Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Doll Rope

One years ago, Buckinghamshire, England, United Kingdom.

Keluarga Besar Rothschild sedang berkumpul di ruang keluarga mansion Kepala Keluarga Rothschild, Abraham. Suasana redup di kala itu membuat semua orang ketakutan dalam diam. Hampir semua perwakilan anggota keluarga telah duduk menunggu kecuali satu perwakilan yang belum datang. Beberapa orang kepercayaan mereka harus menunggu di luar ruangan karena pembicaraan sensitif yang akan mereka diskusikan hari ini.

Pintu utama terketuk beberapa kali, membuat mereka mengatur napas mereka yang terasa sesak. Ketika orang tersebut membukakan pintu. Semua orang menghela napas lega karena menyadari salah satu perwakilan tersebut belum terlambat.

"Athena kau bisa duduk di sebelah Alex," ucap Duncan, Ayah Alex.

Athena yang tidak sempat mengganti pakaian anggarnya hanya berjalan dalam diam. Dia menaruh masker anggarnya di atas meja dan segera duduk disebelah sepupunya.

"Kau ini benar-benar tidak sempat untuk mengganti pakaian?" tanya Alex, Athena hanya memutar bola matanya.

"Aku mendengar masalah ini setelah perlombaan. Itu berarti aku sudah sangat terlambat. Kalau aku mengganti pakaian dan membersihkan diri. Aku akan membutuhkan waktu tiga puluh menit sampai satu jam karena aku tidak mau hanya mengganti pakaianku. Lagipula aku tidak bau seperti kau," ucap Athena dengan napas yang tidak beraturan.

Percakapan mereka membuat Kakak Alex, Raven, tidak bisa menahan tawanya. "Aku tau maksudmu, Ath. Dia memang bau," ucapnya dengan tawa yang terlihat begitu elegan.

"Kakak!?" ucap Alex kesal karena kakaknya malah ikut mengejeknya.

"Sudah," ucap Duncan, membuat ketiga penerus itu terdiam.

"Bagaimana dengan perlombaannya, Ath?" ucap Victor, Ayah Aretta.

"Baik, tetapi aku belum tau hasil akhirnya. Jadi aku menyuruh Samuel untuk menunggu disana," ucap Athena terlihat berpikir keras. Saat ini dia baru mulai menghitung jumlah skor akhirnya.

"Jangan memaksakan dirimu, Ath," ucap Josephine, Ibu Alex.

"Siap, Aunt Jo," ucap Athena mengacungkan jempolnya dengan senyum yang sayu.

Tepat beberapa menit setelah percakapan tersebut selesai. Sang kepala keluarga memasuki ruangan dengan wajah yang begitu murka. Seisi ruangan merinding, diam membeku.

"Dasar Collins kurang ajar!" hardik Abraham, membuat seluruh keluarganya diam membeku.

"Bisa-bisanya dia mempermalukanku!?" ucapnya dengan murka.

Abraham menarik napas dalam sebelum melanjutkan percakapannya dengan keluarganya. Dia melihat salah satu cucunya masih memakai pakaian anggarnya. Hal kecil tersebut membuatnya terganggu karena pertemuan ini diadakan begitu mendadak. Menyadari bahwa dia sudah dapat mengontrol emosinya, dia memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan kepala dingin.

"Athena, kenapa kau masih memakai pakaian anggarmu?" tanya Abraham dengan nada lebih lembut.

"Aku langsung ke sini setelah perlombaan," jawab Athena dengan nada datar yang membuat sepupunya terkesima karena hanya dia satu-satunya orang yang dapat melakukan itu.

"Bagaimana perlombaanmu?" tanyanya lagi.

"Baik. Aku tidak tau jumlah akhirnya, tetapi aku berhasil mengalahkan cucu laki-laki dari Keluarga Collins," ucap Athena dengan ekspresi dan nada yang tidak berubah.

"Baiklah," ucap Abraham dengan suara yang lebih teratur.

"Aku tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi, tetapi kalian harus mengurangi intensitas pertemuan dengan Keluarga Collins. Aku bisa melakukan sesuatu kepada mereka, tetapi urusannya akan lebih panjang. Jadi lebih baik untuk sementara waktu, kita harus tetap diam," ucap Abraham dengan wajah yang begitu frustasi.

"Bagaimana kalau mereka merendahkan salah satu dari kami? Apa boleh aku melakukan sesuatu?" ucap Athena secara tiba-tiba, membuat mereka terkesiap.

"Tentu, tetapi jangan buat masalah itu menjadi besar," ucap Abraham.

"Apa hal itu hanya berlaku untuk Athena? Bagaimana denganku?" ucap Alex sedikit bergetar ketika menyuarakan pendapatnya.

"Untukmu, kau jangan pernah coba-coba untuk melakukannya. Aku tau seperti apa kau. Jadi jangan coba-coba atau aku akan menyita seluruh barang berhargamu," ucap Duncan, langsung memperingati anak bungsunya.

Alex berakhir menggerutu dan Athena hanya mengelus bahunya yang langsung di tepis oleh sang empunya. Aretta dan Raven yang berada di depan mereka hanya dapat menahan tawa sekuat tenaga.

"Pertemuan kali ini selesai," ucap Abraham sembari keluar dari ruangan.

Orang dewasa disana segera bergegas keluar dan kembali ke tempat masing-masing. Menyisakan Athena, Alex, Aretta, dan Raven. Bau aneh dari Alex membuat Raven berkeinginan untuk mengganggunya.

"Ale, jangan lupa mandi. Kau bau busuk!" ucap Raven menutup hidungnya.

"Kakak! Aku sehabis mencari tanaman langka itu! Kenapa malah ditertawakan!?" teriak Alex kesal.

"Kau mencari tanaman atau berguling-guling di pupuk hewan?" tanya Athena, membuat Aretta dan Raven mengeluarkan tawa yang begitu kencang.

"A-apa tadi ... b-berguling di pupuk h-hewan!? HAHAHAHAHA," ucap Aretta tidak bisa berbicara dengan jelas karena tawanya yang semakin menjadi-jadi.

"TERSERAH, AKU INGIN MANDI!" ucap Alex dengan langkah kaki seperti anak kecil yang merajuk.

Athena melihatnya dengan tatapan aneh dan mengalihkan perhatiannya ke dua orang sepupu perempuannya yang tertawa tanpa henti.

"Memangnya aku salah? Baunya benar-benar seperti pupuk hewan," ucap Athena, membuat dua orang itu tertawa semakin keras.

"Ya sudah, aku akan mandi. Badanku lengket," ucap Athena yang terlihat begitu lelah, meninggalkan kedua sepupunya yang masih tertawa seperti orang tidak waras.

Semuanya pergi dari sana tanpa menyadari bahwa mata-mata Keluarga Collins sudah memasuki mansion utama. Lalu seminggu kemudian orang tersebut ditemukan mati di kediaman sang pengirim, Keluarga Collins, dengan tubuh yang telah terbakar.

Bahkan tubuh manusia itu sudah tidak dapat teridentifikasi lagi dan sayangnya sang kepala keluarga dari Keluarga Rothschild tidak pernah mengetahui bahwa penyusup itu telah memasuki wilayahnya.

_____

Today, Valerie Academy.

Dua makhluk itu menatap Athena dengan tatapan aneh. Sedari tadi siswa yang harus mereka arahkan itu melamun.

"Hi, Athena! Apa kau baik-baik saja," ucap Stephanie, makhluk berwujud siswa perempuan itu.

"Ah ... maaf," ucap Athena.

"Auramu bertambah berat dan gelap. Apa yang kau pikirkan?" ucap Luke, partner laki-laki Stephanie.

"Tidak ada," gumam Athena sembari membaca bukunya kembali.

Kedua makhluk itu saling bertatapan aneh. Salah satunya berinisiatif untuk bertanya. "Kalau kau sakit tidak perlu memaksakan diri,"

"Aku serius tidak ada," ucap Athena dengan senyum sayu yang ditampilkannya.

"Atau ada yang ingin kau tanyakan?" tanya Stephanie.

"Aku baru sadar sihir kuno itu termasuk sihir yang berbahaya dan sangat kuat. Bagaimana mungkin kalian mengajarkannya kepada anak remaja sepertiku? Bukankah itu terlalu berbahaya?" ucap Athena, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

Mereka berdua bertatapan lagi, tidak ada yang berbicara. Ruangan itu terasa begitu sunyi sampai hembusan napas dapat terdengar. Saat ini perpustakaan itu hanya ditempati oleh Athena dan kedua makhluk tidak teridentifikasi itu. Meskipun jam menunjukkan pukul delapan malam, Athena sama sekali belum berkeinginan beranjak dari tempat persembunyiannya. Dia sudah menetap sejak semua pembelajaran dan ekstrakulikuler selesai dan masih melanjutkan kegiatannya.

"Sejujurnya itu berbahaya kalau kau mempelajarinya seorang diri. Selagi kau masih bersama kami atau seseorang dengan level yang sama. Hal ini tidak akan menjadi masalah," ucap Luke, patner laki-laki Stephanie.

"Aku baca di sini. Mereka mengatakan bahwa batas sihir kuno yang bisa dikuasai seseorang hanya tiga. Kalau begitu sihir kuno apa yang kalian miliki?" tanya Athena terlihat tertarik dan penasaran.

"Aku bisa berbicara dengan orang mati dan membuat sebuah tempat luas di ruang nyata dengan cara membuat dimensi ruang yang baru," jelas Stephanie.

"Kalau aku dapat memindahkan jiwa ke sebuah barang dan mengunci pergerakan lawan dengan memberatkan roh mereka," ucap Luke.

"Ah ... aku mengerti, tetapi kelihatannya kalian lebih bertalenta dari itu. Bukankah batasnya sampai tiga?" ucap Athena.

"Kami memilih jalan ini. Dimana kematian dan kehidupan adalah sesuatu yang abu-abu. Kau tidak dapat memanggilku manusia atau roh yang memiliki penyesalan, karena kami bukan keduanya. Itulah kenapa kami tidak bisa mengembangkan kekuatan kami lagi, karena di masa kami hidup saat itu memang begitu kelam. Bahkan kami hampir terbunuh beberapa kali. Akhirnya kami memilih jalan ini," ucap Stephanie.

"Apa kalian menyesal?" tanya Athena.

"Tidak," ucap keduanya bersamaan.

"Aku doakan yang terbaik untuk kalian," ucap Athena tersenyum tipis.

Beberapa saat kemudian, secara tiba-tiba Athena tersenyum miring. "Karena kehadiran kalian di sini adalah untuk mengajarkanku. Apakah aku boleh mempelajari sihir kuno berdasarkan keinginanku?" ucapnya, terlihat mencurigakan.

"Tentu," ucap Luke merasa penasaran dengan apa yang menarik perhatian anak asuhnya yang aneh ini.

"Memangnya sihir macam apa yang ingin kau pelajari?" tanya Stephanie, merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Aku ingin memainkan tali boneka," ucap Athena sembari menunjukkan halaman yang sedang dibacanya.

"Kau serius?" ucap Luke, merasa merinding dengan pilihan yang Athena pilih.

"Itu level satu, Ath. Paling sulit dan berbahaya. Kau harus menjadi seorang yang mengendalikan lima sihir kuno dasar yang tentunya dapat menghancurkan tubuhmu. Seingatku terakhir kali ada orang yang menguasainya sudah beberapa ratus tahun lalu," jelas Stephanie terlihat sedikit ketakutan.

Athena tidak menyembunyikan senyum anehnya, "Tidak masalah, aku ingin menguasainya."

"Kau tidak takut pada apapun, ya?" ucap Luke heran.

"Aku takut pada boneka, tetapi bukankah menyenangkan mengendalikan hal yang menjadi mimpi burukmu," ucap Athena memandang halaman yang berisi huruf sambung lama dengan kertas yang menguning dan berdebu dengan senyum yang tak kunjung hilang.

"Bukankah itu sebuah halangan besar? Kau takut tetapi ingin menguasainya? Jangan bercanda," ucap Luke, menahan ketakutannya sendiri.

"Tidak masalah. Biasanya kalau aku takut akan sesuatu. Orang tuaku akan mengurung hal itu bersamaku diruang gelap dan aku sadar kalau hal itu tidak membunuhku," ucap Athena dengan pandangan yang begitu mati, tetapi senyumannya tak kunjung surut.

"Apa kau punya penyakit jiwa?" tanya Luke secara blak-blakan, membuat partnernya menginjak kaki transparan itu.

Luke mengaduh kesakitan memandang partnernya sebelum perhatiannya teralih kembali. "Entahlah?" ucap Athena terlihat tidak peduli.

"Kalau begitu, kau harus masuk ke barrier-ku terlebih dahulu untuk mengetahui sihir dasar yang kau miliki," ucap Stephanie menatap Athena dengan pandangan aneh

"Baiklah," ucap Athena.

Saat barrier itu di buka, Luke merasa dejavu dengan keadaan ini. Bahkan Stephanie langsung menatapnya dengan tatapan ketakutan yang tidak asing. Apapun yang terjadi, mereka berdua tidak dapat melakukan banyak hal untuk mengendalikan anak asuhnya. Terlebih apabila anak asuhnya itu melakukan tetap melakukan pekerjaan utamanya dengan baik.

Stephanie yang  merasakan perasaan tidak enak baru-baru ini, hanya dapat tersenyum masam tanpa berkomentar banyak.

_____

Aku agak ragu waktu nulis part ini, jadi mohon maaf atas keterlambatannya.
(人 •͈ᴗ•͈)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro