Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PMS

Ase masih berada di atas pohon kelapa tetangga untuk menjalankan hukuman Momnya, di bawah ada Alyo yang hanya menatap Ase memanjat.

"Dad, bantuin kek gantian manjatnya." teriak Ase dari atas.

"Udah terlanjur Se, kamu aja yang ngambil kelapanya, dikit lagi kok sampe puncak." jawab Alyo.

"Terus Daddy bantu apa?" kesal Ase, Ayla kan menghukum mereka berdua kenapa yang menjalankan hanya Ase saja?

"Dad bantu support kamu dari bawah."

"Ah elah, gak adil dong, Dad!" kesal Ase.

Ase memanjat sedikit lagi, ia hampir sampai ke puncak untuk meraih kelapa muda.

"WOY NGAPAIN LO? MAU NYOLONG YA?" teriak seseorang dari bawah, Ase meneguk ludahnya susah, itu Pak Ucok pemilik pohon kelapa ini.

Ase kicep, lalu pria itu menoleh ke bawah di sana masih ada Alyo yang bersembunyi takut ketahuan Pak Ucok. Untung saja di sini gelap hanya cahaya bulan yang tampak remang-remang.

Bisa malu 7 kepalang Ase jika ketahuan nyolong kelapa orang.

"Dad, gimana nih?" tanya Ase pelan namun tak terdengar jelas oleh Alyo.

"WOY TURUN GAK LO!" teriak Pak Ucok lagi masih di teras rumahnya sambil memegang sapu lidi.

Ase yang takut disangka maling, lebih parah lagi nanti Pak Ucok memanggil warga dan menghakiminya. Ase tak mau itu terjadi, memang ia dan Alyo tak meminta dulu ke pemiliknya, Ase pikir Pak Ucok belum pulang ke rumahnya karena dua hari yang lalu Pak Ucok balik ke kampungnya.

Ase tanpa pikir panjang lagi langsung merosot ke bawah, membiarkan badannya terjatuh ke tanah.

Brukk...

Sial, Ase jatuh dan lebih parah lagi Ase menimpa badan Alyo.

"Asee..." lirih Alyo merasakan sakit di punggungnya.

Ase segera berdiri dan menolong Alyo berdiri, lalu kedua anak bapak itu berlari terbirit-birit pulang ke rumah.

Ayla berkacak pinggang melihat anak dan suaminya berlari ketakutan masuk ke dalam rumah, wanita itu menggeleng pelam melihat tingkah suami dan anaknya.

Aliya yang melihat kakaknya dan dadnya berlari-larian juga ikutan berlari walaupun Alya sudah mencegahnya.

Fatan hanya menatap datar, ia kembali memainkan kuas di tangannya melukis di kertas gambar.

Benar-benar keluarga absurd.

***

Pagi ini Una berangkat sekolah bersama Ase, karena papanya harus ke kantor tak bisa mengantarnya.

Di dalam mobil bukan hanya ada Ase dan dirinya melainkan ada Clara yang juga berangkat bareng dengan Ase.

"Pagi cantik." sapa Ase ketika Clara masuk ke dalam mobil pria itu.

"Pagi." jawab Clara.

Una memutar bola matanya, bisa jadi nyamuk dia sampai nyampe di sekolah.

Ase belum juga menjalankan mobilnya, ia malah terus memandangi wajah Clara membuat yang dipandanginya menunduk malu.

"Woy, cepetan dong jalan udah telat nih." kesal Una dari belakang.

"Iya iya, lagian kecantikan Clara itu membuat gue lupa waktu." jawab Ase cengengesan.

Una dengan kesal keluar dari mobil lalu membuka pintu depan tempat Clara duduk.

"Keluar." suruh Una dingin, dengan takut Clara menurut saja.

Ase molototkan matanya, Una menatap tajam membuat Ase ciut, gadis itu duduk di sebelah Ase menyuruh Clara duduk di belakang.

"Jalan!" perintah Una tajam.

Ase yang masih sayang dengan nyawanya menurut saja, ia mulai menjalankan mobilnya tak berani ditatap maut seperti itu oleh Una.

Una menghempaskan pintu mobil Ase keras, pagi ini moodnya sudah hilang.

"Una, barengan woy!"

Ase mengehela nafas pelan, kenapa Una jadi marah kepadanya?

"Ayo Clar, gue anterin ke kelas lo."

Clara tersenyum lalu Ase menggandeng tangan pacarnya mengantarkan Clara ke kelas.

"Hai Na." sapa seseorang, Una menoleh sebentar.

"Riko?"

"Syukur deh lo masih ingat gue." ucap Riko tersenyum.

"Ngapain lo ke kelas gue?"

"Gatau nih, gue udah kangen aja sama lo."

Una mendesis pelan, mood nya lagi gak baik, Una memilih mengacuhkan Riko saja.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Riko mengutarakan perasaannya.

"Nggak." jawab Una datar.

"Kenapa?" alis Riko bertaut, mudah sekali gadis ini menolaknya.

"Gue gak suka sama lo." jawab Una jujur.

"Gue akan buat lo suka sama gue, Na." Riko meraih tangan Una menggenggamnya namun ditepis oleh gadis itu.

"Keluar sekarang." suruh Una tak ingin menatap Riko.

"Na, please!"

"Keluar." tajam Una membuat siapa saja menciut. Riko mengehela nafas berat lalu keluar saja mengikuti perintah Una.

Riko bertemu Raka di depan kelas Una, Raka menatap penuh arti lalu membisikkan sesuatu ke telinga Riko.

"Gue udah puluhan kali ditolak, sampe sekarang belum ada yang bisa ngambil hatinya."

Riko menatap Raka, bukannya pria itu idola para gadis di sekolah ini? Kenapa masih ditolak oleh gadis dingin itu?

Penolakan Una makin membuat hati Riko berkobar untuk mendapatkan Una.

Kalian berada di tim mana? Raka atau Riko?

***

"Lo kenapa sih Na? Lo marah sama gue?" tanya Ase melihat perubahan sikap Una.

"Iya gue marah sama semua orang."

"Tapi kenapa? Emang gue ada salah apa sama lo?"

"Gatau."

Ase memikirkan sikap Una tadi pagi, apa mungkin Una cemburu melihatnya dengan Clara? Ah tak mungkin, Una kan tak memiliki perasaan apa-apa sama Ase melainkan rasa sebagai seorang sahabat.

"Apa garagara lo cemburu ya gue sama Clara?" tebak Ase, namun keningnya langsung dijitak oleh Una.

"Kurang kerjaan banget gue cemburu sama lo."

"Terus karena apa?"

"GAK TAU!" bentak Una.

Ase menelan ludahnya susah, Una sudah murka ia harus bersiap-siap menerima amukan gadis kejam itu.

"Lo buat gue emosi tau gak!"

"iya iya maap."

Una berdiri karena perutnya terasa keram, ia ingin pergi ke toilet.

Una mendorong kursinya ke belakang lalu berjalan keluar kelas, Ase menatap punggung Una, kenapa teman-temannya cekikikan melihat ke arah Una?

Ase memperhatikan lagi apa yang salah dari sahabatnya itu, mata Ase melotot pelan lalu bergegeas mengejar Una.

"TUNGGU NA!"

Ase meraih tangan Una membuat gadis itu kaget, lalu Ase melepaskan jacketnya dan menutup pinggang Una mengikatnya dari depan.

Una tertegun, kenapa Ase memasangkan jacket kepadanya?

"Lo tembus, Na." bisik Ase ke telinga Una.

Una melotot lalu merasakan sedikit hangat di pantatnya, oh Una baru ingat jika sekarang ia PMS.

"Pantes lo marah-marah, lagi datang tamu spesial yah." ucap Ase terkikik pelan.

"Makasih." ucap Una tulus.

"Sama-sama, jangan lupa jacket gue dicuci dan dibalikin lagi."

Una memukul Ase keras, Ase terlonjak kaget, sahabatnya itu memukul tak berperasaan.

"Gue bakal cuci nih jacket pakai sabun paling mahal dari paris, puas lo?"

"Puas banget."

***

Una menekan perutnya yang terasa melilit, inilah yang dirasakan wanita ketika pms, keram, sakit, itulah mengapa wanita pms lebih galak dari biasanya.

"Na, lo kenapa?" tanya Raka yang duduk di samping Una.

Gadis itu sedang berada di taman sekolah, di sini ada pohon besar dan angin berhembus sepoi-sepoi terasa menyejukkan.

Una tak menjawab, namun jacket di pinggang Una membuat Raka mengerti, ternyata Una sedang PMS.

"Duduk." suruh Una dingin, Raka menurut saja lalu ia duduk di samping Una.

Tidak PMS saja Una sangat galak, apalagi sekarang? Emosi gadis itu berada di ubun-ubun jika ada yang memancingnya.

"Na nanti pulang bareng yuk?" ajak Raka.

Una menggeleng singkat, Raka langsung paham.

"Yaudah." ditolak lagi, yah Raka merasakan penolakan penolakan Una terus, tapi kenapa dia tak pernah menyerah?

Raka bangkit, mungkin Una sedang butuh waktu sendiri.

Raka pamit namun tangannya dicekal oleh Una, menahannya.

"Temenin gue." ucap Una, Raka tersenyum hatinya menghangat.

Dengan senang hati Raka duduk di samping Una, duduk berdua seperti ini saja sudah membuat Raka bahagia.

***

Ase dibuat kesal, kenapa Una malah menyuruhnya membeli pembalut ke kantin? Kenapa harus dirinya?

Dimana diletakkan muka ganteng Ase jika ketauan teman-temannya.

Clara menatap heran pacarnya, mata gadis itu tak lepas memperhatikan Ase sejak tadi.

"Kamu kenapa?" tanya Clara.

"Gue ke kantin dulu ya."

"Mau ngapain?"

"Beli roti bersayap."

Clara menatap bingung, namun detik kemudian ia mengerti maksud Ase, tapi kenapa pria itu membeli pembalut? Untuk apa dengannya?

Dan di sinilah Ase berada, di kantin yang masih ramai pengunjungnya.

Ase grasak grusuk sejak tadi namun kakinya tetap melangkah ke bilik ibu Ros pemilik kantin paling pojok.

"Buk, beli anu satu." ucap Ase ragu-ragu.

"Beli apa toh, den?"

"Itu, roti yang ada sayapnya."

"Oh pemb--" Ase menutup mulut Buk Ros, jangan sampai teman-temannya tahu.

"Iya iya Buk, jangan teriak dong," bisik Ase.

Buk Ros mengangguk singkat lalu mengambilkan pembalut.

"Loh Ase, lo beli pembalut?"

Mampus!

Dimana diletakkan muka Ase?

Ember mana ember???

***

Hai guyss!!!

Maaf ya aku lama Up, soalnta akhir-akhir ini ada kesibukan lain hehe

Diusahakan secepatnya bisa Up yaah

Jangan bosan nungguin!

Makasih yang udah mau bacaa, jangan lupa habiss baca tinggalkan jejaknya yaa

Vote and comment atuh Readers kesayangan Author😘

Thanks

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro