Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Keluarga

"Jadi, tadi ngomongin apa aja, Na?"

"Si Raka udah nembak, lo?"

"Kalian udah jadian?"

"Na, jawab dong pertanyaan gue! Emang gue martabak? Dikacangin."

Una tak menggubris Ase, gadis itu melanjutkan makannya tanpa menganggap keberadaan Ase.

"Gue gak suka martabak kacang," jawab Una. Ase memukul dahi pelan, benar juga.

"Intinya, lo udah jadian belum sama si Raka?"

"Harus banget gue jawab?" tanya balik Una.

"Harus pake banget, Na!" tegas Ase.

"Gue gak jadian."

"Terus, apa namanya? Pacaran, berkasih sayang? Tunangan? Nik–"

"Ngaur!" dengus Una. Ia menlap mulutnya dengan tisu menyudahi makannya. Lalu, kaki Una melangkah meninggalkan Ase sendirian di meja makan.

"NAA! GUE BUTUU KEPASTIAAN, KAYAK LAGU YANG LAGI VIRAL ITU!" teriak Ase.

Setelah itu, Ase juga meninggalkan meja makan, keluar dari rumah Una dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.

"AKU BUTUUH KEPASTIAAN ... KEJELASAAN ... HUBUNGAN KITAAAA."

Dukkk

Ase terkejut karena mendapatkan serangan tiba-tiba ketika baru masuk ke dalam rumahnya.

Sebuah kain yang lembab bewarna kuning mengenai wajah Ase. Pria itu mengambil kain yang berada si mukanya, diperhatikannya baik-baik, sebuah kain berbentuk segitiga. Eh, ini kolor?

"ASEE! LAGI-LAGI KAMU SALAH AMBIL KOLOR DI JEMURAN! YANG KAMU PAKE SEKARANG KOLOR MOMMY!" teriak Ayla yang membuat telinga Ase berdengung manja.

"Yaelah nih, Emak-emak anaknya baru pulang malah diteriakin, malah neriakin kolor lagi, kan malu sama tetangga," gumam Ase yang masih bisa terdengar oleh Ayla.

"CEPAT MANDI DAN CUCI KOLOR MAHAL MOM ITU DENGAN SABUN SAMPAI BERSIH SAMPAI WANGI, ITU KOLOR BELINYA BUKAN DI PASAR ABANG!"

"Terus di mana belinya, Mom?" tanya Ase pula.

"DI PARIS!"

"Biarpun di Paris, beli kolornya tetap di Pasar juga kali, Mom.

"KAMU PIKIR, ONGKOS KE PARIS GOCENGAN?"

"Angkat tangan deh, gak sanggup ngelawan emak-emak kayak gini," ucap Ase mengalah.

"ASEEE MOMMY KUTUK KAMU JADI GANTENG!"

"Aamiin, makasih, Mom."

"EH SALAH, MOMMY KUTUK KAMU JADI GENTENG, MAAP TYPO TADI!"

"Ah elah, tanpa dikutuk, Ase juga udah ganteng dari lahir," ucap Ase pede.

"JADI GENTENG, BUKAN GANTENG!"

"BODO AMAT," tukas Ase berlalu meninggalkan Ayla.

"ASEE! ANAK DURHAKA KAMU! MOMMY KUTUK JADI ONCOM, TAU RASA!"

***

Ayla mencoba menutup matanya, sejak tadi, ia sudah berbaring, menghadap ke kanan, menghadap ke kiri, bertelungkup, merangkak, bersalto. Namun, matanya tak kunjung tertidur.

Ayla masih menantikan suaminya yang masih di kantor belum pulang ke rumah. Ayla belum bisa tidur jika Alyo belum pulang.

Tak lama kemudian ketukan pintu kamar langsung mengalihkan perhatian Ayla, wanita beranak lima itu bangkit dan membukakan pintu.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, anak-anaknya pasti sudah tidur di kamar masing-masing. Sudah dipastikan, yang mengetuk pintu kamarnya adalah Alyo, suaminya.

Dan benar saja, Alyo muncul dari balik pintu dengan muka lelahnya. Ayla membantu membukakan jas yang dipakai Alyo.

Alyo langsung mencium kening Ayla, ia merindukan istrinya. Beberapa hari belakangan ini, mereka hanya bertemu sebentar. Pagi sebelum ke kantor, dan pulang sudah larut. Alyo juga merindukan buah hatinya, mereka bertemu hanya pagi pada saat sarapan, itu pun jika Alyo sarapan di rumah bukan di kantor.

Ayla hanya terdiam merasakan kecupan hangat dari suaminya, ia tak membalas. Oh mungkin, belum membalasnya.

"Mandi dulu, sana!" suruh Ayla mengambilkan handuk untuk Alyo.

Alyo menurut saja, ia mengambil handuk lalu berjalan ke kamar mandi. Air mata Ayla jatuh seketika, ia sangat rindu dengan suaminya. Ayla rindu saat mereka masih muda yang sering bersama. Apa boleh buat? Alyo dituntut pekerjaan untuk melangsungkan hidup mereka. Namun, walaupun Ayla mengetahui alasannya, tetap saja dia ingin Alyo lebih banyak menghabiskan waktu di rumah daripada, di kantor.

Tak lama kemudian, Alyo keluar dari kamar mandi dengan wajah segarnya, Alyo sudah memakai piyama siap untuk tidur.

Alyo menatap heran, istrinya sedang duduk membelakanginya, apakah Ayla marah padanya?

"Ay ...," panggil Alyo pelan.

Ayla berbalik dengan senyum yang terukir di wajahnya. Ayla menyodorkan segepok uang ke arah Alyo. Alis Alyo bertaut, ia dilanda kebingungan.

"Buat beli waktu, kakak! Cukup, kan?" Ayla menyodorkan uang tunai yang berjumlah kurang lebih 10 juta itu kepada Alyo, memaksa suaminya itu mengambilnya.

Alyo terhenyak merasa sangat tertohok dengan apa yang dilakukan istrinya, Alyo sangat merasa tertampar, apalagi melihat Ayla menyodorkan uang itu dengan derai mata di pipinya. Alyo tak sanggup, ia langsung menghampiri istrinya dan memeluk erat badan Ayla. Alyo melumat bibir istrinya itu dengan penuh air mata. Alyo menangis, yah, merasa tak bisa menjadi suami yang baik untuk Ayla.

"Maafin kakak, Ay! Kakak terlalu sibuk, kakak gak bisa membagi waktu untuk kamu, untuk anak-anak, pukul aku, Ay! Tampar aku!"

Ayla menggelengkan kepalanya, air matanya semakin jatuh berderai melihat Alyo menangis.

"Ayla lebih memilih hidup miskin, daripada kaya. Karena percuma hidup bergelimang harta, tapi, kak Alyo terus sibuk kerja. Ayla ingin kita kumpul sama-sama. Ayla ingin waktu kak Alyo untuk keluarga kita."

Tangis Ayla makin pecah, Alyo segera menghapus air mata itu. Alyo menyatukan kening mereka, menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung runcing Ayla.

"Jangan nangis, Kakak gak suka liat Ayla sedih," ucap Alyo. Kalimat itu sudah ribuan kali diucapkan oleh Alyo ketika Ayla menangis.

"Kakak janji gak akan sibuk lagi, kakak akan bagi waktu untuk keluarga kita, maaffin kakak, Ay."

"Makasih ya, Kak."

"Iya, Sayang."

Hidup kaya, tak selalu bahagia. Karena, kekayaaan yang sesungguhnya adalah menikmati waktu bersama keluarga.

***

Pagi ini terasa sangat bahagia. Mentari seakan ikut tersenyum melihat keluarga kecil itu berkumpul di meja makan untuk menikmati sarapan bersama.

"Yeyy, Daddy akhirnya sarapan bareng," teriak Aliya girang.

Alyo mendekati putrinya itu lalu mencium pucuk kepala Aliya, tak lupa, mencium pucuk kepala Alya juga. Bisa barabe jika Alyo hanya mencium salah satunya karena, mereka terlahir kembar tak boleh dibedakan. Alyo tak mau dicap sebagai pilih kasih oleh anaknya.

"Kok, cuma Alya dan Aliya yang Dad cium, Sea nggak?" rajuk Asea.

"Lo kan udah gede, jangan lebay!" celutuk Ase yang membuat Sea mengerucutkan bibirnya kesal.

Alyo lalu beralih mendekati Sea, mencium pucuk kepala anak perempuan pertamanya itu, tak ingin Sea cemburu dengan adik-adiknya. Sea tersenyum penuh kemenangan ke arah Ase, mencibir kembarannya itu.

"Loh, Sea disayang, Ase nggak?" ucap Ase pula yang membuat Alyo ragu untuk menjawab. Fatan yang duduk di sebelah Ase langsung menjauh, mengubah posisi duduknya ke sebelah Sea.

"Lo kenapa pindah, Bro?" tanya Ase menatap heran.

"Fatan takut gara-gara lo itu gay!" jawab Sea. Ase melototkan matanya tak percaya. Begini-gini Ase masih pencinta wanita bukan pencinta lelaki.

"Sungguh terlalu lo, Bro! Gue ini Abang lo satu-satunya, ah."

Fatan tak menjawab, dia melanjutkan meminum segelas susu yang baru saja dihidangkan Ayla.

"Dad, gak jadi ngasih kasih sayangnya?" tanya Ase yang membuat Alyo terbatuk seketika.

"Ase gak minta cium di kening kok, Dad. Cukup dikasih rekening aja, nanti biar Ase sendiri yang cium rekeningnya," jelas Ase biar Fatan tak semakin mengiranya gay.

"Maunya kamu banyak, Se!"

"Iya dong, Dad. Ase kan anak pertama, sebelum yang lain lahir, Mom ngandung Ase dulu kan, nah jadi banyakin dikit uang jajannya," ucap Ase menaik turunkan alisnya.

"Emang lo lahir sendirian, apa? Lo lahir bareng gue," sahut Sea.

"Tapi kan, gue yang duluan lahir daripada lo," jawab Ase.

"Sebenarnya gue anak pertama, karena gue sebagai kakak, jadi ngalah aja, biarin lo duluan yang keluar, karena lo gak sabaran."

"Bener begitu, Mom?" tanya Ase pula.

"Iya, kamu jadi anak bungsu aja yok, sini Mom masukin ke perut lagi," ucap Ayla.

"OGAH MOM!"

***

Seperti biasa, Ase berangkat ke sekolah bersama Una dan tak lupa Clara. Mereka bertiga berjalan bersama masuk ke pekarangan sekolah.

"Pagi, Una!" sapa seorang pria menyapa Una.

"Pagi," bukan Una yang menjawab, melainkan, Aselah yang menjawab karena Una diam saja.

"Gue pengen ngomong sesuatu sama lo, Na."

"Ngomong, apa?" tanya Una.

"Nanti aja pulang sekolah."

"Oke."

Apa yang akan dibicarakan pria itu dengan Una? Ase tersenyum menyenggol lengan Una.

"Ciee ... yang bakal ditembak, PJ jangan lupa," goda Ase.

"Apaan sih!" kesal Una berlalu berjalan mendahului Ase.

***

HAI GUYSS!!!

AKHIRNYA AKU UP JUGAA🤤

Makasih buat kalian yang udah baca dan nungguin cerita ini🖤

Aku bakal lama up, maaffin yaah, aku nunggu komen kalian dulu soalnya, ayo pada tinggalkan komennya😚

Jangan lupa vote and comment yaah😊✌

Thanks

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro