Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Breakfast

Semalaman aku hanya melamun akibat Callister yang membuatku berpikiran negatif setiap saat.

Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar semalam. Bukankah ini terlalu cepat? Aku tidak bisa langsung mempercayai Callister apabila aku tak mengetahui apapun tentangnya. Perasaanku berubah-ubah semenjak mereka meninggalkanku tanpa clue apapun, lalu meninggalkanku di sini tanpa takut akan kabar kematianku. Rintik hujan yang mulai terdengar mengalihkan perhatianku.

Mengingat musim penghujan yang mulai datang, membuat segalanya terasa dingin juga mengakibatkan suatu perasaan yang tidak mengenakan muncul di benakku. Napas dingin yang keluar dari pernapasanku membuatku sadar bahwa hari ini akan jadi hari yang sangat dingin. Bahkan sweater di balik jubahku sama sekali tak membantu mengurangi hawa dingin yang aku rasakan.

Aku telah melewati waktu sarapan karena tidak ingin jadi pusat perhatian. Jadi aku akan memesan makanan dari luar, lewat telepon sekolah dikarenakan ponselku tidak berguna disini. Lokasi akademi merupakan salah penyebabnya, karena tempat ini berada di antara perbatasan dunia manusia dan dunia ini, aku tidak tau harus menyebutnya dunia apa. Jaringan disini juga sangat sulit ditangkap oleh masing-masing dimensi, terlebih dunia manusia.

Jadi mau tak mau aku harus mengeluarkan seluruh effort yang aku miliki hanya untuk naik turun tangga mencari telepon kuno di pojok aula.

Sembari menunggu pesananku sampai. Aku segera duduk di tangga di depan pintu akademi berdekatan dengan hujan yang sedang turun. Kali ini semuanya akan terasa lebih berat daripada yang seharusnya. Tidak ada akses komunikasi jarak jauh, kecuali komunikasi dengan Gal tentunya. Orang itu cukup unik jadi berkomunikasi dengannya terasa sangat mudah. Bagaimana kakek atau teman-temanku? Jangan ditanya. Aku ragu mereka akan membuka pesanku yang dikirim melalui online maupun offline.

Rasanya aku ingin menyerah. Memangnya adakah hal yang dapat aku lakukan saat ini? Melihat Kakek dengan tindakannya saat ini, aku dapat berharap apa? Seseorang yang menolongku? Sayangnya aku tidak hidup di dalam fantasi dipikiranku.

Aku bahkan meragukan kenyataan bahwa aku bisa bersekolah dengan normal.

Percaya ataupun tidak, aku masih belum berbincang dengan sepupuku karena mereka terlihat menghindar dariku. Aku putuskan untuk bertanya saat keadaan mereka mendesak, sehingga mereka tidak akan bisa lari dari pertanyaanku. Dapat aku perkirakaan hal apa yang akan mereka lakukan saat aku bertanya di waktu senggang. Seperti biasa, mereka hanya akan menatapku seolah-olah tidak mengenalku agar lolos dari pertanyaanku.

Sisi buruk lainnya adalah mengenai Ale dan Callister yang berteman dekat. Tidak bisa aku bayangkan pertemanan macam apa yang dapat terjalin dari orang-orang seperti mereka. Maksudku lihatlah Ale, satu-satunya orang paling sombong dan arogan yang pernah aku kenal. Bagaimana dengan Callister? Siapa yang berani mencuri kunci salah satu ruangan di asrama? Hanya orang tidak waras yang dapat melakukannya.

Meski aku juga tidak bisa dibilang waras karena dapat membuka kunci hanya dengan penjepit kertas. Aku tidak akan pernah berani mencuri kunci tersebut karena mereka hafal jumlah kunci dan dimana mereka meletakkannya terakhir kali. Kalau dalam kasus Callister. Bukankah berarti dia akan melakukan hal yang puluhan kali berbahaya kedepannya? Dia tidak merasa ketakutan sama sekali setelah melakukannya. Terlebih fakta bahwa dia akan melakukannya terang-terangan hanya akan membuat masalah semakin menumpuk.

Setelah beberapa lama menunggu. Penjaga sekolah berjalan dari gerbang sekolah ke araku membawakan pesananku. Lalu aku melakukan pembayaran jarak jauh kepada sang pengantar lewat penjaga sekolah. Setelah selesai aku segera membawa pesananku dan membuka pintu masuk ke akademi.

Gerakanku terhenti saat melihat seseorang yang ingin keluar dari menatapku dengan tatapan aneh. "Aku bertemu senior dalam perjalanan memesan makanan, ternyata feeling-ku memang kuat, ya?" Batinku, sambil tersenyum miris di dalam hati.

"Bukankah anak tahun pertama masih tes? Kenapa kau di sini?" Ucapnya dengan nada yang mengintimindasi.

Aku yang tidak ingin mencari masalah hanya mengucapkan kata-kata, "Maaf, saya akan segera kembali." Sambil menundukkan pandanganku sendiri.

"Sana kembali ke ruanganmu!" Ucapnya terdiam beberapa saat membuatku menganggukkan kepala lalu segera berjalan cepat.

Beberapa saat aku berjalan cepat. Orang itu kembali menginterupsi, "Kau anak tahun pertama yang itu, ya? Aku baru sadar kau sudah menggunakan jubah." Ucapnya membuatku berhenti di tempat, terdiam.

Aku kembali membalikkan badan lalu tersenyum canggung, "Maaf kalau saya mengganggu, permisi." Ucapku melihat sekilas wajahnya sebelum beranjak pergi.

"Sebentar, siapa namamu?" Ucapnya menghampiriku.

"Nama saya Athena?" Ucapku menatapnya bingung.

"Apakah dia ingin melakukan bullying kepadaku?" Batinku.

Matanya memandangku seolah-olah dapat melihat ke dalam bola mataku, "Sepertinya aku pernah mendengarnya di suatu tempat. Ya sudah, kalau begitu sana!" Ucapnya menyuruhku untuk segera pergi.

"Memangnya siapa yang mau tetap di sebelahnya? Kalau bukan karena formalitas aku sudah mendorongnya dan pergi secepat yang aku bisa." Batinku. Akhirnya aku kembali tersenyum canggung lalu segera berjalan pergi kembali ke kamarku. Tentunya sebelum seseorang menggenggam pergelangan tanganku, menampilkan sosok yang tidak ingin aku temui sementara waktu ini.

Siapa lagi kalau bukan Callister.

Aku mengumpat, kesal setengah mati. Bisakah mereka membiarkanku mengkonsumsi makananku dulu! Aku sedang lapar, otakku tidak akan berjalan dengan semestinya kalau mereka tetap menahanku seperti ini.

Callister sama sekali tidak membantu, hanya menggenggam tanganku. Tidak bergerak sedikitpun. Aku memutuskan untuk berbisik kepadanya, "Bukankah kau masih tes? Kenapa kau sudah berada di luar ruangan?" Dia hanya menatapku dan senior itu bergantian.

"Aku sudah selesai." Ucapnya dengan suara pelan, membuatku membelalakkan mataku.

"Jangan bercanda, masa secepat itu?" Ucapku, membuatnya memiringkan kepalanya. Mengingatkanku kepada seekor kucing milik tetanggaku bernama Katharina.

Dia menyelesaikannya kurang dari waktu satu jam!? Dia gila?

"Itu cuma tes tertulis, Athena. Tidak sesulit itu." Ucapnya mendekatiku sambil menatapku dengan serius membuatku mengalihkan perhatianku ke arahnya.

"Kenapa?" Ucapku menangkap terdapat sesuatu yang salah di sini. Tangannya mulai tergerak ke arah puncak kepalaku dan mengacak-acak rambutku.

"Callister, ada apa?" Ucapku sambil menghindar dari tangannya.

"Tidak ada. Kau pendek sekali." Ucapnya membuatku otomatis menepis tangannya.

"Jangan mengada-ada. Kau tidak mungkin kesini hanya untuk mengatai aku pendek." Ucapku menatapnya sinis.

Dia mendekatkan wajahnya ke arah telingaku, "Jangan dekat-dekat dengan senior yang itu." Ucapnya lalu menjauhkan wajahnya sambil menatapku dengan tatapan aneh. Aku juga membalas tatapannya dengan aneh.

"Memangnya kenapa?" Ucapku memikirkan hal yang memiliki kemungkinan dengan kejadian ini.

"Aku akan memberitahukannya nanti." Bisiknya membuat mataku menyipit ragu.

"Kalian kalau ingin berduaan jangan di depanku. Lagipula... Aku tidak tau kau sedang dekat dengan seseorang sekarang, Callister?" Ucapnya, sembari tersenyum miring. Membuatku tak tahan untuk menatapnya aneh.

Mereka saling mengenal? Tetapi kenapa Callister terlihat membencinya?

"Itu bukan urusanmu, Elias." Ucap Callister dengan penekanan yang membuat dahiku berkerut, bertanya-tanya.

Callister bergerak seolah-olah menutup akses 'Elias' dariku. Sehingga aku hanya menatapnya dengan tatapan bertanya dan tentunya dia tidak menjawabnya.

"Sekarang aku benar-benar kelihatan seperti orang bodoh." Batinku, memaki informasi tak seberapa yang banyak digosipkan orang-orang.

"Selamat bersenang-senang, Cal." Ucap Elias dengan senyuman miring yang terlihat melebar di bibirnya. Callister tetap menampakkan wajah tidak senang meskipun orang tersebut sudah beranjak dari tempatnya.

Ada apa dengan mereka?

"Apa kalian baik-baik saja?" Ucapku, dengan satu alis yang terangkat.

"Jangan dekati dia." Ucapnya membuatku semakin mengerutkan dahiku.

"Baiklah?" Ucapku mulai mempertanyakan alasannya berusaha sekeras itu.

Callister yang kebetulan berada di depanku menghembuskan napas beratnya dan menaruh kepalanya di bahuku selama beberapa saat. Aku hanya terdiam kaku menanggapi tindakannya. Mengapa Callister terlihat sangat membenci Elias? Adakah suatu hal besar yang terjadi?

"Jangan pernah." Bisiknya hampir tidak terdengar membuatku mengelus kepalanya secara tidak sadar.

Ah, aku hampir lupa.

Kalau situasinya begini, haruskah aku menceritakannya tentang surat ancaman yang aku dapat setelah kita bertemu?

_____

Hi, folks♥️.
Hope you enjoy my story.

Don't forget to vote and comment.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro