Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Teman-temanku yang berharga

Aku sangat bersyukur bisa bersama mereka semua.

Menjelajah, bertarung, bercanda, berdebat, bahkan menangis bersama adalah kegiatan yang biasa setiap harinya. Aku sangat menyayangi mereka semua, dan mereka semua pun demikian kepadaku.

Mereka adalah orang yang memiliki banyak kemapuan dan kehebatan. Seperti hebat dalam melawan moster mengerikan dan hantu atau undeath, hebat dalam menyelesaikan masalah kehidupan, hebat dalam membuat orang lain tertawa terpingkal-pingkal, bahkan ada yang hebat 'ngepet'.

Panggilan mereka pun beragam. 

Ada The Unarmed Skin si Teripang, The Night Bandit yang kadang di panggil Babi Ngepet, The Sky Reacher yang juga sering dipanggil Monyet, The Loyal Servant yang menjadi ibu penyayang di kelompokku, The Holy Weeper atau Kang Sapu, dan lain sebagainya.

Tapi, belakangan ini mereka bersikap aneh.

Setiap kali aku datang menghampiri mereka yang seda!g berkumpul, mereka pasti bersikap seolah tidak ada apapun yang terjadi. Begitu pula saat aku bertanya ada apa, mereka pasti tidak mau menatap wajahku. Sebenarnya ada apa?

Aku merenung di atas pohon sequoia kesukaanku sambil menatap langit malam. Merenungi sikapku selama ini, apakah aku pernah membuat mereka marah? Apakah mereka sedang membenciku? Ataukah mereka sudah tidak membutuhkanku lagi?

Setiap menit tidak lepas dari helaan napasku, entah yang keberapa ini. Tanpa ku sadari air mataku tumpah.

"Hiks... Hiks..." Isakku.

"Ah, kenapa kamu menangis?"

Aku langsung menoleh kearah suara imut tersebut. Ternyata benar, dia adalah The Nature Mom atau biasa dipanggil Ice. Gadis manis ini tiba-tiba saja sudah ada di sebelahku.

"Ti-tidak kok." Dengan cepat aku menghapus jejak air mata. "Kamu kenapa ada disini Ice?"

Dia tidak menjawab, tapi menatapku lebih seksama. "Kamu menangis, jangan berbohong."

Ah... Aku lupa sulit untuk berbohong dari mereka, terutama dari Ice.

"Iya deh, aku tadi menangis."

"Jadi kenapa kamu menangis?" Dia mengambil posisi nyaman di sebelahku.

"Aku..." Sulit bagiku untuk menjawab. Tapi melihat wajahnya, mau tak mau harus kujawab. "Aku takut kalian akan membuangku."

"Eh?!" teriaknya. "Mana mungkin!"

"Benarkah?"

"Astaga, tentu saja. Bagaimana kamu berpikir begitu?"

"Soalnya aku ini mahluk tidak berguna, aku hanya mahluk yang tidak memiliki skill dan hanya bisa memarahi kalian saat kalian dari setiap misi atau even yang ada, kadang aku akan menguap lebar saat kalian berdebat panjang tanpa penyelesaian, atau aku tidak dapat memberi selusi apapun saat kalian sedang bersedih. Aku sungguh tidak berguna."

Dengan lembut, Ice memelukku.

"Tolong jangan berpikir begitu. Kamu itu sangat penting."

"Penting?" tanyaku sambil mengusap mata yang kembali berair.

"Ya." Ice terseyum cerah. "Karena kamulah kami ada dan bersama."

"Eh?"

"Udah ah, yuk turun. Mereka nungguin kita loh."

Tanpa menjawab kebingunganku, Ice melompat turun. Dengan tergesa aku mengikutinya.

"Anu Ice, apa maksudmu tadi? Dan bagaimana kamu menemukanku di malam-malam begini?"

Tanpa berbalik dia menjawab. "Karena kamu adalah cahaya kami."

Aku semakin bingung dibuatnya. Cahaya? Memang sih aku bercahaya karena aku adalah bangsa peri. Aku adalah peri cerita.

Tapi jawaban itu masih belum bisa menjawab kebingunganku.

Aku hanya mengikutinya pulang ke kamp. Sesekali kulihat dia melirik jam tangan dan baeguman 'hampir waktunya'. Apa maksudnya?

Saat kami tiba, kamp sangat sepi. Tidak ada cahaya lampu di halaman yang biasanya di hidupkan oleh The Fierce Fairy atau yang selalu mengaku sebagai suami dari bini Chang Wook 1.

Begitu di dalam, sangat gelap dan sepi. Bahkan aku kehilangan Ice saat masuk.

Hanya cahaya redup dari sayapku yang menerangi sekitarku.

Dengan kebingungan dan sedikit takut aku memanggil-manggil mereka.

"Hei teman-teman, dimana kalian? Ice jangan tinggalkan aku sendirian donk. Hei!"

Saat aku siap untuk menangis, suara ledakan disertai beberapa kertas kecil beterbangan mengagetkanku. Lalu disusul oleh dentangan jam yang menunjukkan tengah malam.

"Aduh kalian kecepatan satu detik deh. Kan udah dibilang pas jam bunyi." Keluh The Dainty Spy atau biasa dipanggil Duta Skinker.

"He he he. Maaf kami terlalu semangat." Lalu terdengar tawa garing dari The Wide Oldman atau kadang dipanggil Kakek Sugiono.

Kudengar pula tawa yang sama dari The Holy Weeper atau suka dipanggil Kang Sapu.

Lampu pun dinyalakan oleh The Mum Bystander.

"Eh- ada apa ini?" tanyaku bingung.

Mereka tak menjawab hanya terseyum. Lalu tak lama, Ami atau The Own Confess datang bersama kue tart dengan tiga buah lilin diatasnya.

"Selamat ulang tahun kami ucapkan kepada montakse..." Ucap mereka sambil bernyanyi bersama.

Saat itu juga aku menangis kejer tanpa peduli seberapa jeleknya wajahku.

Dalam sesegukanku mereka menyuruhku meniup lilin. Dengan senang aku melakukannya.

Agak susah karena tubuh kecilku yang sebesar lilin yang di pakai ini hampir ikut terbakar.

"Teman-teman... Kupikir kalian membenciku."

Mereka saling pandang.

"Mana mungkin lah!" kata The badass Eagle.

"Benar kamu kan adalah alasan kami ada." Lily atau The Chinwag Fighter ikut menanggapi.

Aku tidak sanggup lagi membalas perkataan mereka. Aku menangis dalam kebahagiaan.

Lalu pesta sederhana kami dilangsungkan hingga pagi tiba. Sebagian mereka sudah terkapar karena kecapaian dan kantuk.

Aku yang menatap teman-temanku satu persatu hanya bisa terseyum lembut.

"Terima kasih, kuharap kita bisa selamanya bersama."

------(=^・ェ・^=)-----

YEAAAY (/≧▽≦)/

Otanjoubi omedeto

Happy birthday

Selamat ulang tahun Montakse Aksara!

Semoga panjang umur, dan terus bisa menghasilkan banyak karya bermutu juga penulis handal lainnya.

Para senior pencipta grup ini, semoga sesepuh selalu kuat menghadapi tingkah tak terurus kami para junior, terutama saya yang lebih suka jadi penonton.

Semoga hadiah dari saya ini tidak terlalu aneh.

A Gift by mizuhakanatashi77

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro