XXXIX ¤ Occasion
Jakarta, Indonesia.
"Kenapa, Pak ?" Tanya Laith. Seusai menelpon sang istri.
Di tengah kemacetan, sang supir taksi tiba-tiba menghentikan mobil di bahu kiri jalan.
"Bannya bocor, Mas. Aduh maaf sekali sepertinya Mas harus naik kendaraan lain," ujar pak supir.
"Innalillahi. Ya sudah, Pak. Ini uangnya ya. Sekalian untuk tambal ban. Terima kasih, Pak," ujar Laith seraya memberi uang, melebihi yang tertera di argo taksi.
"Aduh tidak usah, Mas. Saya malah merepotkan Mas ini," tolak sang supir.
"Tidak apa, Pak. Saya ikhlas dan tidak merasa direpotkan," ujar Laith berharap sang bapak menerima.
"Terima kasih, Mas. Semoga Masnya panjang umur dan sehat selalu. Rejekinya juga lancar. Terus, istri dan anak Mas juga sehat selalu sampai lahiran. Maaf, Mas, tadi saya tidak sengaja curi dengar," doa sang supir.
"Aamiin. Terima kasih atas doanya, Pak. Semoga kembali lagi ke Bapak doa baiknya. Dan gak apa-apa gak perlu minta maaf, orang saya juga yang suara nya keras karena excited mau ketemu istri," kekeh Laith.
Akhirnya, Laith turun dari taksi dan menuju trotoar dengan koper kecil digeretnya. Sebenarnya, kalau dirinya tidak sampai sekitar 30 menit, dia akan ketinggalan pesawat.
Sedangkan mencari angkutan di kondisi macet akan sangat sulit saat ini, mobil pribadi berjejer dan pemotor juga saling salip. Ingin memesan online pun harus menunggu.
Drrtt. Drrt.
Laith berteduh di bawah pohon. Mengangkat telepon di sana agar tidak kepanasan. Dilihatnya Jonathan yang memanggil.
"Dimana ?" Suara di seberang langsung menyela.
"Di pinggir jalan. Ada apa ?" Jawab Laith.
"Belum di bandara ?" Tanya Jonathan tanpa menjawab pertanyaan Laith.
"Belum. Ban taksinya bocor. Sepertinya bakal ketinggalan pesawat," ucap Laith menghela napas.
"Bagus. Jangan kemana-mana. Share location, saya jemput," ucap Jonathan mematikan panggilan.
Laith mengernyit. Kenapa malah bagus ketinggalan pesawat. Dirinya tidak heran lagi. Seperti itulah Jonathan. Out of the box.
Laith segera membagi lokasinya lewat pesan. Setelah terkirim, dirinya tetap terpekur menunduk menatap layar ponsel dan seketika,
Bret!
"Astaghfirullah. Jambret! Woy!" Seru Laith mengejar jambret yang merampas handphone dan kopernya.
Tapi telat. Penjambret itu sudah naik di boncengan motor dan melenggang pergi menjauh, menyalip beberapa kendaraan yang tidak beraturan berjibaku dengan kemacetan yang sudah sedikit melonggar.
🍁🍁🍁
"Sudah jatuh tertimpa tangga," ujar Jonathan terkekeh mendengar cerita Laith.
"Kurang ajar," seru Laith ikut terkekeh.
Mereka di mobil Infiniti Q60 milik Jonathan menuju apartemen pria Italia itu.
"Ada apa ?" Tanya Laith.
"Something urgent. Besok kita terbang ke Rusia," ujar Jonathan.
"Ngapain ?" Tanya Laith lagi.
"Mencari bantuan," ujar Jonathan.
"Ayah tiriku seorang mafia di Rusia. Saya sudah menghubunginya untuk bertemu. Kita tidak bisa menghancurkan Atmadja dengan mudah. Ternyata kejahatannya tidak hanya pembunuhan orang tua Aileen. Tetapi, kebanyakan kecelakaan pesawat dan beberapa pembunuhan di darat sudah dia lakukan. Semua untuk menutup aibnya.
Mereka mempunyai usaha ilegal. Prostitusi dan human trafficking. Jadi, pastinya menumpas mereka akan susah. Maka dari itu, untuk pertama kali saya meminta ayah tiri saya bantuan. Ini kasus berat," lanjut Jonathan.
"Astaghfirullah," lirih Laith.
"Prostitusi dan perdagangan manusia. Sudah berapa lama ?" Tanya Laith.
"Lama. Sekitar sepuluh tahun. Bahkan sekarang customer mereka kebanyakan dari luar negeri. Kasus di belakangnyapun banyak. Penculikan dan penipuan gadis-gadis yang menjadi korban. Banyak yang sudah mengetahui, tapi dibungkam dengan uang. Yang tetap bersikeras membangkang, akan dibunuh. Seperti paman dan bibiku. Orang tua Aileen.
Perjalanan bisnis ke Thailand itu hanya kedok. Mereka sudah menyiapkan rencana pembunuhan dengan helikopter. Keluarga Tanuwijaya dan istri Handoko sendiri mengira kecelakaan itu untuk motif membunuh pewaris tunggal Tanuwijaya Group. Aslinya, untuk membungkam kesaksian mereka atas usaha ilegal Handoko Atmadja," jelas Jonathan.
Tak habis pikir. Laith benar-benar tidak percaya ada orang yang benar-benar melakukan hal iblis seperti itu. Dirinya terus beristighfar dalam hati.
Sesampainya apartemen mewah yang dijaga ketat, mereka langsung menuju penthouse Jonathan. Jonathan segera mengemas barangnya cepat dengan dibantu Laith.
Di ruang keluarga, Jonathan duduk setelah mengambil air putih dingin untuk Laith dan sekaleng bir untuknya.
"Kutunjukkan keberuntunganmu akibat ban bocor taksi," ujar Jonathan.
Laith mengangkat alis tak mengerti. Jonathan meraih remot TV dan menyalakannya.
"Breaking News. Baru saja terjadi kecelakaan pesawat dengan nomor penerbangan A122..."
Laith melotot tidak percaya. Itu pesawat yang akan ditumpanginya.
"Innalillahi wa innailaihi rajiun. Bagaimana bisa ?" Lirih Laith.
"Mereka ingin membunuhmu," ujar Jonathan dengan meminum birnya.
"Astaghfirullah. Kenapa Kau tidak coba hentikan..."
"Sudah kubilang, itu bukan wewenangku. Bahkan, untuk menghancurkan mereka saja Saya meminta bantuan ayah tiri. Bahkan, pejabat negara saja melindunginya. Cih, ada-ada saja negaramu ini," decih Jonathan.
Laith mengusap wajahnya gusar. Lalu, dia teringat sang istri dan keluarganya yang masih belum mengetahui dirinya tidak jadi naik pesawat itu.
"Pinjam ponselmu. Aku ingin menghubungi Humaira," desak Laith.
Jonathan menggeleng. Menghabiskan minuman di tenggorokannya, "jangan dulu. Sampai kita berhasil menangkap mereka."
"Tapi Humaira bakal tertekan mengira aku sudah meninggal!" Seru Laith.
"Saya percaya dia kuat," ujar Jonathan.
"Biarkan saja seperti semestinya mereka inginkan, untuk mengecoh mereka karena sasaran sudah tepat terbidik. Sampai kasus terungkap dan mereka mendapat hukuman yang setimpal. Baru Kau bisa hidup bahagia dengan Aileen dan anakmu," lanjut Jonathan.
Laith menarik napas gusar. Benar juga yang dikatakan Jonathan. Dia juga khawatir jika Humaira dan keluarganya tahu tentang dirinya akan berbahaya karena Handoko belum dipenjara.
🍁🍁🍁
Mafia Rusia. Lelaki paruh baya itu tidak terlihat seperti mafia dengan tampang ramahnya.
"Ah. I've ever heard about you Laith. The owner of El-lectro Inc., right ?" Tanyanya.
Laith mengiyakan tak kalah ramah. Sedikit berbasa-basi. Namun, saat Jonathan membuka mulutnya. Barulah sosok mafia sangat kentara di dirinya.
(Percakapan dalam Bahasa Inggris)
"Ini kasus besar. Meskipun bisnisku sebelas dua belas dengan ini. Haha. Baiklah, aku bersedia membantu kalian. Dengan syarat tentunya," ucapan yang memiliki berbagai intonasi. Kekehan dan nada tajam di akhir.
"Apa ?" Tanya Jonathan.
"Kau, Jonathan. Kunjungi ibumu. Aku paham masa lalu tidak bisa diperbaiki. Tapi, manusia juga pasti melakukan kesalah bukan. Dan pantas mendapat kesempatan kedua," ucapan itu dibarengi dengan tatapan tajam menghunus sang anak tiri.
Laith hanya diam. Tidak mau ikut campur urusan keluarga mereka.
Setelah negosiasi yang alot karena Jonathan sangat keras kepala. Akhirnya, Jonathan mau mengiyakan permintaan sang ayah tiri. Berkat bantuan Laith tentunya.
Sikap persuasif Laith apalagi jika hal itu mengenai ibu akan sangat menyentuh relung hati. Bahkan, kedua pria berhati dingin di ruangan itupun.
Laith berkata, "dalam agamaku, seorang ibu adalah sosok yang mulia. Bahkan, Rasulku bersabda bahwa seseorang yang harus kita bakti pertama kali adalah Ibu. Sebanyak tiga kali, baru ayah. Seorang wanita diberi kemuliaan mengandung dan menyusui anak. Itu bukanlah hal mudah dan sanggup kita lakukan. Coba bayangkan, andai saja tidak ada ibu. Apakah kita bisa lahir, tumbuh dan menikmati kehidupan saat ini. Maka dari itu, surga ada di telapak kaki ibu.
Seburuk apapun ibu kita dalam kehidupannya. Pasti sebisa mungkin mereka memberikan yang terbaik untuk anaknya, karena mereka tahu betapa sulitnya melahirkan dan menjaga sang buah hati. Sebuah kesalahan besar seorang ibu kepada anak, pasti ada alasan dibaliknya. Coba sekali berkomunikasi untuk mengetahui apa alasan itu. Maafkan dan berbakti kepadanya selagi beliau masih ada. Karena saat orang tua kita sudah tiada, penyesalan karena telah menyia-nyiakan orang tua sudah terlambat. Karena ridla ibu dan ayah adalah ridla Tuhan. Itu juga pasti berlaku untuk semua agama."
🍁🍁🍁
Setelah empat bulan Laith sibuk mengurus berbagai informasi lewat software dan Jonathan ikut terjun dengan kelompok mata-mata sang ayah tiri, mereka akhirnya mendapat hasil.
Handoko Atmadja berhasil ditangkap. Dihukum mati atas semua bukti-bukti kebusukannya selama ini.
Laith tidak sabar ingin memberitahu sang istri bahwa dirinya masih hidup dan sehat wal'afiat. Menemani Humaira saat melahirkan dan hidup bahagia dengan buah hati mereka.
Setiba di Bandara Soekarno Hatta, mereka langsung menuju apartemen Jonathan. Laith meminjam mobil Jonathan untuk kembali ke tempat dimana seharusnya dirinya berada.
Dengan kondisi lelah di tengah malam. Dia paksakan menyetir padahal Jonathan sudah melarang. Namun, Laith benar-benar sudah merindukan sang istri.
Masih di jalan dekat apartemen Jonathan. Kecelakaan tak bisa dielakkan. Dirinya hampir saja menabrak seekor kucing hitam yang melintas tanpa pamit. Lantas saja, dia membanting setir dan menabrak pohon.
Kepalanya terbentur steering wheel. Dirasa kakinya pun nyeri untuk digerakkan. Dengan ponsel barunya, Laith memanggil nomor Jonathan untuk meminta pertolongan.
Kepala yang terbentur keras itu membuatnya kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan.
🍁🍁🍁
"Ck. Ngerepotin banget si. Kenapa gak tabrak aja itu kucing," seru Jonathan.
Dua hari berlalu saat Laith bangun dari pingsannya. Benturan kepala membuatnya lama mendapat kesadaran.
"Gak bolehlah. Apalagi Humaira sedang mengandung," sungut Laith mendapat semprotan dari Jonathan.
Jonathan hanya mengangkat bahu. Tak peduli.
"Lututmu dislokasi karena benturan dengan dashboard mobil. Kau biasanya mengendarai apa ? Bisa-bisanya itu kaki mukul dashboard sampai tulang geser," ujar Jonathan geleng-geleng kepala.
"Range Rover. Mobilmu terlalu sempit dan gak ada ruang. Salahkan mobilmu, jangan kakiku," sungut Laith lagi.
"Aku ingin menghubungi Humaira. Mana ponselku," pinta Laith saat Jonathan hanya memutar mata tadi.
"Gak! Kau sembuh dan belajar jalan dulu baru temui Aileen!" Titah Jonathan mutlak.
Laith menghela napas frustasi. Dua bulan dirinya di rumah sakit. Menunggu tulangnya benar dan belajar jalan seperti sedia kala. Dengan rindu menggebu akan sang istri dan anak yang dikandungannya. Jonathan bilang, anaknya laki-laki. Jadi, seraya menunggu waktu itu tiba, dirinya menyiapkan nama untuk sang anak.
Ayah segera pulang Bunda, Baby Boy. Tunggu Ayah.
🍁To be Continued🍁
|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|
Jadi, bagaimana?
Sudah tahu dibalik hilangnya Laith selama Humaira mengandung?
Ya, jadi cerita di chapter ini flashback setelah Laith bertelepon dengan Humaira.
Dan ... tinggal satu chapter lagi dan cerita Laith Humaira akan tamat.
Sending a lot of loves ❤️💌❤️
Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾
(Vote, comment, and share)
Best regard,
Moon Prytn
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro