percaya dengan ucapan Kyungsoo.
"Jika aku mati, kau yang bersalah."
"Ya, aku kan tidak ingin membuatmu mati. Aku kan ingin membuatmu bahagia!" teriaknya dengan keras.
Jongin kembali tertegun sesaat sebelum akhirnya ia berdecak dan mengambil kotak susu yang ada disana. Menatap keadaan kotak susu itu yang masih bagus dengan tanggal kadaluarsa yang masih lama, Jongin kembali bicara.
"Lalu darimana kau mendapatkan ini?" tanya Jongin karena seingatnya ia tidak lagi berlangganan susu kepada kurir.
"Aku menunggu pengantar susu untuk bisa menndapatkannya."
"Kau membelinya?"
Kyungsoo menggeleng. "Aku mengatakan di rumah ini tidak ada susu jadi aku memintanya untuk bisa memberi makan kepadamu karena di sini tidak ada makanan apapun."
"Semudah itu?" tanya Jongin tidak percaya.
"Dengan sedikit tangisan," kekeh Kyungsoo dan lagi-lagi Jongin hanya bisa menggeleng.
Jongin kembali menatap kotak susu itu. Sepertinya ini cukup lumayan untuk meredakan rasa pening di kepalanya. Akhirnya Jongin membuka kemasaannya dan meminumnya cepat.
Ia menoleh kepada Kyungsoo dan masih menemukan bagaimana gadis itu tersenyum untuknya.
"Kenapa kau hanya mendapatkan satu? Jika kau menangis kau mungkin akan mendapatkan lebih dari itu," tanya Jongin.
"Kau ingin banyak?"
"Ini cukup, tapi ya.. mungkin kau juga bisa mendapatkannya untukmu sendiri."
"Aku hanya ingin memberikannya kepadamu," balasnya seraya tersenyum.
Jongin menatapnya sesaat dan pada akhirnya iaengalah atas keegoisannya kali ini. Ia mengarahkan susu itu yang masih tersisa setengahnya kepada Kyungsoo.
"Minumlah," titah Jongin.
Kyungsoo menaikkan tangannya untuk menolak. "Tidak, itukan untukmu."
"Kau juga pasti lapar. Minumlah ini dan kita akan mencari sarapan bersama."
Meskipun ragu, dengan malu Kyungsoo menerima sisa susu yang telah di minum Jongin itu. Ia hanya tersenyum untuk berterima kasih namun Jongin hanya pergi begitu saja meninggalkannya.
Ketika Jongin baru saja akan memasuki kamar mandi, suara ketukan pintu menghentikannya. Ia menoleh sebelum akhirnya mendekati pintu rumahnya untuk mencari tahu siapa yang trlahh bertamu sepagi ini.
Ketika Jongin membuka pintunya. Ia mendapati seorang pria tinggi dengan kulit yang sedikit pucat berdiri memberi salam untuknya. Ia terdiam sejenak untuk mencoba menerka siapa pria yang ada di hadapannya ini karena entah kenapa perasaannya mengatakan bahwa ia pernah mengenal pria ini sebelumnya.
"Apa Kyungsoo ada disini?"
Lama ia terdiam, ia sedikit tergagap menjawab pertanyaan tak terduga pria itu. "Ah, ya.. dia ada disini."
Pria itu hanya berdiri diam tanpa ekspresi apapun. Namun saat ia mengangkat alisnya, saat itulah Jongin sadar bahwa pria itu tengah menunggunya untuk memanggil Kyungsoo.
"Oh, ya, aku akan memanggilnya."
Masih dengan pikiran yang sama, ia memanggil Kyungsoo dan mengatakan bahwa ada seseorang yang mencarinya. Gadis itu sedikit mengernyit hingga pada akhirnya ia mengikuti Jongin untuk menemui pria itu.
Satu nama yang terucap dari bibir Kyungsoo ketika ia bertemu pria itu membuat Jongin kembali berpikir keras untuk mengenal siapa dia.
"Sehun?!" tanyanya dengan wajah yang terkejut.
"Syukurlah ini berhasil, Minseok menyuruhku untuk membawamu pulang," jawabnya setengah acuh.
"Tapi, bagaimana bisa?" tanyanya masih dengan tatapan tak percaya.
"Sebaiknya kita pulang sekarang," ucapnya seraya memberi jalan untuk Kyungsoo pergi.
Kyungsoo segera mengangguk dan menatap Jongin yang masih nampak kebingungan.
"Maaf, aku tidak bisa sarapan bersamamu. Mungkin lain kali. Juga terimakasih untuk tumpangannya," ucapnya sebelum akhirnya pergi dengan setengah tergesa.
Jongin sama sekali tidak merespon semua ucapan Kyungsoo. Bahkan ketika gadis itu berlalu pergi meninggalkannya. Hanya menyisakan pria bernama Sehun itu yang masih memberi salam untuk pamit kepadanya.
Sebelum benar-benar beranjak pergi. Jongin baru membuka suaranya.
"Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?" tanya Jongin. "Kau yang menolongmu saat itu?"
Namun Sehun tidak menjawab apapun. Ia hanya sedikit menundukkan tubuhnya untuk memberi ucapan pamit yang kesekian kalinya. Hingga akhirnya meninggalkan Jongin tanpa sepatah katapun yang terucap.
***
*****
Selamat malam. Lama tidak berjumpa😊 rasanya udah lama sekali aku tidak update kelanjutan fic ini. Mohon maaf karena aku belum bisa update tepat waktu seperti kemarin kemarin lagi tapi aku akan tetep mencoba update secepatnya. Dan semoga chapter yang super panjang ini bisa membalas keterlambatan updateku.
Aku juga belum bisa balas komen kalian tapi aku menghargai sekali semua yang telah memberi saran untuk tulisanku. Allhamdulillah, sedikit demi sedikit aku belajar untuk memperbaiki tulisanku. Semoga gak ngebosenin ya.. hehe.
Aku butuh bacaan baru (terutama yang genrenya hurt, angst, semacam itulah) *hehe ketahuan suka cerita yang baper* tapi boleh deh kalian sekedar bagi ceritanya sama aku. Aku emang rada pilih-pilih bacaan tapi aku akan meninggalkan jejak. Kalem aja. Kali aja ada cerita yang nyangkut ke hati.. hehe.. komen ya cerita kalian karena lagi bosen nonton drama lol
Udah deh ya cuap-cuapnya. Mari bertemu lagi di chapter selanjutnya😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro