Lima Belas
Sialan!
Sudah berapa lama ia tertidur? Meraba-raba di atas nakas kirinya, ia mencoba menggapai apa saja agar bisa tahu ini sudah pukul berapa.
Dobel sialan! Karena kepala Sulbi berdenyut nyeri tanpa ampun. Kembali bertanya-tanya sudah berapa gelas alkohol yang ia tenggak? Perasaan tak sampai menghabiskan sebotol Jack Daniels black label, tapi nyatanya ia tetap saja luluh pada pengaruh minuman sialan tersebut.
Sedikit memaksakan diri, Sulbi mendudukan diri di pinggiran ranjang dan mengurut pelipisnya dengan satu tangan. Berharap bisa mengurangi pening yang menyerang, tapi ternyata tak ada gunanya sama sekali.
Memicingkan mata, Sulbi mengedarkan pandangannya. Mengerjapkan mata, ia mulai sadar bahwa dekorasi kamarnya bukan seperti ini.
Ah, ia ingat kalau sekarang sedang berada di apartemen. Bukan di rumahnya sendiri.
Menghembuskan napas sejenak, Sulbi beranjak dari tempatnya meski sedikit sempoyongan ia tetap mencoba berjalan menuju kamar mandi. Sepertinya mandi air dingin bisa membuat kesadarannya kembali.
Tak butuh waktu lama, Sulbi keluar dari kamar mandi dalam keadaan
yang lebih segar dengan memakai celana training dan kaos longgar. Mengosok-gosokan rambut pendeknya dengan handuk kecil, Sulbi melangkah mendekati jendela besar yang berada di dalam kamaernya. Menyibak tirai putih, penampakan semburan warna jingga menghiasi langit ufuk timur.
Membuka grendel jendela, Sulbi membiarkan udara dingin pagi hari menyeruak dan menyapu wajahnya. Memejamkan mata sejenak, wanita itu mencoba menghirup udara segar sebanyak-banyaknya dan membiarkan angin menerpa rambut sebahu miliknya yang masih setengah basah . Mengisi paru-paru yang semalam telah terisi dengan asap rokok, juga aroma alkohol yang menyengat.
Pemandangan seperti inilah yang menjadi alasan Sulbi membeli apartemen yang dulu pernah ia tempati bersama Richo, saat mereka masih sama-sama di bangku kuliah. Selain kenangan mereka, juga karena sang
Mentari yang mulai menampakkan sinar kehangatannya.
Membuka matanya, Sulbi mendapati sang Surya mulai mengintip dari balik awan putih. Ia tahu pukul berapa sekarang, paling tidak masih pagi hari sekitar setengah enam pagi. Body alarm Sulbi sudah men-settingnya agar selalu terbangun kisaran subuh hingga jam-jam seperti sekarang ini.
Memilih menyudahi aktivitasnya mengagumi sang surya, Sulbi berjalan keluar kamar menuju arah dapur. Mengambil gelas di atas lemari es, berjalan ke arah dispenser dan mengisinya dengan air hangat. Meneguknya perlahan hingga tandas.
Tubuh Sulbi membeku di tempatnya berdiri, menatap horor kala mendapati tubuh jangkung Richo sudah berada di hadapannya begitu ia berbalik untuk kembali ke kamarnya.
"Eric ...," cicit Sulbi meremas gelas kosong yang masih berada di keduan tangannya.
Demi apa? Penampakan Richo saat bangun tidur kembali menarik memori Sulbi saat mereka masih bersama dulu.
Dulu ... ia selalu menyukai rambut berantakan Richo sesaat setelah bangun tidur. Kebiasaan Sulbi adalah selalu mengacak-acak rambut Richo saat ia akan membangunkan pria itu.
Richo paling susah untuk dibangunkan apalagi di pagi hari seperti ini. Sama halnya dengan Kelalawar yang mencari makan di pagi hari, itu sama mustahilnya dengan bangun Richo pada saat subuh menyapa.
Tak hanya itu, pria betubuh jangkung itu akan mencak-mencak jika waktu tidurnya diganggu. Richo punya kebiasaan tidur mencapai pukul tiga dini hari dan bangun pukul sembilan, itu juga sudah pagi menurutnya.
Berbagai cara Sulbi mencoba membangunkan kekasihnya itu, tak ada yang sukses. Selaian dengan mendaratkan kecupan di bibirnya dan menyugar—lebih pada mengacak-acak rambutnya—barulah Richo akan terbangun.
Lamunan masa lalu Sulbi buyar, dan mendadak linglung. Kala satu kecupan mendarat di keningnya.
"Pagi, Bee," sapa Richo dengan santainya melengang melewati Sulbi dan membuka lemari es. Mengambil sebotol air dingin, dan menuangkannya di gelas bekas pakai milik Sulbi tadi.
Sungguh, Sulbi tak pernah berharap jika pria ini akan berada di apartemennya. Apalagi sikap santai Richo membuat pikirannya mengawang, apa yang sudah ia lakukan semalam hingga laki-laki yang masih santai menandaskan air minumnya itu.
Seingatnya ia sedang berada di club, ingin menyendiri dan menengak whiskey. Alih-alih langsung pulang, Sulbi membutuhkan pengalihan atas kesunyian dalam hatinya. Ia butuh berada di tempat ramai, agar pikirannya tak tertuju pada sosok Eric Kurniawan beserta kenangan mereka.
Ia harus bisa menekan segala perasaan yang masih mengakar kuat, yang perlu ia tanamkan dalam otaknya adalah Richo bukan lagi miliknya. Soon to be pria berstatus mantan kekasihnya itu akan menjadi adik iparnya.
Agak ngeri jika harus menganggap Richo sebagai adik ipar, yang notabene adalah lelaki yang masih ia cintai hingga detik ini. Namun ia kembali menegaskan jika kisah mereka sudah berakhir delapan tahun yang lalu, takkan ada kisah yang terulang kembali.
"Bee...." bisikan halus Richo tepat di telinga Sulbi mengambil lamunannya, membuat wanita berambut setengah basah itu terkejut bukan main.
"Eric!"
"Jangan ngelamun. ini masih pagi, Bee." Sulbi mendengus seraya memalingkan muka. Malu. Tentu saja, ia ketahuan tengah melamun.
Menghela napas panjang, ia tahu jika pria ini akan menuntut penjelasan kenapa dirinya bisa memiliki apartemen lama RiCho beserta isi dan kenangannya. Sulbi memilih menjauhi Richo, sebisa mungkin tak menampakan jika dadanya tengah bergemuruh hebat hanya karena berdekatan dengan sang mantan kekasih.
Menyibak gorden putih, sinar sang Surya telah memancarkan kehangatannya. Membuat Sulbi sedikit mendapatkan ketenangan yang ia inginkan sebelum menjelaskannya pada Richo.
"Diminum Bee tehnya." Richo meletakkan secangkir teh hangat di atas meja. Tak sulit bagi pria itu untuk menemukan dimana letak cangkir, teh, bahkan gula. Karena memang tak banyak perubahan di dapur ini, atau mungkin Sulbi tak pernah merubah apapun di apartemen ini.
Sulbi tak pernah menyukai kopi, berkebalikan dengan dirinya yang begitu menyukai minuman berkafein tersebut. Setiap pagi, wanita itu akan menyeduh teh putih tanpa gula. Lalu duduk di single sofa yang menghadap langsung ke arah jendela lebar yang menampaka mentari jika pagi menjelang. Satu kebiasaan Sulbi yang masih ia ingat.
Lihat, bahkan wanita itu hanya bergeming sambil menatap keluar jendela.
"Kenapa, Bee?" tanya Richo menghenyakan diri di sandaran sofa.
"Apanya?"
"Kenapa apartemen ini jadi milikmu?"
Ini yang Sulbi benci. Ia harus mengakui bahwa ia tak pernah ikhlas melepaskan segala kenangan mereka, atau mungkin perasaannya terhadap pria yang tengah menyorotnya kini.
"Bukan urusanmu."
"Urusanku, Bee. Karena—"
"Stop panggil aku Bee, Ric." Potong Sulbi cepat. Bukannya ia tak menyukai panggilan kecil yang Richo sematkan. Hanya saja, ia tak ingin hatinya menikmati euforia tersebut karena memang tak kan pernah mengijinkan.
"Bee, dengar!" Richo berdiri menghampiri Sulbi yang justru direspon wanita itu dengan mundur dua langkah. Membuat Richo terdiam di tempatnya, lalu menghembuskan napasnya. "Kenapa apartemen ini ada di tanganmu? Setahu apartemen ini ada ditangan seseorang bernama Akbar. Lalu kenapa jadi kamu yang milikin?"
"Dia dulu asisten papa dulunya, aku yang nyuruh buat beli apartemenmu."
Kembali Richo menghembuskan napas panjang, namun kini ia menghadapa sang Surya. Bukan jawaban ini yang ingin ia dengar. Alasan sebenarnya kenapa Sulbi membeli ruangan kotak di lantai delapan belas ini.
Sejenak Sulbi memandang wajah Richo dari samping. Jujur ia begitu merindukan momen seperti ini, memandang prianya dari jarak sedekat ini. Jika dulu ia bebas melakukan apa saja pada lelaki yang masih saja enggan menatapnya, tapi kini ada batasan tak kasat mata yang membuat ia menahan kuat-kuat keinginan hati untuk menjamah wajah tersebut.
"Sejujurnya ..." Sulbi mengigit bibir bawahnya. Mamang, antara ingin melanjutkan atau tidak. "Aku masih nggak ikhlas kehilangan semua kenangan kita."
🌷🌼🌷🌼🌷🌼🌷
Baeklah, maaf kalo lama update.
Ini selain mood berantakan. Ada beberapa masalah yang bikin kepala puyeng dan bikin ide mandek.
Btw ... Selamat Hari Raya Idul Adha dan Dirgahayu Republik Indonesia ke-74th. MERDEKA!
selamat membaca maaf kalo ada typo dkk. Mohon makluk ya. Hehehehehe. Makasih masih mau nungguin Sulbi-Richo ... mak nyaidasimah nggak mau nyumbang ide lagi gitu. 👉👈 😂😂
Sidoarjo, 18-08-2019
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro