Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empat Belas

Shani berang. Ketika ia tak mendapati sosok Sulbi berada di dalam rumah pribadinya yang ada di bilangan Jakarta, karena justru ia mendapati rumah tersebut hanya  ada pembantu dan satpam.

Ia butuh penjelasan. Sangat butuh.

Setelah kejadian dimana ia melihat bagaimana Richo memperlakukan Sulbi dengan penuh kasih dan cinta, itu berhasil membuat sepercik kebencian menguasai sisi emosianalnya.

Selama ini ia lah yang selalu merasa rendah diri jika bersanding dengan Sulbi. Kakak semata wayangnya itu terlalu tinggi untuk ia tandingi.

Sulbi yang tangguh.

Sulbi yang kuat.

Sulbi yang percaya diri.

Sulbi yang pintar.

Sulbi yang cantik.

Dan segala jenis pujian dilontarkan dari kebanyakan patner bisnis papanya. Hampir semua orang memuji jika Sulbi adalah sosok bertangan dingin saat berhadapan dengan bisnis dan perusahaan.

Shani pernah melihat bagaimana kakaknya itu dalam memimpin rapat. Ia tak segan-segan mencecar siapa         saja yang berbuat salah, dan memaafkan siapa saja yang mampu berubah menjadi lebih baik.

Terkadang sikap dingin yang ditunjukan Sulbi adalah sebuah  kamuflase, menutupi sifat asli sesungguhnya. Dulu kakaknya adalah pribadi yang hangat, dan tak perlu diminta dua kali hanya untuk selalu berada di sampingnya.

Bisa dikatakam Sulbi adalah sosok malaikat penolong bagi Shani. Sering kali ibunya memarahi sang kakak hanya karena kesalahan yang ia buat. Bukannya mengamuk, Sulbi hanya tersenyum dan selalu berbisik "apapun akan kakak lalukan, asal adik kecilku tetap tersenyum." Setelah itu Shani akan kembali menjadi sosok yang selalu membutuhkan Sulbi.

Lalu semuanya berubah, ketika secara sepihak orang tua mereka memutuskan Sulbi agar melanjutkan kuliahnya ke Amerika. Sepulang dari negeri paman Sam lah kakaknya berubah menjadi wanita kaku dan pendiam. Tidak ada lagi sosok Sulbi yang murah senyum dan hangat.

Sulbi semakin tak tersentuh. Apalagi ketika ia memutuskan untuk tinggal menjauh dari rumah besar mereka di Bandung. Ia dan Sulbi tak lagi bisa sedekat dulu.

Karir Sulbi yang sukses di dunia bisnis membuat Shani minder, sedangkan dirinya hanya bisa berkarir di dunia entertaiment.

Lalu saat ia melihat koleksi foto yang ada di google drive milik Richo, membuat Shani tak bisa membendung keingintahuannya akan hubungan Sulbi juga kekasihnya itu.

Sejak kapan mereka berhubungan?

Jangan lupakan tato yang ada di dada kiri Richo. Tak sekalipun ia tahu jika kekasihnya itu memiliki tato di sana. Karena memang Richo tak pernah menampilkan dada telanjangnya, sekalipun ia memakai kaos singlet.

Ya Tuhan! Sespesial apa hubungan mereka? Sampai Richo mentato nama panggilan sayang untuk kakaknya di salah satu bagian tubuhnya.

"Non Shani mau nginep?" tanya Mbok Nem pelan.

"Enggak, Mbok." Shani hanya bisa berpikir kemana kakaknya dan Richo berada sekarang.

Satu-satunya yang terpikirkan oleh Shani adalah apartemen Richo. Ya, apartemen kekasihnya.

Tanpa pamit, Shani melesat menuju apartemen kekasihnya tersebut. Beruntung ini sudah dini hari, jalanan begitu lenggang. Tak butuh waktu lama bagi Shani untuk sampai di tower A tempat di mana unit Richo berada.

Shani menahan napasnya sesaat ia sampai di depan pintu, kira-kira apa yang akan dia dapatkan jika ia tiba-tiba merangsek ke dalam tanpa permisi?

Pikiran ngelantur Shani diperparah dengan bayangan jika kedua orang itu tengah berbagi peluh dan selimut yang sama, tentu diiringi desahan-desahan.

Lalu jika memang benar begitu, apa yang akan ia lakukan selanjutnya?

Tak mau berpikir panjang, dengan napas memburu Shani menekan kombinasi password pintu unit Richo yang sudah ia hapal diluar kepala.

Shani sering kesini, meski tanpa keberadaan Richo sekalipun. Ia hanya ingin melepas rindu kala mereka berjauhan karena tuntutan pekerjaan

Gelap, kosong, dan sepi.

Tak ada tanda-tanda aktivitas di dalamnya. Menyalakan saklar lampu, Shani hanya mendapati ruang tamunya kosong. Beralih ke kamar dengan pintu yang terbuka, juga lampu yang masih mati. Benar-benar tak ada orang di dalamnya.

Tubuh Shani merosot ke lantai, melemparkan sling bag-nya ke sembarang tempat. Tidaklah Richo tahu jika ia takut.

Sejujurnya perasaan takut itu telah mengintainya semenjak ia melihat koleksi foto kakaknya. untuk pertama kalinya ia takut Richo akan meninggalkan dirinya demi Sulbi.

Ia begitu mencintai Richo, tak peduli alan rentang perbedaan usia mereka. Yang ia tahu bahwa perasaannya kali ini lebih dalam dari pada mantan-mantannya dulu.

Ia yang selalu mencampakkan para prianya dengan begitu mudah, hanya karena bosan. Seakan ia terkena karma, keadaan terbalik sekaranglah ia yang berada di posisi takut ditinggalkan.

Kemana lagi ia harus mencari mereka? Jakarta terlalu banyak hotel, apa harus ia mencari satu persatu?

Sedikit memaksakan diri, Shani beranjak dari duduknya dan berjalan memasuki kamar Richo tanpa menyalakan lampunya. Merebahkan tubuhnya di atas kasur, Shani hanya bisa memandang langit-lagit kamar yang gelap.

Sama gelapnya dengan pikiran dan hatinya saat ini.

Tak tahukah mereka kalo dirinya sekarang tengah menahan sesak di dalam dada. Membuat setetes beningan kristal jatuh melalui ujung matanya.

🌻🌷🌻🌷

Richo hanya ingin memastikan apa yang ia dengar baru saja. Sulbi meracau sebuah alamat apartemen, karena ia menganggap bawa dirinya adalah sopir taksi.

Apartemen Palm Sugar tower E.

Ia yakin mendengarnya dari Sulbi. Sedikit tak yakin ia mengikuti apa yanh diucapkan Sulbi, begitu mobil Richo terparkir di basement wanita langsung berhambur keluar dari mobil.

Berdiri sempoyongan, Sulbi mengaduk isi tasnya dan menyodorkan sebuah kartu nama.

"Telepon sekertarisku, ia akan membayar tagihannya." Lalu pergi begitu saja.

Ingin rasanya Richo mengabaikan kenapa Sulbi justru memilih ke apartemen ini, daripada pulang ke rumah pribadinya. Dan yang mebuat Richo tak bisa tak peduli adalah apartemen ini dulunya tempat tinggal ia dan Sulbi semasa pacaranan dulu.

Tidak mungkin Sulbi sengaja tinggal di sini hanya untuk menggenang kenangan mereka.

Meski tak terlalu jauh, Richo akhirnya memutuskan untuk mengikuti Sulbi. Tak tega sebenarnya membiarkan wanita itu berjalan dengan sempoyongan, menyusuri koridor panjang agar sampai ke unitnya berada.

Berapa gelas yang sudah dia habiskan, hingga mabuk seperti ini, bahkan Sulbi tak menyadari jika dirinya lah yang berada di lift yang sama. Selama mereka berpacaran, tak sekalipun Richo melihat Sulbi semabuk ini.

Richo dibuat tercengang menyadari jika lift tepat berhenti di lantai delapan belas, dan lebih mengagetkan lagi. Sulbi berhenti di depan unit yang sama dengan unitnya yang dulu.

Ya Tuhan!

Jangan bilang jika Sulbi yang membeli apartemen miliknya dulu. Ia memang sudah menjualnya setelah beberapa bulan berpisah dengan Sulbi. Richo tak mau lagi dibayang-bayangi oleh kenangan mereka, itu sebabnya menjualnya adalah hal dirasa tepat.

Tapi sayangnya, dengan menjual apartemen miliknya semakin membuat Richo terpuruk karena beratnya kerinduan akan diri Sulbi.

Ia masih terlalu mencintai wanita itu. Bahkan dirinya harus menenggak pil anti depresi hanya karena tak bisa melupakan Sulbi. Ia nyaris gila menyadari tak bisa lagi bertemu lagi dengan Sulbi.

Wanita peyandang cinta pertamanya itu hilang seperti ditelan bumi, setelah mereka putus. Barang-barang Sulbi bahkan masih ada di dalam apartemen kala ia menjualnya.

Tak ada yang tersisa dari kenangan mereka, saat Panji mengatakan padanya jika apartemen miliknya laku terjual pada wanita bernama Marinka.

Lalu kenapa sekarang ada ditangan Sulbi?

Sulbi bahkan tak mengganti password pintunya. Jadi ... sebelum pintu tertutup sempurna, Richo menahan daun pintu tersebut dan ikut masuk ke dalam.

Rasa penasarannya terjawab, kala ia memasuki unit tersebut. Membekap mulutnya Richo mencoba berdamai dengan rasa kagetnya.

Ini apartemannya yang dulu, letak perabotannya tak ada yang berubah. Walau cat dinding terlihat masih baru, tapi menggunakan warna yang sama.

Piguran yang berisi foto kebersamaan mereka pun masih terpajang di tempat yang sama.

Semuanya tetap sama. Tak ada yang berubah. Setelah memutar kepalanya guna melihat seisi ruang tamu yang menyatu dengan dapur, Richo memberanikan diri memasuki kamar tidur yang tak tertutup rapat.

Membuka pintunya pelan-pelan, dan menemukan Sulbi sudah berbaring tengkulup diranjang besar yang berada di tengah ruangan.

Kamarnya pun juga tak ada yang berubah, tetap sama seperti saat ia meninggalkannya.

Kembali ia menutup pintu kamarnya, Richo menghempaskan tubuhnya ke sofa depan televisi.

Tubuhnya lelah, tapi pikirannya lebih lelah lagi. Mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi.

Apartemennya dimiliki Sulbi sama mengagetkan dengan fakta bahwa wanita itu mengidap Haphephobia.

Ya Tuhan! Ada apa ini semua.

🍂🍂🍂🍂🍂

※ Haphephobia : takut terhadap sentuhan. Efek yang di timbulkan biasanya kecemasan berlebihan, juga panik, dan dianggap mengganggu privasi si penderita.

Jadi intinya, Sulbi gak mau bersentuhan dengan orang lain. Hanya bbrp saja yang ia ijinkan. Memang secara nyata takut bersentuhan ini gak pandang bulu. Mau orang tua, adek, kakak, teman, dll. Karena ini fiksi, mungkin pengecualian kali ya. Hehehehehehe.

Selamat membaca
Surabaya, 31-03-2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro