Lima
Akan lebih mudah mejelaskan pada orang lain bahwa ia gila. Daripada harus menjelaskan untuk apa ia membeli sebuah apartemen. ketika Sulbi sendiri mempunyai rumah pribadi disalah satu perumahan elit di Jakarta.
Apartemen ini masih sama, tak ada perubahan selama kurun delapan tahun. Sulbi masih mempertahankan semua sama persis.
Tempat yang dulu ia tinggali bersama Richo. Katakan saja Sulbi memang gila karena membeli apartemen Richo, meski menguras hampir seluruh tabungannya dulu.
Kenapa?
Sulbi perlu menjaga kewarasannya. Hingga ia nekat membelinya.
Apartemen ini adalah bentuk dari pelarian diri Sulbi, jika ia sendiri merasa kewarasannya sudah diambang batas toleransi.
Sulbi akan mengurung diri di sini selama beberapa hari, menyalurkan semua kegilaannya, dan akan keluar jika ia sudah kembali seperti semula.
Tak mudah memang. Tapi ia harus melakukan hal ini.
Meski bayang-bayang Richo selalu mengikutinya, Sulbi tak peduli. Lebih tepatnya pura-pura tak peduli.
Ia hanya memerlukan tempat untuk membuang semua kegilaannya.
Sulbi seolah terdengar seperti mantan kekasih psikopat, yang belum bisa move on dari kekasihnya terdahulu.
Sulbi beranjak dari tempatnya berdiri, mengambil sekeping dvd dan menyalakannya.
Suara merdu Matt Scannell mengalun dari perangkat sound system yang dipasang tepat di samping DVD player.
Sulbi kembali memasuki dapur dan menuangkan Wine dalam gelas berkaki. Sedikit mabuk mungkin bisa menghilangkan kegilaannya, meski tak banyak membantu.
Menyadarkan kepalanya di bahu sofa, Sulbi merilekskan tubuh dan pikirannya.
Sekelebat bayangan kebersamaan mereka kembali menyeruak. Tampak nyata. Seolah Sulbi di sana sebagai saksi betapa bahagianya mereka dulu.
Bayangan di mana Sulbi dan Richo sedang duduk di karpet, sedang menikmati pasta mereka dan segelas wine masing-masing. Juga lagu Vertical Horizon menjadi lagu latar mereka.
Sulbi memejamkan matanya. Membiarkan bayang-bayang tersebut menyusup kembali ke pikirannya, hingga membawa Sulbi ke alam mimpi.
Berharap esok akan lebih baik.
●○●○●○●○
Richo menenggak Vodca Whiskey-nya dalam sekali teguk.
Ia tak menyangka hidupnya akan sedrama ini.
Sulbi.
Satu nama yang masih belum bisa hilang sepenuhnya dari lingkaran cintanya.
Demi Tuhan! Wanita itu akan menjadi kakak iparnya. Wanita yang masih menggenggam erat hatinya, meski ia berulang kali menyatakan bahwa ia sudah bisa mengenyahkan nama itu.
Tapi kenyataannya ia tak benar-benar bisa membuang nama Sulbi.
Richo melemparkan semua barang-barang yang bisa dijangkau dan membuangnya begitu saja, tanpa peduli barang itu pecah atau rusak.
Ia hanya ingin melampiaskan kemarahannya.
Kemarahan yang kembali mencuat.
"AAARGH!" Richo kembali membanting barang-barangnya.
"Eric!" Rima berteriak begitu mengetahui kondisi kamar Richo yanh berantakan.
Rima menyambar tubuh jangkung Richo dan memeluknya.
"Tenangkan dirimu, Sayang!" Desis Rima menepuk punggung Richo.
Rima merasakan bahunya bergetar, dan bajunya basah.
Ya Tuhan!
Putra tangguhnya sedang menangis. Sebagai seorang ibu, ia benar-benar mengutuk Sulbi agar tak pernah bahagia.
Delapan tahun lalu, putranya di buat tak berdaya dengan keputusan sepihak dari Sulbi.
Membuat Richo depresi dan ketergantungan atas obat antri depresan, di tambah ia harus bolak-balik ke psikiater agar ia tetap terlihat waras.
Lalu kini anaknya ini harus kembali berurusan dengan wanita itu lagi meski tidak secara langsung. Rima begitu menyukai Shani tapi begitu membenci Sulbi.
Kakak beradik, tapi sifat mereka sungguh berbeda jauh.
Dulu ia memang menyukai Sulbi, saat mereka masih menjalin hubungan. Tapi kini kebencian semakin mendominasi, apalagi Sulbi berselingkuh dengan sahabat putranya sendiri.
Kebencian Rima begitu beralasan, kepergiannya membuat Richo benar-benar terpuruk. Dan ia tak mau melihatnya lagi.
Rima membiarkan Richo menangis di pundaknya, mengeluarkan semua kemarahan dan kepedihan yang ia rasakan.
Rima pun menyadari hal itu. Jika nama Sulbi masih bercokol kuat di hati putra keduanya.
Ia hanya ingin melihat Richo bahagia. Meski sedari awal ia sudah curiga dengan kemiripan antara Shani dan Sulbi.
Dan kini, Rima seolah mendorong Richo ke pinggir jurang. Karena dia lah yang memaksa Richo segera menikahi Shani.
Ada sedikit penyesalan. Dan membiarkan Richo mengambil keputusannya sendiri. Walau tak menampik ia bahagia karena Shani akan menjadi menantunya.
Rima tak tahu harus bagaimana lagi, agar putranya bisa bahagia.
Meski pada akhirnya sama saja, Sulbi masih selalu berputar dalam lingkar kehidupan putranya.
★✩★✩★✩★✩
Surabaya, 26/11/2018
—Dean Akhmad—
Repost : 29/01/2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro