Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sepuluh

"Haphephobia!" ucap Raka dalam keheningan yang tak mengenakkan.

Sulbi sudah tidur nyenyak di kamarnya, sedangkan dua orang pria yang mempunyai peran masing-masing dalam hidup wanita itu duduk saling berhadapan. Hanya terhalang meja kaca yang berada di tengah-tengah mereka.

Masing-masing memegang sekaleng soda, yang sudah mulai berkurang kadar soda maupun dinginnya karena terlalu lama terpapar udara luar. Raka memegang kaleng soda di tangan kiri yang bertumpu pada sandaran sofa, sedangkan Richo memainkan bibir kaleng soda itu dengan jari telunjuknya.

"Haphephobia ...." Richo menjiplak ucapan Raka dengan alis mengerut.

"Sulbi takut bersentuhan dengan orang lain, termasuk lawan jenis."

"Kenapa? Apa yang terjadi sama Sulbi? Kenapa bisa seperti itu?" Richo menanyakan pertanyaan beruntun pada Raka, tapi pria itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak berhak jawab pertanyaan itu, cuma Sulbi yang bisa. Sorry!"

Richo yang sedari hanya memutar bibir kaleng soda dengan telunjuknya, menghentikan aktivitas tersebut kemudian meletakkannya di meja. "Berapa lama?" Dengan suara yang sedikit menuntut.

Raka menatap Richo sesaat, lalu hanya bisa menghela napas berat. "Delapan tahun! Sulbi berusaha survive dengan penyakitnya."

Richo terhenyak dalam duduknya. "De-delapan tahun?" Raka hanya mengangguk kecil, tanpa menghiraukan tatapan penasaran Richo.

Raka tahu pasti bagaimana sifat sahabatnya ini, jika sudah penasaran ia akan mengejar penjelasan sampai dahaga keingintahuannya tuntas.

"Pergilah! Sulbi sudah aman, akan ada saatnya dia akan mengatakannya."

Richo masih tak terima diusir begitu saja. Ia juga berhak tahu apa yang terjadi pada Sulbi.

Demi Tuhan! Delapan tahun, dan ia baru tahu sekarang. Kamu kemana aja delapan tahun yang lalu? Batinnya mencemooh.

Delapan tahun yang lalu. Ia masih sibuk merintis karir, bahkan sekedar meluangkan waktu untuk quality time bersama Sulbi saja ia masih keteteran.

Beruntung saat itu kekasih hatinya begitu memahami keadaan dirinya, jadi tak selalu menuntut keberadaannya. Dua tahun tinggal bersama, Richo bahkan sering kali meninggalkan Sulbi sendirian di apartemennya. Apartemen yang sudah ia jual setahun setelah mereka putus.

Ia masih tak sanggup jika tinggal ditempat itu. Dimana semua sudut apartemennya penuh dengan kenangan mereka. Kenangan yang begitu menyesakkan kala ia mengingatnya. Jauh di dasar sana, rasa cinta itu masih bersemayam.

Ia masih mencintai Sulbi.

Seakan tertampar oleh kenyataan, Richo mendengkus keras menyadari bahwa sang penghianat bak Dementor yang sudah mengambil semua kenangan indah itu ada bersama dirinya.

Kejam memang, menyamakan mantan sahabatnya dengan makhluk fiksi dalam buku fantasi karya J.K. Rowling tersebut. Karena nyatanya memang Raka menyesap semua kebahagian yang dulu menyambangi dirinya, menyedot habis tanpa sisa ketika memergoki Sulbi dan Raka tengah berpelukan. Di dalam apartemen mereka.

Bagian mana yang tak membuat Richo meluapkan kemarahan, apalagi ketika Sulbi mengatakan ia butuh seseorang yang selalu ada bersamanya dan ia sebagai kekasihnya tak jarang absen dalam beberapa momen penting dalam hidup wanitanya tersebut.

Dengan sisa harga diri yang tersisa, Richo beranjak dari sofa dan keluar dari kamar Sulbi tanpa mengatakan apapun. Sangat kentara sekali bahwa pria dengan rambut berpotongan lurus alami itu sedang memendam amarah, kekecewaan, dan kesedihan yang menjadi satu.

Raka hanya menatap kosong ke arah pintu kamar suite Sulbi yang tertutup perlahan, seiring dengan menghilangnya tubuh jangkung itu.

"Sorry, Ric. Gue bener-bener minta maaf," lirih Raka yang memijat pangkal hidungnya.

Ia memang tak berhak apapun atas Sulbi.

※◎※◎※◎※◎※

Sebulan telah berlalu, Sulbi sudah kembali pada rutinitas sebagai pimpinan di perusahaan keluarganya.

Selama itu juga, dirinya dan Richo tak sekalipun bertemu. Entah apa kini aktivitasnya, ia pun tak peduli. Toh ia juga bukan siapa-siapanya Richo.

Sesekali memang Shani menyinggung keberadaan Richo, lewat obrolan antara adiknya itu dan sang mama. Barulah Sulbi Tahu, jika Richo sekarang sedang berada di Lombok untuk syuting acara traveling yang wara-wiri di stasiun televisi lokal setiap weekend menyapa.

Sulbi hanya bisa menguping sembari menyelesaikan masakan yang ia buat bersama sang bibi. Dirinya lebih memilih menyibukan diri daripada harus kepo dengan mantan kekasihnya itu.

"Kalian udah hubungin WO belom?"

"Udah, Ma. Aku sama Richo udah ke sana juga. Pernikahan kita tinggal dua bulan, kalo nggak jauh-jauh hari bisa nggak kekejar nanti."

Deg.

Sulbi menghentikan aktivitasnya mengiris daging.

Pernikahan.

Sulbi mengatupkan bibirnya, berusaha untuk tak mengeluarkan suara apapun. Apapun itu.

Sekalipun Sulbi menyangkalnya, tapu begitu mengetahui Shani dan Richo akan menikah dalam dua bulan benar-benar menyentak dada Sulbi.

Jauh di dalam sana, ia maaih tak terima jika Richo akan menjadi adik iparnya.

Memejamkan matanya sebentar, kemudian menghela napasnya pelan. Sulbi mencoba menenangkan gemuruh tak enak di dalam dada. Rasa-rasanya membuat perut Sulbi bergolak dan membuatnya mual.

Suara bel pintu berbunyi, mengalihkan pikiran Sulbi. Bibi yang tadinya akan beranjak pergi namun ditahan oleh Sulbi.

"Biar Bibi aja, Bi." Sulbi melepas celemeknya kemudian berlalu begitu saja.

Ia sedang tak ingin dikasihani.

Tanpa menghiraukan mama dan adiknya yang sedang mengobrol, Sulbi langsung berjalan menuju pagar rumahnya.

Ada seorang pria buncit berumur pertengahan empat puluhan, berdiri tepat di depan pagar dengan pakaian safari berwarna dongker.

"Benar ini rumah Non Sulbi?" tanya laki-laki itu setelah melihat layar ponselnya.

"Iya saya sendiri." Sulbi membuka gembok pagar dan melangkah mendekati pria tersebut, tapi malah menjauh mendekati mobil Avanza silvernya dan membuka pintu penumpang dan membawa seikat bunga.

"Ini dari Tuan Arvie."

Sulbi tercenung di tempatnya berdiri melihat bunga yang kini beralih ke tangannya.

"Arvie?" tanya Sulbi mengerutkan keningnya. Ia tak pernah punya kenalan ataupun kolega bernama Arvie. "Maaf, tapi saya nggak kenal sama beliau."

"Duh ... maaf, Non. Tugas saya cuma nganter bunga ini. Saya pamit dulu."

Sulbi yang mencoba mengingat siapa pemilik nama Arvie, hanya bisa diam tanpa bisa menanggapi pamitnya orang tersebut.

Tak semua tokoh bunga di Bandung menjual bunga tulip sebagai barang dagangan mereka, sekalipun ada Sulbi bisa menjamin harganya pastilah mahal. Jadi kemungkinan si pengirim adalah orang kaya, karena mampu membeli bunga tulip.

Sulbi menarik sebuah kartu yang terselip di tengah-tengah bunga Tulip putih sebanyak delapan tangkai yang di ikat dengan amat cantik.

Sulbi pun tak menampik jika tampilan bunga tulip terlihat begitu cantik, ia jatuh cinta akan bunga yang berasal dari negara Kincir Angin tersebut.

Untuk kamu yang selalu terlihat memukau.

Arvie


Alis Sulbi mengekrut membaca peaan singkat yang tertulis di kartu tersebut.

Memukau.

Dari segi mananya ia terlihat memukau. Sulbi hanya menggeleng geli. Aneh-aneh saja orang ini.

"Cie ... cie, dapet kiriman bunga." Shani meledek melihat senyum simpul kakaknya ini.

Ia tahu betul kakaknya ini memang jarang tersenyum semenjak kembali dari Amerika beberapa tahun yang lalu.

Tapi melihat senyum simpul kakaknya barusan, membuat sisi bahagia Shani sebagai adiknya keluar tanpa ijin. Ia yang biasanya tak terlalu dekat dengan Sulbi malah meledeknya.

Shani melihat Sulbi meletakkan bunga yang dipegang kakaknya itu di ata meja buffet, dengan iseng gadis itu mengeluarkan ponsel dan memotretnya. Kemudian meng-upload-nya ke akun instagram miliknya.

2.567 like
Shani_official. Semoga disegerakan ya kakakque tersayang @SulbiNugroho besok kirim mahar ya, bang. Jangan kirim bunga aja. 😂😂😂 segera halalin. Colek juga babang tersayang 😘😘😘 @RichoKr_official
.
.
#2019nikah #buruannikah

Shani terkikik geli di dalam kamarnya, ia tahu ini konyol. Tapi dirinya memang berharap jika kakak perempuannya itu bisa menikah terlebih dahulu, tanpa harus ia langkahi.

Semoga dia jodohmua ya kak.

Diruangan yang berbeda, Richo membanting ponselnya hingga ambyar kala membentur lantai dengan keras.

Ia sama sekali tak menyukai hal yang baru saja ia lihat. Postingan Shani akan buket bunga tulip, terselip sebuah kartu nama dan Richo biaa melihatnya jelas siapa pengirimnya.

Sialan! Apa menurutnya ia tak tahu apa makna dari delapan tangkai, juga bunga tulip putih tersebut.

"AAARGH! SIALAN!" teriak Richo menghantamkan tinjunya ke tembok, mengabaikan rasa sakit yang menjalari buku-buku jarinya.

Ia cemburu.

✩★✩★✩★✩★

Done yeah.

nyaidasimah ParamitaDewanti tengkyu sis idenya. 😘😘😘😘😘

Surabaya, 22-02-2019
-dean akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro