XXXIII ¤ Cairo
Tiga hari berlalu dengan cepat di Cortina d'Ampezzo. Sehari sebelum bertolak dengan pesawat, mereka kembali ke mansion De Luca untuk perpisahan. Dan sekarang waktunya mereka meninggalkan Roma dan memulai lagi di tempat baru. Mesir.
(Percakapan bercetak miring dalam Bahasa Italia)
"Sering-sering berkunjung ke sini ya. Grand Pa akan sangat merindukan kalian," ujar Georgio memeluk Laith dan Humaira bergantian. Disambut anggukan juga pelukan hangat keduanya.
"Kalau keponakanku sudah hadir, jangan lupa kabari ya," siapa lagi kalau bukan Jerry yang selalu adu mulut dengan Humaira.
"Sana kau buat sendiri. Tapi, nikah dulu. Dasar jomblo," hardik Humaira. Dibalas cibiran dan pitingan kepala.
"Sudah. Kalian ini seperti anak kecil. Sini, Princess. Sayang sekali ya kalian tidak bisa ikut merayakan natal. Nanti kalau kamu mengidam roti jahe, bilang ke Aunty. Nanti khusus kubuatkan untukmu," seru Emily riang seraya memeluk Humaira. Laith hanya mengatupkan tangan seperti biasa.
"Princess. If you need anything, you can call us. Kami selalu ada untukmu. Begitu juga kau, El," ujar William, berganti memeluk hangat keduanya.
"Ehem. Karena untuk chapter spesial kali ini aku yang nyetirin kalian ke bandara. Jadi, perpisahannya nanti saja ya," ujar Jimmy kalem.
Dengan Jimmy yang menyetir dan Laith di sebelah. Humaira duduk leluasa di belakang sendirian.
"Sumpah. Beneran Ai sebal dengan Kak Jonathan. Kemana sih dia," gerutu Humaira.
Dua lelaki di depan tentu mendengar dan geleng-geleng dengan tingkah absurd Humaira yang menggerutu dan menghentak kaki.
"Kau tahu sendiri bagaimana dia. Jadwalnya memang lebih fleksibel dariku, tapi juga tak terduga. Tidak sepertiku yang jatah liburnya tetap, sesuai aturan," jelas Jimmy.
"Seminggu saat kita tiba di sini, Jo bilang dia di Indonesia. Tapi, tidak tahu kalau sekarang," ujar Laith.
"Oh ya ? Ada apa ke Indonesia ?" tanya Jimmy. Laith hanya mengedikkan bahu. Tidak tahu.
Memang, dia tidak tahu spesifiknya apa yang akan dilakukan Jonathan. Jadi, dia jujur saat ini.
Humaira yang setia menjadi pendengar, menghela napas panjang. "Selalu saja. Misterius. Padahal kan, kita sebagai keluarga harusnya tahu dia sedang apa. Jaga-jaga kalau dia butuh bantuan. But he always does everything by his self."
Jimmy mengangguk setuju. "Kami memang saudara, walaupun hanya seayah. Tapi, sifat kami sangat berbeda. Aku tahu dia berbahaya, maksudnya untuk orang yang berani melawannya. Jadi, akupun tidak ingin ikut campur urusannya. Sudah cukup dia sekarang tidak terlalu kaku dan dingin dengan keluarga. It's blessed for us," jelas Jimmy.
"Ehem. Kupikir tidak baik membicarakan saudara sendiri bukan. I think, he knows what he wants do. Jadi, bukan urusan kita karena dia sangat menjaga privasi. Is it right?" Tanya Laith. Takut jatuhnya mengghibah.
"Yeah right. Anyway, kapan sampai, Kak ?" Tanya Humaira.
"Sekitar lima menit lagi," jawab Jimmy dengan pandangan fokus ke depan dan sekilas menengok jam tangan Rolex-nya.
Tiba di Fiumicino International Airport, mereka berbincang sebentar dan saling memberi pelukan perpisahan.
"Mas, Kairo itu bagaimana?" Tanya Himaira penasaran.
"Wonderful place. Kamu bakal suka di sana."
Bagi Laith, ini adalah sebuah awal baru di tempat dimana ia memulai semua dari awal. Pendidikan, karir, dan sekarang perjalanan pernikahan.
Setelah tiba di Cairo International Airport, mereka langsung bertolak ke apartemen milik Laith. Dirinya memang tinggal di apartemen yang cukup luas disini.
"Tidak apa kan kita tinggal di apartemen ?" Tanya Laith.
Humaira menggeleng dan tersenyum. Melangkah mendekat ke sang suami, "ini sudah lebih dari cukup. Bagi Ai, yang penting bersama Mas Laith. Lagipula, apartemen ini luas dan keren, kok bisa sih semua serba canggih disini," gumam Humaira takjub melihat segala perabotan yang tersentuh teknologi.
"Mas memang memasang feature smart apartement disini. Jadi, nanti Mas jelaskan fungsinya ya," ujar Laith terkekeh.
Humaira masih saja terkagum. Apartemen yang minimalis tapi juga lengkap. Sentuhan teknologi membuatnya semakin berdecak. Seperti sekarang, voice detector bisa melakukan apa yang Humaira ingin hanya dengan memerintah.
"Mas, kalau begini bukannya nambah malas ya ?" Tanya Humaira.
"Iya benar. Haha. Tapi, Mas tahu kamu bukannya tambah malas tapi malah semakin penasaran bukan. Jadi, kamu bakal coba apa aja disini. Ayo ke kamar," ujar Laith setelah memberi tahu detail di berbagai ruangan. Kini, dirinya menuju kamar.
"Apartemen ini Mas ramcang juga untuk keamanan. Jadi, kalau misal Mas tinggal kamu sendirian disini, setidaknya Mas tahu kamu aman dan nyaman," ujarnya.
Mereka merapihkan pakaian di lemari. Lalu, kembali Laith menjelaskan berbagai fitur canggih di setiap sudut kamar.
"Sini," ucap Laith seraya mendorong tembok beraksen batu bata putih yang ternyata sebuah pintu penghubung ke suatu ruangan di seberang.
"Ini perpustakaan dan ruang kerja Mas. Disini kedap suara, tapi kamu bisa dengar bel pintu apartemen dari speaker dan juga melihat interkom lewat ini," Laith menunjuk sebuah layar di sisi tembok tadi.
"Wow. Maa Syaa Allah. Kok bisa sih Mas kepikiran seperti ini?" Tanya Humaira. Dirinya tahu yang merancang pasti sang suami sendiri.
"Dulu hanya iseng. Tapi, ternyata cukup bermanfaat jadi Mas kembangin lagi. Dan sekarang, Mas juga bersyukur kamu bisa menikmatinya juga," ujar Laith menggandeng tangan Humaira menyusuri ke berbagai sudut luas itu.
Masih banyak teknologi disini. Ruangan yang ternyata tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan, tetapi juga multifungsi sesuai keinginan.
"Kenapa Mas tidak aplikasikan di Indonesia?" Tanya Humaira.
"Perizinannya susah. Juga butuh biaya besar untuk mengimport barang karena diproduksi disini. Jadi, selama kita disini, kamu bisa sepuasnya menikmati," ujar Laith.
Mereka duduk di bedsofa dengan TV dihadapan mereka.
"Besok Mas ke pusat El-lectro Inc. untuk kunjungan, kamu ikut ya. Sekalian perkenalan biar mereka tahu istri Mas," ujar Laith.
Humaira mengangguk. Dirinya juga menyiapkan surprise untuk sang suami. Rahasia.
Esok hari menjelang dengan dibuka sholat tahajud berjamaah, tadarus menununggu adzan shubuh dan sholat shubuh berjamaah di kamar apartemen.
Hari ini mereka akan berkunjung ke El-lectro Inc. pusat. Usai Humaira membuat makanan dan mereka sarapan bersama. Laith sedang menunggu sang istri berdandan di ruang tamu.
Cklek.
Pintu kamar yang berada di ujung ruangan itu terbuka. Menampilkan Humaira dengan tatanan barunya.
"Sudah, Mas," ujarnya mengalihkan perhatian Laith dari ponsel.
Laith menengok ke arah sang istri dan terpaku. Istrinya dengan tampilan berbeda tetapi memancarkan aura yang membuatnya semakin cantik luar dalam.
"Maa Syaa Allah. Kapan kamu dapat niqabnya?" Ujar Laith saat sang istri tepat berada di depannya. Dia berdiri dan menyentuh pipi yang tertutup niqab itu.
"Ai menyuruh Jimmy untuk belikan. Dia pesan lewat online shop sepertinya," jawab Humaira menunduk. Tidak tahan ditatap intens oleh sang suami.
"Cantik," ucap Laith mengelus kepala sang istri yang menunduk.
Pipi Humaira sontak merona dibalik niqabnya. Pujian Laith membuatnya lebih percaya diri sekarang. Dia sedari tadi memantapkan hati apakah dirinya cocok dengan cadar.
"Ayo," ajak Laith menggandeng tangan sang istri. Humaira mendongak dan mendapati senyum manis sang suami. Dirinya tak bisa untuk tidak tersenyum dan menampakkan mata yang sipit itu kian menyipit.
"Syukron, Zaujati. Sudah menuruti permintaan Mas," ucap Laith mencium punggung tangan sang istri yang tertutup handsock.
Humaira mengangguk dengan senyum lalu menunduk lagi, "malu," rengeknya.
Laith terkekeh dan memeluk tubuh sang istri. Dirinya benar-benar gemas dengan tingkah Humaira yang manja dan malu-malu kucing seperti ini.
Laith menuju kantor pusat El-lectro Inc. dengan menggunakan mobilnya yang semalam dikirim salah satu pekerjanya.
Saat di lobi semua mata memandang dirinya dan sang istri dengan atensi yang sama. Kagum. Pasangan suami istri yang dalam penglihatan mereka sangat serasi.
Walaupun mereka tidak tahu bagaimana rupa perempuan yang sudah berhasil menambat hati seorang eligible bachelor yang rupawan dan tentu shaleh. Tetapi, dari mata indah itu, dapat dipastikan istri Laith itu juga menawan dan shalehah dengan pakaian seperti itu.
"Imran, ini istri saya. Namanya Humaira. Sayang, Imran ini yang Mas amanatkan untuk mengurus disini," ujar Laith mengenalkan.
Di ruangan yang nyaman tempat kerja Laith ini diisi beberapa orang yang menjadi direksi pengurus dan beberapa manager.
Berkenalan dengan santai karena beberapa juga berasal dari Indonesia. Seperti Imran tadi.
Lalu, Laith dan Humaira digiring ke beberapa divisi untuk pengecekan dan melihat perkembangan El-lectro Inc. pusat setelah beberapa lama ini Laith tinggal di Indonesia. Mereka menyapa Laith dan berkenalan dengan Humaira. Semua pekerja sangat ramah dan membuat Humaira nyaman.
"Pak, kemaren Zubair memberikan perkembangan. Katanya bulan depan akan berangkat ke Sudan Selatan setelah kemaren pulang dari Palestina," ujar Imran memberitahu.
"Apa ada masalah selama ini ?" Tanya Laith memastikan.
Imran menggeleng, "alhamdulillah. Dari laporan yang saya terima, saat ini belum ada dan semoga tidak. Kalau Bapak beserta istri ingin ikut juga tidak masalah. Di sana masuk kawasan 2, bukan daerah konflik dan foundation memberi bantuan kemanusiaan selama 3 minggu. Itu penjelasan dari proposal yang terkirim ke saya,"
Laith menengok ke arah Humaira, meminta pendapat sang istri. Mata Humaira menyipit menandakan senyum dan mengangguk. Sedari tadi Humaira hanya menyimak dan melewatkan nama yang tidak asing di pendengarannya. Dia lebih tertarik dengan apa yang akan dilakukan nanti.
"Kalau boleh tahu, bantuan kemanusiaan seperti apa ya, Pak ?" Tanya Humaira.
"Kalau untuk itu, Pak Laith bisa menjelaskan lebih detailnya, Bu. Saya hanya menerima laporan dari pengurus utama foundation. Ranah saya di bagian El-lectro dan keuangan," ujar Imran.
Humaira mengangguk dan sebelum dirinya bertanya Laith sudah berbisik.
"Nanti Mas jelasin di apartemen ya. Kita lanjutkan ini dulu."
Humaira kembali mengangguk dan mengikuti sang suami yang kembali menggandengnya. Kembali melihat tempat produksi hardware dan beberapa tempat lainnya.
Humaira menikmati berkeliling perusahaan sang suami. Diperkenalkan dengan karyawan yang menyambutnya riang. Ternyata, dari desas desus banyak pula yang mengidolakan Laith dan sekarang bertambah, mereka mengidolakan Humaira.
"Mas, tadi soal foundation itu bagaimana ?" Tanya Humaira saat di tengah perjalanan menuju apartemen.
"Mas dan sahabat Mas mendirikan sebuah foundation untuk membantu saudara yang kurang beruntung. Mas hanya pernah ikut sekali sebelum ke Indonesia. Kami melakukan beberapa bantuan baik dalam barang, materi atau jasa. Biasanya kami memberi layanan kesehatan, pendidikan, atau bantuan yang mereka butuhkan.
Untuk kawasannya sendiri terbagi menjadi 4. Kawasan pertama itu tempat yang masih layak huni dan hanya membutuhkan bantuan pendidikan moralitas. Kawasan kedua, kawasan terpencil, miskin, dan sangat membutuhkan bantuan. Kawasan ketiga adalah kawasan yang sedang terkena wabah. Kawasan keempat adalah kawasan konflik. Dimana kawasan 3 dan 4 hanya orang-orang tertentu baik yang mempunyai nyali, kemauan, maupun kemampuan untuk ke sana."
Humaira mengangguk. Dirinya kagum, ternyata Laith tidak hanya berbudi baik tapi sangat dermawan. Humaira sangat bersyukur mendapat suami seperti Laith.
"Dulu Mas pernah ikut kemana ?" Tanya Humaira.
"Dulu Mas ke Suriah. Di sana masuk kawasan 4. Dan itu untuk pembukaan dimulainya foundation. Para relawan juga setuju untuk memulai di Suriah yang masih dilanda krisis. Alhamdulillah, di sana meskipun situasinya menegangkan tapi kami lancar dapat memberi bantuan di tempat pengungsian.
Berkali-kali Mas mengucap syukur dan istighfar. Bersyukur karena tanah air kita tidak terlindas dan mengalami seperti yang mereka alami dan beristighfar mengapa ada manusia yang kejam memperlakukan manusia lain seperti itu."
Humaira mengusap lengan Laith. Walaupun dirinya tidak melihat apa yang Laith lihat di sana. Dia bisa merasakan apa yang Laith rasakan. Dirinya juga pernah menjadi relawan. Walaupun tidak di tempat seberbahaya itu.
Laith menangkup tangan sang istri dan membawanya untuk digenggam. Mencium sekilas dan tetap digenggam dan ditaruh di atas pahanya.
🍁To be Continued🍁
|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|
Sending a lot of loves ❤️💌❤️
Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾
(Vote, comment, and share)
Best regard,
Moon Prytn.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro