4. Invitation
Aku bangun dengan napas terengah-engah dan bau obat-obatan yang begitu terasa. Setelah beberapa saat aku baru menyadari ini bukan kamarku ataupun rumah orang yang aku kenal. Aku bangun dari tempatku dan mencoba berdiri dengan kedua kakiku.
Dimana aku sekarang?
Aku mulai berjalan keluar ruangan. Sepanjang mata memandang aku hanya menemukan pintu dan lorong. Aku mulai berjalan tak tentu arah memercayakan keberadaanku pada firasat yang melayang-layang di belakang kepalaku. Aku merasa tak asing dengan ruangan dan lorong ini. Namun, aku tak bisa mengingatnya secara jelas. Setelah beberapa lama aku berjalan tak tentu arah, akhirnya aku menemukan tangga, dan menuruninya.
Saat kakiku sudah mendarat di lantai dasar, aku tau sekarang aku berada dimana. Aku berada di tempat pelatihan kakek. Aku tidak melihat siapapun sejauh ini. Kalau tidak ada siapapun maka aku harus mencari sendiri. Terkadang pikiranku teralih kembali ke rumah, aku memikirkan Callister. Bagaimana dengannya kalau aku sampai dibawa kesini. Keadaannya bahkan dua kali lebih buruk dariku.
Sekarang aku sudah berada di taman luas yang mengitari mansion kakek. Mansion yang begitu besar yang hanya ditinggali olehnya dan pekerjanya. Aku adalah cucunya yang paling sering keluar masuk mansion ini. Yang lain terlalu sibuk karena keluargaku termasuk keluarga berada dan mempunyai nama yang berpengaruh. Kami biasa hadir di pertemuan keluarga bangsawan sebagai kolega bisnis. Kakek juga memiliki satu perusahaan yang terkenal hingga ke mancanegara juga bisnis tertutup yang hanya diketahui oleh para kolega bisnisnya. Mereka sangat sibuk kecuali kami generasinya selanjutnya yang bisa dikatakan cukup mengecewakan.
Anak-anak kakek memiliki pandangan yang baik di mata publik. Mereka terdiri dari pengacara terkenal, public figure, juga mengurus beberapa bisnis yang meraup banyak keuntungan. Bagaimana dengan para cucunya? Entahlah saat aku memikirkannya. Rasanya aku ingin memukulkan kepalaku ke tembok. Cucu laki-laki tertua, sebut saja 'bajingan', dia kabur demi meraih kisah cinta tidak jelasnya. Cucu pertama perempuan yang selalu menghilang dan hanya bertemu sebulan sekali. Adikku yang tidak pernah datang sama sekali. Dua sepupu tersayang yang sangat membebani, manja, dan tidak berguna membuat hidupku tambah tersiksa. Hanya aku yang menerima tanggung jawab sampah dan melelahkan di mansion ini.
Kalau kakek tidak memberikan uang dan warisannya, posisiku akan seperti cucu pertama atau malahan seperti adikku.
Hal baik selain dia memanjakanku dengan hartanya adalah privasiku yang selalu terjaga. Bahkan saat ini tidak banyak yang tau aku adalah cucu dari Tuan Abraham yang begitu terkenal di kalangan orang seperti kami. Tentu karena alasan aku yang kurang menyukai sosialisasi dengan anak-anak kolega bisnis kakek karena kebanyakan dari mereka terlalu arogan dan bodoh. Apakah terlalu sulit untuk bersosialisasi dengan mereka? Jawabannya tidak. Namun, aku tidak bodoh sayang. Kalau aku benar-benar terpaksa datang yang aku datangi hanya anak-anak para pembisnis dengan darah bangsawan yang selalu memerhatikan cara mereka bersikap.
Sepupuku tentu saja tidak menolak keuntungan dari nama keluarga yang tertera pada nama mereka. Mereka benar-benar terlihat arogan ketika bersosialisasi apabila aku perhatikan dari jauh. Kadang mereka terkena masalah yang lumayan besar. Penasaran sebesar apa? Orang tua mereka bisa menampar mereka di tempat karena besarnya masalah yang mereka ciptakan. Semua orang terlihat sangat mengecewakan. Sampai kakek memintaku untuk menutupi kecacatan cucunya yang lain dengan imbalan harta dan kekuasaan yang dia miliki.
Beberapa waktu lalu masalah yang sangat besar timbul. Hingga kakek selalu menutup segala hal tentangku dari publik. Sejujurnya hal itu adalah hal positif karena kenyataannya aku juga tidak berniat untuk mengenal mereka. Mereka juga hanya diperbolehkan untuk tau apa hal yang dapat aku lakukan, tetapi tidak tau persis bagaimana wajahku atau informasi pribadiku. Tentunya semua ini karena hari itu. Aku terdiam sesaat setelah melihat kakek dengan orang yang berumur pertengahan empat puluhan berjabat tangan. Mereka sedang mendiskusikan sesuatu dan sayangnya karena jarakku yang begitu jauh aku tidak bisa mendengarnya.
Aku menatap lurus ke arah mereka, hingga rekan kerja kakek menyadari keberadaanku. Dia memasang wajah terkejut seolah-olah melihat hantu keluar dari kuburnya. Ya, mungkin dia memang berpikir seperti itu sekarang. Apalagi dengan baju khusus rumahan berwarna putih selaras dengan kulitku yang pucat. Kakek menyuruhku lewat matanya untuk berkenalan dengan rekan kerjanya. Akhirnya aku mendekatkan diriku ke hadapannya.
"Siapa ini, Abraham?" tanyanya sambil menyembunyikan suara ketakutannya saat melihatku.
"Ini cucuku, Athena," jawab kakek dengan nada datarnya. Saat aku kembali menatapnya, matanya melotot ke arahku dengan tatapan 'Kau pasti bercanda.' Aku sudah mengatakannya, dia pasti terkejut setengah hidup ketika melihatku.
"Halo, Paman." Melihat tatapan kakek yang sama sekali tidak ramah membuatku harus menyapanya.
"H-halo, Athena. Selamat atas kemenangan olimpiade matematika tingkat nasionalnya," ucapnya dengan intonasi yang begitu aneh.
"Terima kasih, Paman." Nada bicaraku tetap datar karena aku benar-benar tidak bersemangat untuk bertingkah seperti anak normal pada umumnya.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Terima kasih atas kerja samanya, Abraham," katanya dengan tempo yang begitu cepat dan berjalan terburu-buru ke arah mobilnya.
Aku disebelah kakekku sekarang dengan jarak sekitar satu meter. Matanya menatapku tajam meminta penjelasan dariku mengenai banyak hal tentu saja.
Aku adalah anak bermasalah dimatanya.
"Athena dari semua masalah yang kau sebabkan. Jawab aku kenapa ada anak laki-laki di rumahmu?" Tatapannya menusuk hingga rasanya menembus kepalaku. Aku lupa dengan aturan keluargaku yang sangat ketat, mana aku ingat? Terlebih, dia takut sekali kalau aku berubah dari anak teladan menjadi anak kurang ajar.
"Itu kecelakaan, jangan dibesar-besarkan." Aku mengucapkannya dengan suara yang sangat tidak bersemangat.
"Athena! Saat aku berkunjung ke rumahmu, dia yang membukakan pintu sampai menunggumu semalaman dikamarmu." Mataku terbuka lebar mendengar pernyataan kakek.
Bukankah lukanya begitu parah? Sampai rasanya aku yakin ia tidak akan bangun sebelum beberapa hari ke depan.
"Bukankah dia masih sakit kenapa dia malah menungguku untuk bangun?" gumamku tanpa sadar.
Kebodohanku sudah sangat lengkap sekarang.
"Apa maksudnya sakit!" Kakek menaikkan tone suaranya ke arahku.
Aku hanya membeku tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Kakek menyipitkan matanya lalu menepuk kepalaku seolah berkata, "Aku masih menahan amarahku."
Kakek langsung memasuki mansionnya dan aku mengikuti dibelakangnya. Aku setengah mati terkejut kalau kakek tidak tau aku telah membunuh makhluk aneh tersebut. Saat dia meminta pelayan untuk membawakan teh dan makanan pendamping untukku di ruang tamu. Aku segera duduk di sofa panjang tersebut dan menyenderkan tubuhku di sadaran sofa.
"Athena, aku punya beberapa permintaan tahun ini," ucapnya sambil menghela napas berat.
"Apa?" kataku sambil menunggu teh dan makanan datang. Aku mengetukkan jariku di pegangan sofa karena perasaan kosong yang mulai memburuk akhir-akhir ini.
"Ingat sekolah yang aku sarankan tiga tahun lalu," ucapnya, aku mencoba mengingat beberapa sekolah yang direkomendasikan olehnya.
"Ya, aku masih ingat," ucapku sambil menyeruput teh yang sudah di suguhkan dan memandangi beberapa makanan kesukaanku.
"Athena, kakek sekarang sedang serius. Kau akan masuk kesana, besok kita akan langsung pergi." Aku melebarkan mataku melihatnya dengan tatapan terkejut.
"Bagaimana dengan tesnya? Aku bahkan belum belajar apapun!"
Aku mengingat kembali masa-masa kejayaanku di dalam kamar tanpa melakukan apapun.
"Kau dapat undangan dari mereka." Aku menatap kakek dengan tatapan tidak percaya.
"Untuk apa mereka mengundangku?" Batinku bertanya-tanya.
"Apa yang aku lakukan saat berumur empat belas tahun. Aku hanya melaksanakan ujian kelulusan tingkat sekolah menengah pertama dan bermain seharian. Kenapa mereka mau mengundangku?" Aku memandang kakek dengan tatapan aneh.
"Medalimu cukup untuk dijadikan alasan," ucap kakek menatapku dengan tatapan mengintiminasinya.
"Kakek tidak memberi mereka uang, kan?" kataku sambil memakan cinnamon roll yang disediakan.
Aku tidak menyukai pembicaraan ini.
"Untuk apa? Keputusan ini sudah bulat. Kau harus masuk kesana." Kakek terlihat begitu marah dan muram saat mengatakannya.
"Baiklah," ucapku membuat kakek merasa puas dengan jawaban yang aku berikan.
Tidak peduli seberapa banyaknya aku protes. Aku tetap tidak bisa memilih pilihanku sendiri.
Aku merasa bahwa aku selalu hidup di bawah jeruji yang diciptakan kakek tetapi aku tidak bisa marah akan hal itu. Aku tahu ada sesuatu yang salah dari percakapan ini, tetapi dia tidak ingin memberi tahunya. Kakek memandangiku dengan tatapan muram karena aku terlihat meremehkan pembahasan ini, akhirnya aku menanyakan hal lain, "Kenapa kakek begitu memaksaku untuk memasuki asrama ini? Bukankah ini sekolah ketiga terbaik? Kenapa tidak memasuki asrama yang satu lagi?" tanyaku penasaran.
"Aku hanya takut tidak bisa mengawasimu lagi. Jadi, lebih baik kau bersiap sekarang. Aku hampir lupa, teman laki-lakimu itu memberikan ini kepadamu." Kakek mengambil kotak yang diberikan oleh pelayan dan memberikannya kepadaku. Aku memerhatikan wajah kakek dan kotak yang sudah berada di tanganku. Aku masih heran dengan Callister. Secepat apa penyembuhan tubuhnya sampai-sampai ia sudah menungguku semalaman.
Bahkan kakek tidak tau, aku telah memanggil dokter pribadi keluarga kami tadi malam.
"Kakek tidak melihat sesuatu yang aneh padanya? Seperti tangannya yang terluka mungkin?" Kakek hanya mengeryitkan dahi melihatku menanyakan hal ini.
"Memangnya kalian bermain apa sampai tanggannya terluka?" Aku yang beberapa detik kemudian sadar kalau aku terlihat seperti orang bodoh yang menanyakan hal tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Masa aku akan menjawabnya dengan, "Kami habis membunuh makhluk aneh, Kakek. Makanya aku bertanya." Ajalku akan segera datang setelah aku memberitahunya.
"Kami memasak bersama lalu dia melukai tangannya, makanya aku khawatir." Setelah ini aku akan masuk ke dalam chart pembohong kelas berat sepanjang masa.
"Aku curiga kalian tidak memiliki hubungan apapun," ucapnya sambil memicingkan matanya.
Aku tidak memedulikan ucapan kakek dan membuka kotak tersebut. Aku mendapati sebuah jaket dengan beberapa pola yang tertata rapi di lengan dan tudungnya.
"Jangan bohong padaku, kalian punya hubungan, bukan?" Sambil melihat ke dalam kotak yang ternyata terdapat surat di dalamnya.
"Ya, kami berteman," ucapku dengan nada datar sambil membuka surat yang diberikan oleh Callister.
Aku tidak tau kami berteman atau tidak, tapi ya sudahlah.
Hi, Athena.
Tolong jaga baik-baik, terima kasih juga karena telah menyelamatkanku. Untuk surat sebelumnya aku ingin mengajakmu ke perpustakaan kota tetapi sepertinya tidak bisa karena keadaanmu. Semoga lain kali kita dapat kesana bersama.
Itu pengganti jaketmu yang terkena bercak darah, aku minta maaf.
Akhirnya, dia menulisnya dengan jelas. Namun, kenapa harus aku? Aku mengira perpustakaan di surat sebelumnya adalah surat di mansion kakek, tempat pelatihan kakek atau rumahku karena kami memiliki perpustakaan pribadi. Bagaimana kalau makhluk tadi malam juga berada di perpustakaanku? Atau malah Callister sendiri juga merupakan makhluk itu? Aku melamun dan tidak memerhatikan sekitar. Setelah aku sadar, semua orang sedang melirikku dalam diam.
"Kenapa kalian semua memerhatikanku?" Aku memandang mereka dengan tatapan aneh.
"Kalian kekasih?" ucap kakek sekali lagi.
Aku hanya melihat kakek dengan tatapan lelah dan memutar bola mataku, "Tidak."
"Ingat jangan melewati batasan, Ath." Kakek segera bangun dan pergi dari tempatnya, meninggalkanku dengan dahi yang berkerut.
Aku menghiraukannya setelah beberapa saat karena menurutku itu tidak begitu penting. Makhluk itu adalah hal yang paling mendominasi dipikiranku saat ini. Juga hal mengenai keanehan sahabatku atau mungkin Callister sendiri juga membuatku bertanya-tanya. Aku akan menghubungi orang itu terlebih dahulu.
Karena sepertinya semua orang menyembunyikan sesuatu dariku.
_____
hope u all enjoy it
please vote and comment💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro