Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

"Kau tau bahwa penjualan album fisik tengah menjadi tren lagi tahun ini? Beberapa toko musik kembali mengalami peningkatan. Indeksnya naik dengan cepat, lihatlah.. tahun ini para idol begitu tengah gencar dengan promosi mereka," pria itu mendesah sekilas sebelum kembali menatap buku catatan yang selalu rutin dibawanya. "Pantas saja mereka menganggap paruh ketiga ini adalah perang."

Sungwoon mendongak melepas pandangannya dari pengamatannya lantas berdecak ketika menemukan bahwa sosok yang tengah diajaknya berdiskusi kali ini malah tengah diam dengan tatapan kosong. Ini sudah kesekian kalinya di hari ini.

"Hey! Kau bisa benar-benar cepat tua jika pagi-pagi sekali kau sudah melamun seperti itu!" ucap Sungwoon dengan kesal seraya melemparkan buku catatannya. Hal itu sukses membuat pria itu tersentak dan menatap jengkel rekannya. "Apa, memikirkan dia lagi? Kau masih belum bisa move on darinya Kim Jongin?"

Jongin hanya berdecak lantas meminum kopi yang sedari tadi dianggurkannya, "diamlah," komentarnya singkat dan hal itu malah membuat Sungwoon mendengus.

"Sudahlah, kau baru diputuskan satu kali dan kau bertingkah seperti hanya dia satu-satunya wanita yang ada di dunia ini, memangnya apa specialnya dia? Kau sudah dikhianati jadi untuk apa memikirkannya?"

"Dia gadis yang baik," komentarnya lagi dan Sungwoon mendesah untuk mendengar kenyataan yang menyedihkan itu.

"Jongin, aku tahu kau sangat mencintainya tapi bisakah kau lupakan itu dan cari wanita lain yang lebih pantas mendapatkan cintamu itu? Dia akan mendapatkan karmanya. Tenang saja, jadi kawan," Sungwoon menepuk bahu Jongin seolah memberi kekuatan. "Berbahagialah!"

Jongin hanya tersenyum tipis mendapati bagaimana rekannya bisa memberikan sebuah amanat yang bahkan tidak bisa ia yakini untuk mendapatkannya. Kebahagiaan bukanlah hal mudah untuk didapatkan. Pekerjaan, kehidupan, cinta, omong kosong jika hal itu mudah untuk dijalani.

Tatapannya kembali teralih kepada seorang gadis yang tengah terduduk seorang diri di ujung ruangan cafe ini. Tidak, sedari tadi ia tidak melamunkan seseorang, bahkan tentang mantan kekasihnya itu-untuk pertama kalinya ia tidak mengingat dia. Anehnya ia malah tertarik memerhatikan gadis yang duduk menghadap jendela luar dengan pandangan yang berbeda dari orang kebanyakan. Entah apa ia menjabarkannya yang jelas kemurungan yang nampak dalam gambaran wajah itu seolah mengikuti keadaan cuaca hari ini. Sangat muram.

'Plak'

"Diam kau! Apa ini balasanmu setelah apa yang aku lakukan selama lima tahun pernikahan kita? Jika bukan karena diriku, kau mungkin sudah hidup sengsara!"

Sebuah suara tamparan keras dan teriakan seorang pria membuat perhatian Jongin teralihkan. Ia menatap sepasang pria dan wanita itu dimana sang wanita hanya terisak dalam tangisannya dengan telapak tangan tersimpan di pipinya.

"Bayangkan saja, ketika keluargamu jatuh miskin apakah ada pria yang menginginkanmu?" pria itu berdecak, "beruntung aku mau menikahimu, kau bisa memiliki semua yang sama persis seperti apa yang kau miliki dulu. Jadi seharusnya kau bersyukur untuk itu."

"Kau hanya menganggap pernikahan ini sebagai status saja, kau pikir aku menikahimu hanya untuk mengangkat derajat keluargaku saja? Itu tidak benar," bisik wanita itu lirih dengan wajah yang tertunduk.

"Tidak benar? Lalu apa? Hah?"

"Aku mencintaimu," bisiknya lagi membuat pria itu hanya mendecakkan lidah seolah apa yang didengarkannya bukanlah sesuatu yang berharga. "Aku sudah sangat jelas mencintaimu tetapi kau tidak pernah menghargai perasaanku."

"Tutup mulutmu!"

"Dan kau teganya memiliki wanita lain tanpa aku ketahui selama lima tahun pernikahan kita. Kau bukan hanya membohongiku, kau juga membohongi keluargaku! Kau-"

'Plak'

"Diam kau, wanita sialan!"

"Kau tidak pantas mengatakan hal seperti itu! Memangnya kau siapa hah? Dengan beraninya kau menuduhku hal semacam itu. Cinta katamu, persetan dengan apa yang kau katakan. Kau mengatakannya karena kau tidak ingin kehilangan kemewahan yang aku berikan kepadamu bukan?"

"Selama ini aku tidak pernah takut kehilangan segalanya?" buka lagi wanita itu dengan emosi yang mulai tersulut. Ia mendongak dan menangis menatap suaminya. "Aku benar-benar mencintaimu tapi kau tidak peduli dengan perasaanmu, jika kau berpikir aku takut kehilangan segalanya, kau salah besar. Ayo kita bercerai!" ungkap wanita itu dengan tekanan kuat di akhir kalimatnya.

"Baik, jika itu maumu, kita bercerai!"

Pria itu pergi berlalu begitu saja dan sang wanita hanya bisa menangis seorang diri dalam kesakitan. Entah kenapa Jongin merasakan sakit yang sama, merasakan bahwa pria itu bodoh meninggalkan wanita yang telah begitu sangat mencintainya begitu saja. Beberapa orang mulai menghampiri wanita malang itu dan kebanyakan dari mereka adalah para wanita yang juga dapat merasakan kesakitan yang sama dengan yang dideritanya.

Jongin mendesah, bahkan hatinya ikut sakit mendengarnya. Sebuah kata perpisahan.

"Eunbi tidak menyampakkanmu seperti itu kan?" bisik Sungwoon tiba-tiba dan Jongin hanya menggeleng sebagai jawaban. "Baguslah, aku hanya benci untuk membayangkan kau menangis seperti itu. Hah.. kasian sekali wanita itu."

"Aku sudah bilang, dia baik."

Sungwoon mendelik seketika, "terus saja membelanya, pantas saja kau tidak pernah bisa mendapatpan penggantinya."

Jongin mengacuhkan perkataan Sungwoon. Ya, Eunbi memang mengkhianatinya. Ya benar, ia telah benar-benar dicampakkan oleh Eunbi tetapi anehnya sampai saat ini ia tidak bisa semarah Sungwoon tentang hal ini. Ia yang merasakannya tetapi kenapa harus Sungwoon yang bersulut-sulut begitu membenci gadis itu? Setidaknya selama 5 tahun terakhir ini ia tahu bahwa Eunbi bukanlah orang yang seperti dikatakan Sungwoon. Ada alasan lain dan Jongin menerima keputusan itu. Lagipula tidak masalah hubungan mereka berakhir, itu yang sering diucapkannya hanya sekedar pelarian dari rasa sakit hatinya.

Keadaan wanita itu tanpa sadar ikut menyadarkannya juga. Apakah jika ia benar-benar terpuruk karena hubungannya telah berakhir akan bernasib sama seperti wanita itu? Menangis seolah cinta telah benar-benar berakhir di dunia ini. Jongin masih mencari jawabannya.

Jongin mengalihkan perhatiannya dan seketika ia mengernyit bahwa gadis yang sebelumnya sempat ia perhatikan sekilas telah menghilang dari tempatnya saat ini. Oh, pagi ini benar-benar telah banyak mengalihkan perhatiannya dengan hal-hal yang tak terduga.

***

Seperti kebiasannya, Jongin akan pulang terlambat malam ini. Beberapa artikel yang telah ia buat dan di terbitkan tidak ia biarkan begitu saja. Ia harus memantau perkembangan sejauh mana respon pembaca atas artikel yang dibuatnya. Jika hal itu dianggap mudah, tentu saja tidak. Jika satu kata saja ia salah tuliskan hal itu akan berdampak pada keyakinan dan pendapat pembaca tentang kebenaran artikel tersebut.

Wajar saja jika terkadang ia juga selalu stress terhadap pekerjaannya. Tekanan deadline, revisi, komentar-ia harus menyelesaikannya sendiri.

Ketika ia baru saja membuka pintu rumah sewanya. Ia langsung membaringkan tubuhnya di lantai. Masih mengenakan sepatu dan tas yang ia lemparkan di sisi tubuhnya. Menerawang lampu kamarnya yang bahkan tidak menyala. Gelap dan juga sepi. Sampai kapan semua ini berakhir?

Jongin berguling dan memiringkan tubuhnya, berbaring dengan satu lengan sebagai bantalannya. Hal itu tak sengaja membuat matanya menatap langsung sebingkai foto yang masih dipajangnya, bahkan setelah hubungan mereka berakhir dua bulan yang lalu.

Perasaannya sakit, tetapi ia tidak bisa menangis. Hatinya mengatakan bahwa ia kecewa tetapi ia tidak bisa marah kepadanya. Perasaan macam apa ini. Bahkan Sungwoon telah memintanya untuk membuang semua hal yang berhubungan tentang Eunbi tapi sampai saat ini, ia bahkan masih menyimpan baik-baik semua kenangan yang tersisa akan hubungan mereka yang telah kandas. Dapat disimpulkan bahwa separah apapun Eunbi telah menyakitinya, hal itu tidak meruntuhkan sedikitpun rasa cinta yang dimiliki Jongin terhadap gadis itu.

Bukan hanya berjarak bulanan saja, tetapi bertahun-tahun. Ia bahkan tidak bisa melupakan gadis itu barang sedetik saja. Satu-satunya pelampiasan yang bisa ia lakukan untuk melupakan gadis itu hanya dengan bekerja. Maka dari itulah ia bekerja lebih gila dua bulan terakhir ini. Dan mungkin sekarang ia baru mendapatkan imbasnya. Ia lelah dan tubuhnya terasa lemas hanya untuk berpindah ke tempat tidur saja.

Malam yang larut membawanya untuk menutup matanya. Setiap hari, setiap jam, setiap malamnya; ia menutup matanya dan meminta bahwa hari esok ia mendapatkan sesuatu yang dapat membahagiakannya-meskipun pada akhirnya selalu berakhir sama.

"Dia adalah pria yang patah hati, sampai dua bulan ini dia masih belum bisa menemukan jalan keluar dari cinta lamanya," ucap seorang pria yang duduk berdampingan dengan gadis berpakaian serba putih disampingnya.

Gadis itu mendesah, menatap muram sebuah gedung sewaan yang terletak dipinggiran kota. Ia menatap lamat-lamat dimana dengan secara jelas juga lah ia bisa melihat seorang pria dengan aura hitam yang mengelilinya. Indikasi bahwa pria itu seperti tidak bisa mengikhlaskan masa lalu entah itu pada diri sendiri atau orang lain. Kesedihannya begitu jelas terlihat dan hal itu semakin membuatnya miris.

"Dia tidak pernah menginginkan adanya karma berlaku kepada mantan kekasihnya. Meskipun ia benar-benar telah disakiti."

"Ada alasan tentang itu bukan?" tanya gadis itu dan sang pria mengangguk membenarkan. "Pria itu juga tahu?"

"Secara takdir, pria itu mengetahuinya. Ia menerimanya tapi tidak bisa mengikhlaskannya," pria itu berdesis. "Bagaimana menjelaskannya ya.. yang jelas itu sangat rumit."

"Perasaan manusia memang sangat membingungkan," balasnya dan menatap ke arah angkasa seolah ia bisa menerawang sesuatu disana. "Jika aku ingin menyalahkan, aku akan lebih menyalahkan gadis itu. Dia benar-benar egois. Bagaimana bisa ia membiarkan kekasihnya ini menderita?"

"Itulah kenapa pekerjaan kita bertambah setiap harinya, Dia meminta kita membahagiakannya agar pria itu bisa hidup dengan normal," tunjuknya ke atas mengatakan bahwa Tuhan-lah yang benar-benar membuatkan takdir hidup seseorang dari menderita hingga berakhir kebahagiaan.

"Apakah harus aku?"

"Tidak ada yang bisa diandalkan selain kau Kyungsoo, aku yakin kau bisa mengatasinya. Terhitung mulai besok selama 40 hari kau harus bisa membuatnya bahagia."

"Jika aku gagal?"

"Aku tidak pernah tahu ada kata gagal dalam pekerjaanmu."

Kyungsoo tersenyum menatap pria berwajah aristokrat di sampingnya. Sehun, dia adalah rekan yang cukup banyak membantunya dalam membangun kepercayaan diri. Dia pintar memuji; sesuai keahliannya. Satu hal saja yang diucapkan Sehun cukup mampu menumbuhkan kepercayaan dirinya untuk melaksanakan pekerjaan yang tidak biasa ini.

Malaikat seperti mereka pada dasarnya memiliki pekerjaan yang sama seperti mengantar, melindungi dan menjemput. Entah itu dalam kehidupan atau perihal kematian. Akan tetapi peraturan lainnya juga membuat mereka harus berdiri dibatas sewajarnya dalam sebuah keabadian. Tidak mengikut campuri kehidupan manusia, tidak terlena oleh kehidupan dunia dan tidak mengenal cinta.

Dan untuk beberapa alasan, kali ini Kyungsoo harus terpaksa mengikuti perintah bahwa ia harus melakukan pekerjaannya sesuai kehendak yang telah diberikan. Ia seorang pengumpul hati, ia membalaskan perasaan sakit pada orang-orang yang telah mengkhianati, mencari cinta untuk orang-orang yang terkhianati dan sekarang ia harus membuat seseorang bahagia karena patah hati.

***

Hari pertama.

Kyungsoo tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk memulai semua tugas yang telah dibebankannya ini. Manusia cenderung memiliki kecurigaan lebih tinggi akan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba-termasuk itu adalah keadaan paksaan oleh takdir. Rasanya aneh jika Kyungsoo tiba-tiba muncul dihadapan Jongin. Bagaimana ia menjelaskan keberadaannya? Ia bahkan tidak diperkenankan untuk mengatakan ia adala seorang malaikat. Tidak ada yang boleh tahu, kenyataan bahwa ia harus memainkan peran sebagai seorang manusia sudah cukup berat baginya.

Tidak ada hal yang mudah dalam pekerjaannya.

Maka dari itu langkah pertama yang dibuatnya dengan sesuatu yang tak lagi tersentuh oleh pria itu. Sekotak susu ia simpan di depan pintu rumahnya. Kyungsoo tahu bahwa selama dua bulan ini pria itu mulai melupakan tentang keadaan tubuhnya. Sepanjang hari ia akan melewati sarapan dengan perut kosong yang diisi dengan satu gelas kopi hitam. Saat makan siang, ia sering melewatkannya dan pada malam hari ia hanya akan memesan makanan atau sekedar memasak mie ramennya sendiri. Kondisi seperti itu lambat laun akan akan melukai tubuhnya setelah hatinya yang terluka lebih dulu.

Ia menunggu di sisi lain pintu itu. Tidak cukup jauh hingga ia bisa memastikan bahwa kotak susu yang disimpannya sampai di tangan Jongin. Beberapa menit berlalu ia menunggu, barulah pintu itu terbuka. Kim Jongin, pria itu seperti biasa telah nampak rapi pagi ini namun sebelum ia melangkah keluar, ia terhenti untuk meliat sesuatu di bawah kakinya. Tanpa banyak bicara ia mengambil kotak susu itu seraya menoleh ke kanan dan ke kiri dan saat itulah matanya bertemu dengan Kyungsoo yang nampak canggung dengan tangan yang menuntun sepeda dan sekeranjang susu di sana.

"Kurir baru?" tanya Jongin namun Kyungsoo hanya bisa tersenyum membalasnya. "Aku belum melakukan pembayaran langganan sebelumnya. Aku akan membayarnya nanti, aku terlambat hari ini jadi sampai jumpa," lanjutnya disertai senyuman yang dapat Kyungsoo artikan sebagai sebuah keramahan biasa.

Tanpa merespon apapun atas tindakannya beberapa saat yang lalu. Kyungsoo hanya bisa memerhatikan langkah pria itu pergi menjauh dengan sekotak susu yang masih dalam genggamannya.

Ada kata lain dari terlambat yang diucapkan Jongin kepadanya tadi. Ya, terlambat untuk bisa sampai lebih awal di kantornya dan melakukan pekerjaan gila-gilaannya lagi.

***

Hari kedua.

Kyungsoo masih menyimpan sekotak susu di depan pintu rumah Jongin tetapi tidak seperti kemarin. Ia langsung pergi dan bersembunyi dan hanya mendapati bahwa Jongin hanya mengambil kotak susu itu lalu pergi.

Di perjalanan menuju kantor Jongin. Kyungsoo membagikan selebaran tentang restoran baru yang baru dibuka hari ini. Dengan diskon, dengan pelayanan antar langsung untuk makan siang. Meskiun Jongin hanya berjalan melewatinya begitu saja tetapi ia berhasil menyelipkan satu lembaran itu pada tas punggung Jongin.

Seperti yang sudah direncanakannya, Jongin menelponnya dan meminta bebeberapa porsi makan siang untuk dia antar ke kantornya.

Dengan semanagat Kyungsoo mengantarkan makan siang itu dan mendapati hanya Jongin yang masih duduk di mejanya ketika yang lain telah berkumpul dalam satu meja untuk makan siang.

"Taruh saja disana, dia tidak akan kemari," titah seseorag kepada Kyungsoo seraya menunjuk ke arah tempat duduk Jongin saat ini.

Sesuai perintah Kyungsoo menyimpan mangkuk berisis jjajangmyennya di meja Jongin. Ia sama sekali tidak bicara, bahkan ketika Jongin baru mengalihkan pandanganya dari komputer di hadapannya. Pria itu baru menoleh ketika Kyungsp memberikan struk pesanannya kepada Jongin lantas mengeluarkan dompetnya untuk memberikan beberapa lembar ribuan won. Jongin mengangkat wajahnya dan mengucapkan terima kasih.

Kyungsoo berpikir bahwa Jongin akan menyapanya karena setidaknya ia telah melihat keberadaan Kyungsoo kemarin akan tetapi sepertinya Jongin tidak menyadarinya. Setelah itu Jongin kembali sibuk berkutat dengan pekerjaannya.

Ketika Kyungsoo melangkah untuk pergi, ia tidak tahu apakah Jongin akan menyentuh makannnya atau tidak.

***

Hari ketiga.

Belum ada perkembangan pasti tetang semua usaha yang diberikannya dua hari kemarin. Sehun mengatakan bahwa semua yang dilakukannya hanya membuang-buang watu saja. Kenyataan bahwa hanya 40 hari waktunya untuk bisa membuat Kim Jongin bahagia membuat Kyungsoo mulai resah. Jika ia tidak bisa membuat pria itu bahagia dan meupakan manta kekasihnya, selamanya pria itu tidak akan mempercayai cinta. Sangat buruk bagi Kyungsoo yang merupakan malaikat-pengumpul hati-untuk membuat semua manusia bahagia akan cinta.

Hari sabtu dan minggu seharusnya Jongin libur. Akan teai pria itu memilih hari sabt untuk lembur bekerja dan menyisakan satu hari saja liburnya. Meskipun Jongin tidak bekerja hingga larut malam. Sore ini Kyungsoo mendapati bahwa pria itu terlihat sangat letih.

Kyungsoo dapat melihatnya. Tentu saja.

Disini, di sebuah jalanan yang ramai Kyungsoo melihat pria itu berjalan dengan lunglai ketika ia membagikan balon untuk anak-anak disekitar toko mainan. Dari kejauhan ia memerhatikan Jongin. Sendirian, wajah menekuk dengan kedua tangan yang ia jejalkan di saku celananya. Bahkan Jongin berjalan seperti tengah menghitung langkahnya. Berbisik dan dalam keramaian sore ini Kyungsoo bisa mendengar alunan lagu yang tengah disenandungkannya.

Kyungsoo terdiam, bahkan ia merasa waktu berhenti seketika saat lagu itu mulai jelas terdengar dalam pendengarannya. Semua orang seolah membeku dalam posisi masing-masing dan hanya Kim Jongin yang berjalan seorang diri, nampak tidak menyadari sesuatu yang terjadi di antaranya karena hanya Kyungsoo lah yang merasakannya.

Bo-iji anado uri maju jwin du soni cham ttatteutajyo
Geudae jam mot deuneun bam naega du bol gamssajul geoyeyo
Seororeul mideoyo uri byeolcheoreom banjjagil cheossarangijyo
Dugeun-georyeodo tto hanbal hanbal jom deo gakkai-

Seperti yang telah ditakdirkan. Tiba-tiba saja Jongin berhenti di hadapannnya bersamaan dengan lagunya yang berhenti ia senandungkan. Ia berdiri di hadapan Kyungsoo. Menatap balon yang ada di tangan Kyungsoo kali ini. Dorongan kecil dalam dirinya membuat Kyungsoo memberikan satu baln berwarna kuning kepada Jongin yang langsung diterima pria itu dengan senyuman hingga menunjukkan deretan giginya.

"Terima kasih," ucap Jongin dan Kyungsoo hanya bisa menganngguk perlahan.

Jongin mentapnya secara langsung dan entah kenapa hal itu malah membuat Kyungsoo gugup.

"Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?" tanya Jongin tiba-tiba dan Kyungsoo hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat. "Aku merasa sering sekali melihatmu tapi entah dimana, aku tidak ingat."

Kyungsoo tidak tahu harus bicara apa kali ini. Ia tidak pernah bercakap secara langsung dengan manusia. Ia bingung dan semakin gugup ketika menyadari bahwa Jongin tak epas pergi begitu saja.

"Ngomong-ngomong kau juga bekerja disini?" tunjuk Jongin pada toko mainan yang ada di belakang Kyungsoo dan lagi-lagi tanpa suara Kyungsoo hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. "Setelah mengantar susu kau juga bekerja di toko mainan ini, kau pekerja keras," puji Jongin membuat setitik rasa aneh daam diri Kyungsoo seketika membuncah dengan misterius.

"Baiklah, kalau begitu semangat. Aku pulang," pamitnya dan dengan anggukan perlahan Kyungsoo pria itu berjalan untuk pulang.

Menatap kepergian pria itu Kyungsoo mengagumi bagaimana keramahan pria itu yang bahkan masih bisa mengingatnya. Meskipun kenyataannya ini bukanlah sebuah kebetulan biasa melainkan sudah sangat jelas ditakdirkan untuk mereka berdua. Entah kenapa Kyungsoo kembali tersenyum bahkan hanya dengan mendapati ketika pria itu memberikan balon yang di dapatkannya pada seorang anak perempuan yang tengah menangis dalam gendongan ibunya. Jongin tersenyum dan mengusap rambut gadis kecil itu, memberi sebuah perlakuan hangat yang bisa dirasakana Kyungsoo seketika.

***

Hari keempat.

Kyungsoo bukan hanya menyimpan susu setiap paginya. Ia juga menyimpan koran sebagai bahan bacaan Jongin. Bagaimanapun Jongin bekerja di media eletronik. Sepraktis apapun informasi yang akan didapatkannya ia juga harus menyeimbanginya dengan membaca media cetak seperti koran.

"Selamat pagi!"

Kyungsoo terkejut dan menoleh mendapati Jongin dengan pakaian olahraganya menyapa Kyungsoo dengan senyuman ramah. Jongin melepas earphone yang dikenakannya juga topi yang dipakainya membuat keringatnya nampak jelas bercucuran di sekitar keningnya.

Kyungsoo merasa kikuk bahkan ia tidak sempat menjawab sapaan pagi Jongin kepadanya. Bahkan ketika Jongin menengok apa saja yang disimpan Kyungsoo kali ini.

"Aku rasa aku tidak membayar untuk pesanan koran harian juga. Sudah lama sekali sepertinya tai sekarang ada kurir koran baru yang merangkap sebagai kurir susu," canda Jongin yag langsung mengambil koran dan sekotak susunya.

"Apa pembayarannya berbeda?"

Kyungsoo menggeleng.

"Jadi pembayaran yang aku lakukan termasuk langganan koran juga?"

Kyungsoo mengangguk.

"Murah sekali," bisiknya seraya memerhatikan koran yang baru didapatkannya. Dalam keterdiamannya Kyungsoo menyembunyikan sebuah senyuman dalam dirinya. Semua dilakukan hanya untuk Kim Jongin.

"Oh iya, kenalkan aku Kim Jongin," Jongin mengulurkan tangannya dan Kyungsoo tak bisa menyembunyikan keterkejutannya akan perlakuan Jongin kali ini. Kyungsoo menatap Jongin yang hanya tersenyum menunggu jabatan perkenalan mereka akan tetapi Kyungsoo terlalu ragu atau mungkin takut melakukan kontak fisik langsung dengan seorang manusia.

Alhasil ia hanya menengkram sepedanya kuat-kuat dan bicara yang lebih terdengar seperti bisikan.

"Kyungsoo."

"Akhirnya kau bicara juga," kekeh Jongin yang langsung menarik tangannya lagi seolah tidak terlalu penting apakah Kyungsoo akan membalas jabatan tangannya atau tidak. "Apa kau sadar bahwa ini adalah kali pertama kau bicara kepadaku. Setiap aku mengajukan pertanyaan kau tidak pernah menjawabnya."

Diam-diam Kyungsoo menunduk, mungkin ini yang namanya rasa malu. Ia tidak tahu harus berbuat apa ketika Jongin mulai menertawakannya.

"Jangan tersinggung, aku tidak bermaksud menjelekkanmu, maaf."

Kyungsoo mendongak dan tawa Jongin telah menghilang digantikan senyuman.

"Lain kali lebih banyaklah bicara. Aku akan selalu bertanya kepadamu dan kau harus menjawabnya oke, meskipun hanya sekedar mengucapkan selamat pagi. Jangan diam terus seperti itu, orang-orang jahat akan memanfaatkanmu bila kau begini. Oke?"

Kyungsoo mengangguk tetapi Jongin menaikkan sebelah alisnya tiba-tiba membuat Kyungsoo menyadari apa yang harus dilakukannya ketika Jongin bicara ataupun bertanya; menjawabnya.

"Iya," balas Kyungsoo membuat Jongin tersenyum puas untuk itu.

"Baiklah, semangat untuk pekerjaanmu."

Setelah itu Kyungsoo hanya bisa termenung cukup lama hingga pria itu memasuki rumahnya.

Langkah pertamanya sudah mulai dijalankan. Jongin mengenalnya dan hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah benar-benar membuat pria itu melupakan mantan kekasihnya dan menjadikannya pria bahagia.

Oh, Tuhan.. tapi bagaimana ia mengatasi kebisuannya setiap kali ia berhadapan dengan Jongin?

***

"Bahkan tanpa mengatakan, saling berhadapan, mata kita dipenuhi dengan yang lainnya
Sekarang ketika kau sakit, aku akan ke sana untuk merasakan dahimu
Jangan takut, seperti mimpi yang menyenangkan, ini adalah cinta pertama kita
Dengan hati-hati, hari demi hari, langkah demi langkah kita akan selalu mencintai-Na Yoon Kwon, IU - It's First Love, 2010

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro