Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[0] prolog

Cerita ini diikutsertakan dalam Proyek Menulis EAT 4 yang diselenggarakan oleh EAT X Loka Media Makassar.

🌻🌻🌻

Bunyi air yang mengguyur terdengar begitu nyaring, meskipun kamar mandi letaknya di pojok kanan lantai atas rumah ini. Sesekali senandung terdengar bersahutan dengan air, dan senandung kecil itu semakin jelas kala bunyi air menyepi.

Junia keluar dari kamar mandi dalam balutan bathrobe dan rambut yang dibungkus handuk. Rasa segar melingkupi dirinya yang baru selesai mandi di pukul sembilan malam.

Masih sambil bersenandung kecil, langkah Junia terhenti ketika sang kakak yanh baru saja memutar kunci pintu kamarnya bergidik menatap Junia. "Kebiasaan mandi malem tar rematik lho, Ni."

Kalimat itu lantas membuat Junia menghentikan senandungnya, dan menatap sang kakak tak suka. "Ya kalau kagak mandi kupret dong gue."

"Mandinya sore-sore dong, Ni."

"Sore, kan, gue masih di sekolah, Abaaaaang! Bawel, ye!"

"Dikasih tau malah ngatain, gue bilangin Mama tau rasa!"

"Aelah, bisanya ngadu!" Begitu selesai mengucapkannya, Junia berlalu dari hadapan Oka-lelaki yang ia panggil "abang". Ia segera masuk ke kamarnya untuk menggunakan pakaian, dan melakukan rutinitas malam.

Tak berbeda dengan sang adik, Oka juga lantas memasuki kamarnya, sembari menggelengkan kepala. Heran, mengapa Junia menjadi orang yang paling "ngeyel" di rumah ini?

Ponsel Junia yang tergeletak di atas meja belajar menyala, kemudian mati. Layar ponsel gadis itu seolah tak lelah menyala untuk mati. Junia tahu, hal tersebut adalah pertanda jika dirinya menerima panggilan telepon. Tetapi, ia malas.

Sungguh, mendapat telepon di waktu istirahat sangat mengganggu suasana! Apalagi kalau yang menelepon hanya ingin mengatakan hal tidak berguna, atau bertanya suatu hal yang tidak ada urgensinya.

Meski malas, Junia melirik ponselnya masih menandakan ada panggilan yang mesti diangkat. Nama Olla terpampang di layar, dan Junia gegas memfokuskan diri pada ponsel.

Olla termasuk golongan yang sama seperti Junia: malas menelepon dan menerima telepon, kecuali darurat. Maka gadis berambut sebahu itu buru-buru menekan tombol hijau, hingga sambungan telepon terhubung.

"Tai! Si Citra mewek, tuh!" Kalimat pembukaan yang tidak menyenangkan itu menyapa telinga Junia.

"Kenapa lagi, anjir?" jawab Junia pasrah.

"Dia liat lo boncengan sama Kevan."

"Demi Neptunus ... terus gimana? Sumpah, La, tadi gue balik kemaleman. Lo tau, kan, sekolah kita buat ke jalan raya mesti jalan kaki sejauh Anyer-Panarukan? Terus si Kevan ngasih tebengan, masa gue tolak!"

"Lo tetep salah karena nggak izin ke si Citra."

"Lah, mereka, kan, nggak pacaran. Astaga, gue lupa Citra anaknya drama. Terus gue mesti gimana dong, La?"

Terdengar Olla berdecak. "Gak tau deh, dia curhat ke gue sama Angel tadi, vidcall. Gue tau lo ada lomba sama si Kevan, gue jelasin ke dia ... gue malah naek darah. Gue pengen ngomelin Citra tapi dia lagi breakdown gini bisa-bisa suicide. Jadi gue ngomelin lo."

"Kampret!"

Olla tertawa sampai terbahak mendengar jawaban Junia yang mengumpat dengan nada khas. Padahal ia tahu, sekarang bukan saatnya untuk tertawa.

"Olla, anjir, terus gimana dong nanti gue ketemu Citra? Gue takut salah omong tar dia makin kena mental," ucap Junia lagi, kali ini nada pasrah terdengar jelas pada ucapannya.

"Asli gue nggak tau, Ni. Liat besok ajalah, sumpah gue capek temenan sama Citra. Tapi gue kasian, dia polos cenderung tolol anaknya, takut diculik gadun."

"Ah, dasar lo!"

"Udahlah, Ni. Gue mau ke angkringan, abis denger si Citra curhat jadi laper."

"Heh, lo ke angkringan sendiri?"

Bukan jawaban yang diterima Junia, melainkan bunyi resleting yang ditutup. Disusul bunyi kerosak lainnya, yang pasti berasal dari kerusuhan Olla.

"Juni, lo belum tutup teleponnya?" Akhirnya suara Olla terdengar.

"Gue nanya lo belom jawab, lo ke angkringan sendiri?"

"Iyalah! Gue jomlo, bebas, bor! Tar di sana juga dapet temen. Udah, Ni, tidur ege. Besok, kan, mau ketemu Kanjeng Ratu Citra Nusantara."

"Halah."

"Hahaha! Bye, Juni!"

Percakapan via telepon antara Junia dan Olla berakhir. Raut kesal begitu jelas tergambarkan pada wajah Junia yang kepalanya masih dibungkus handuk.

Kemudian gadis itu mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, sembari duduk di depan meja rias lengkap dengan cermin dan lampu hias ala-ala make up artist.

Usai menyelesaikan rambutnya, Junia berkata di depan cermin, "Selamat datang pada drama kehidupan, jangan harapkan hapily ever after, karena kamu bukan Cinderella. Baiklah, silakan tidur wahai diriku."

🌻🌻🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro