Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[goodnight goodnight]

Adipati Sagala hanya bisa mengangguk penuh permohonan maaf dan meminta pengertian saat Faisal menepuk bahunya.

"Nggak papa, Ga. Pergi aja." Lanti menggenggam erat tangan Saga dan suaminya—Faisal—ikut mengangguk.

"Kami yang berjaga di sini. Selametin dulu gadis lo sebelum bikin masalah lain."

"Thanks, Cal. Gue—"

"You always can count me in, Ga. Go!"

Saga melarikan mobil seperti kesetanan membelah lautan malam kota Jakarta. Secepat yang bisa dimungkinkan mobilnya terbang ke alamat yang diberikan.

Ini sudah pukul dua dini hari. Jalanan nyaris lengang. Meski masih berpapasan dengan beberapa kendaraan, Saga tak juga mengurangi kecepatan. Hingga ia tiba di tempat yang disebutkan dan menerobos masuk ke dalam.

Musik lembut menyapa Indera pendengarnya. Beberapa orang masih menghabiskan malam di situ. Ada yang masih duduk dan mengobrol sembari memegang minuman. Matanya menyapu ruangan, dan dengan segera menemukan sosok yang ia cari.

Saga mengerutkan hidung begitu menghampiri Aliefiya. Bau khas alkohol menyengat dan Saga dapat menduga seberapa banyak yang ditenggak gadis itu dan berapa banyak tumpahan yang mengenai pakaian dan rambutnya. Gelas yang ada di samping tangan Aliefiya terguling miring dan isinya berceceran menetes ke jasnya.

Saga segera menyerahkan kartu debitnya dan saat bartender beranjak untuk memproses pembayaran, ia menghela napas. Dirapatkannya jas yang melingkupi Aliefiya.

"Fi? Bisa dengar saya?"

"Hah? Huh?" Kepala yang merebah di atas meja hanya bergeser sedikit sebagai respon.

Saga menggaruk kepalanya setelah menerima kembali kartunya. Perlahan, ia topang punggung gadis itu dan mengangkat di bawah lututnya. Langsung, terpaan alkohol yang terpercik di rambut Aliefiya menampar penciuman Saga. Ia mendengus dan perlahan membawa Aliefiya ke luar dari night club paling hits di bilangan Sudirman itu. Dibantu sekuriti, Saga akhirnya berhasil mendudukan gadis itu di dalam mobilnya.

"Fi?" panggilnya seraya menyibak rambut gadis itu yang terburai ke mana-mana menutupi wajahnya. Saga menemukan scrunchie Mona di mobil dan secara sembarangan mengumpulkan rambut Aliefiya di satu titik. "Saya harus antar kamu ke mana?" ujarnya sambil mengusap kepala gadis itu. "Fi? Fiya? Saya clueless nih," bisik Saga.

Tiba-tiba mata bulat di depannya membuka. Lalu mengerjap sekali. Saga nyaris terhentak ke belakang andai tangan lembut itu tidak menahan lehernya. Mereka bersitatap sekali lagi dan gadis itu tersenyum.

Saga menahan napas. "Fi?" panggilnya sekali lagi ketika gadis itu menggunakan telunjuknya untuk menelusuri pipi Saga. Hingga tiba di sudut bibirnya yang terbuka.

Detik berikutnya, Saga hanya bisa menahan napas saat Aliefiya menempelkan bibirnya lembut dan mengecup Saga. Jelas terasa jejak alkohol di situ.

"Berhenti sekarang, Fi," bisik Saga. "Saya bukan entah siapa pun yang kamu bayangin sekarang. Ini nggak benar, oke?"

Gadis itu menggeleng pelan. "Saga?" panggilnya. Untuk pertama kalinya gadis itu memanggil namanya.

"Iya, saya Saga," ucap pemuda itu parau.

"Kalau begitu, ini benar," desis Aliefiya.

Gadis itu melemparkan tas tangan yang sejak tadi ada di pangkuannya ke kursi belakang dan secepat kilat berpindah tempat ke kursi pengemudi. Kedua lututnya terbuka mengapit kaki Saga yang membeku saat Aliefiya seolah duduk tanpa beban di atas pahanya. Tangan Saga dengan cepat menekan panel hingga kursinya turun ke belakang dan di detik itulah Aliefiya kembali mengecupnya pelan. Sekali lagi.

Dengan suara serak, Saga berbisik, "Boleh?"

"I need you," balas Aliefiya. "Saga."

Saga tak peduli apa pun lagi. Dilarikannya tangannya ke belakang leher Aliefiya untuk menarik gadis itu dan ia mulai mencecap sesuatu yang sebelumnya bahkan tak berani ia bayangkan. Bertumpu pada tubuhnya, Aliefiya merebahkan seluruh tubuhnya dan mengikis jarak di antara mereka. Keduanya saling mencari, menyusuri dan berbalas kecup seolah memuaskan dahaga yang tak kunjung lega. Hingga Saga menggeram dan menyelipkan lidah untuk bermain menjelajahi semakin dalam dan Aliefiya menyambutnya dengan lenguhan panjang. Pendingin mobil bahkan tidak berarti banyak untuk mereka. Saat Saga mulai menggila menelusuri leher dan meninggalkan jejak frustasi di sana, Aliefiya menggelinjang. Mereka tersengal dan bersitatap dengan mata berkabut.

"Lagi," pinta Aliefiya saat mereka terengah dan mengambil jarak untuk menarik napas.

"Jangan di sini," balas Saga. Dengan mudah ia mengangkat Aliefiya dan mendudukan gadis itu kembali ke samping. "Tunggu sebentar," erangnya. "Jangan di sini."

"Lagi, Ga," rengek Aliefiya.

"Bukan cuma kamu yang mau lebih, Fiya. Saya juga." Saga nyaris menggeram saat menyebutkannya.

Saga langsung memajukan mobil dan membelokkan ke hotel terbesar dan terdekat yang bisa ia temukan. Bergegas, ia menerima key card dari resepsionis dan kembali ke parkiran tempat ia meninggalkan Aliefiya. Sekembalinya Saga ke mobil, gadis itu terlihat meringkuk dan napasnya teratur.

"Astaga," gumam Saga. "Jadi kita mau tidur di mobil aja, nih?"

Tiba-tiba gadis itu membuka mata, dan kali ini Saga tak lolos untuk kedua kalinya. Kepalanya terantuk pintu di belakangnya. Saga didorong dengan kencang dan Aliefiya nyaris melompat keluar.

Detik berikutnya, Saga menyaksikan gadis itu menekap mulutnya dan masuk ke toilet terdekat di parkiran. Kurang lebih tiga meter dari mobilnya terparkir. Saga menunggu, hingga lima belas menit kemudian Aliefiya keluar dengan muka memerah.

"So...sorry," bisiknya saat tubuhnya limbung dan Saga berusaha menahan.

"Its okay," jawab Saga. "Untung saya sayang kamu," tambahnya lebih seperti gumaman.

Dengan jantung berdentum tak keruan, Saga mengangkat Aliefiya dalam pelukan. Ia menggeleng beberapa kali sambil berjalan menuju kamar yang sudah dipesan. Beban tubuh Aliefiya tak seberapa, tapi efek yang ditimbulkan gadis itu luar biasa. Nyaris merenggut kewarasan Saga malam ini. Ia lelah. Sangat lelah.

"Ma..u mun..tah," gadis itu bergumam lemah.

Saga menghela napas dan langsung membawa Aliefiya ke kamar mandi. Saga memegangi rambutnya dan Aliefiya memuntahkan entah apa lagi ke kloset hingga tersedak beberapa kali. Aliefiya mendorong Saga ke luar dan Saga berbisik, "Pintunya jangan dikunci." Gadis itu mengangguk.

Saga melepaskan kemeja dan celananya yang sudah tak keruan baunya. Disampirkannya handuk mengelilingi pinggang. Niatnya, setelah ini ia ingin mandi sebelum kembali ke rumah untuk mengambil baju ganti dan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. Ia tak ingin jadi bahan pertanyaan Faisal dan Lanti. Dan entah kenapa, kepalanya terasa sakit sekali. Ia tahu, ia butuh tidur. Segera. Tapi, sekarang belum bisa. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, tapi mentalnya juga terkuras.

Aliefiya berjalan terseok-seok keluar dari kamar mandi mengenakan bathrobe. Saga menghela napas lelah saat gadis itu melemparkan diri ke ranjang.

"Saya mandi sebentar. Setelah itu saya pulang. Baju kamu akan diantarkan besok pagi," ucapnya tak yakin apakah gadis itu mendengarnya.

Saga benar-benar mengucurkan air dingin sederas mungkin dan menyudahi mandinya secepat yang ia bisa. Mandi mengembalikan kewarasannya yang nyaris hilang dan membuat matanya bisa bertahan lebih baik saat perjalanan pulang.

Saga keluar dari kamar mandi dan pemandangan di depannya membuatnya terkesiap. Aliefiya meringkuk, matanya memejam tanpa tertutupi sehelai benang pun. Meskipun cahaya remang, siluet gadis itu langsung membuat Saga blingsatan. Jantungnya berdetak semakin kencang. Bergegas Saga meraih selimut yang tertindih untuk menutupi gadis itu, hingga napasnya tersengal sendiri.

"Ya, Tuhan," keluh Saga. Ia menarik selimut yang membungkus tubuh polos gadis itu hingga ke bahu, menyisakan kepala Aliefiya yang terkulai. Saga memperbaiki letak bantal agar Aliefiya merasa nyaman. "Jangan pernah berani-berani mabuk lagi kalau nggak sama saya," ancamnya.

Tak diduga, gadis itu menyahut dengan mata setengah terpejam. "Iya, janji," jawab Aliefiya serak.

Saat Saga akan berlalu, pergelangan tangannya ditahan lembut. Kemudian ditarik hingga Saga terduduk di tepi ranjang. "Ya?"

Tanpa bicara, Aliefiya menempelkan pipinya ke dada Saga dan sebelah tangannya melingkari pingggang lelaki itu.

Saga menghela napas. Ia benar-benar tak sanggup melawan lagi. Rasa lelah di sekujur tubuhnya rasanya menjerit minta diistirahatkan. Digesernya badan gadis itu dan mulai merebahkan diri. Aliefiya bergumam tak jelas, tapi gadis itu menarik tangan Saga dan menjadikannya sebagai bantalan.

"Mau tidur?" bisik Saga.

Gerakan anggukan dirasakannya di lengan.

Saga berbaring miring. Dibelainya rambut Aliefiya yang setengah kering. "Boleh?" bisiknya lagi.

Lagi-lagi gestur anggukan.

Saga menghela napas lama, kemudian memutuskan untuk mencium kening gadis itu cukup lama. Setelahnya, Saga menyurukkan kepala Alief di bawah dagunya. Gadis itu malah bergerak pelan dan mengecupi tulang selangka Saga. "Kata orang, kalau sayang ciumnya di kening dulu. Nanti-nanti, aku nggak tahu lagi bisa menahan diri apa enggak kalau kamu terus begini," rutuknya. Ia menghentikan gerakan Alief dengan membelai pelan punggung gadis itu hingga napasnya teratur. "Good night, Fiya."

Setelahnya, Saga hanya bisa berdoa, agar handuk yang melilit pergelangan pinggangnya tetap di tempatnya hingga pagi tiba.

Note:

Saya akan menuliskannya di weekend saja, ya. Kalau weekdays saya harus jadi emak tangguh mengabdi pada negara. wkwkwk... selamat menikmati...

Heh Saga! Mamah Nu kasih tahu ya, cobaan kamu saat ini nggak seberapa banget dibanding saat kamu bangun nanti!!! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro