Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXV ¤ Accident

Assalamualaikum, semua 🙌

Update pagi, nih!
Siapkan hati dan emosi kalian ya 🙈

🍁🍁🍁


"Mas, masih lama gak ?"

Saat ini Humaira merengek di ruang kerja Laith di El-lectro Inc. cabang Jakarta. Laith memang menyempatkan waktu berkunjung dan bekerja sebentar. Mumpung di Jakarta.

"Sebentar lagi ya. Nanti sehabis maghrib kita juga udah take off," jawab Laith hanya menatap sekilas istrinya yang duduk di sofa.

"Mas, tapi Ai mau beli oleh-oleh. Kalo Mas sibuk nanti gak keburu," rengek Humaira berjalan menghampiri sang suami di meja kerjanya.

"Ai beli sendiri aja, ya. Ai juga bosen ini cuma duduk di sini," rayu Humaira lagi. Berdiri di sebelah sang suami.

Laith menghela nafas, "baru juga setengah jam duduk udah bosen ?" Tanya Laith menghadap ke Humaira dan menarik pinggulnya.

Humaira mengangguk, "Ai tuh gak bisa duduk diam aja, Mas. Ai beli oleh-oleh sebentar ya. Please," pinta Humaira memasang puppy eyes andalannya dan memegang pundak Laith.

"Ya udah. Tapi, diantar sopir, ya. Mas bilang Rizal dulu buat siapin sopir perusahaan. Gak boleh bantah," ujar Laith ketika Humaira hendak membuka mulut untuk protes.

Laith menekan interkom dan menghubungi orang kepercayaannya yang memimpin El-lectro Inc. cabang Jakarta. Rizal.

"Padahal Ai bisa nyetir sendiri, tuh," gerutu Humaira sambil manyun.

Laith terkekeh dan mengecup bibir manyun istrinya. Humaira sontak saja merona.

Tok. Tok.

Humaira segera melepas rangkulan suaminya di pinggang saat mendengar ketukan.

"Masuk," ucap Laith.

"Permisi, Pak Laith. Saya yang akan mengantar Ibu," ujar lelaki paruh baya dengan seragam hitam. Sopir perusahaan.

"Iya, Mang Udin. Tolong antarin istri saya beli oleh-oleh, ya," ujar Laith.

Mang Udin mengiyakan. Lalu, Humaira menyalim tangan sang suami dan berlalu dengan Mang Udin.

🍁🍁🍁

Setelah banyak sekali belanjaan yang Humaira beli. Oleh-oleh untuk keluarganya di pondok. Mumpung dirinya ada waktu bepergian. Jadi, dia ingin memberikan sesuatu untuk orang-orang yang dia sayang.

"Mang Udin sudah lama ya kerja di kantor ?" Tanya Humaira, memecah keheningan saat mobil sudah berjalan kembali ke perusahaan.

"Iya, Bu. Sekitar dua tahun lalu. Saya juga yang biasanya bertugas menjemput Pak Laith kalo berkunjung ke El-lectro Jakarta," jelas Mang Udin.

"Jangan panggil Bu dong, Pak. Saya belum tua ini. Haha," pinta Humaira terkekeh pelan.

"Aduh. Saya tidak enak, Bu. Ibu kan istri Pak Laith. Beliau sangat berjasa buat hidup saya, Bu. Beliau yang membantu keluarga saya dulu waktu kelilit utang," cerita Mang Udin. Dia sangat menghormati Laith walaupun jauh lebih muda darinya.

Humaira tersenyum. Hatinya berdesir, suaminya sangat dermawan.

"Sudah menjadi kewajiban kita sebagai manusia saling tolong menolong, Pak. Rezeki sudah ada yang mengatur, Mas Laith hanya perantara untuk Bapak. Semua datangnya dari Allah," ujar Humaira.

"Nah. Itu juga yang Pak Laith katakan kepada saya, Bu, waktu itu. Alhamdulillah, saya sangat beruntung bertemu Pak Laith dan Ibu yang sangat baik," ujar Mang Udin.

Humaira hanya membalas dengan senyum. Dirinya sedang dalam mood baik saat ini. Mendengar kebaikan sosok suaminya di mata orang lain, membuatnya bangga dan semakin jatuh pada pesona seorang Laith.

Tring.

Sebuah notifikasi pesan singkat masuk ke handphone-nya.

Mas Hubby ❤
Sudah sampai mana ? Hati-hati ya, Sayang.

Humaira tersenyum melihat pesan singkat itu. Suaminya sangat manis. Dia mengetik balasan.

You
Masih di jalan. Jangan kangen ya 😘

Mas Hubby ❤
Udah kangen 🙏

Humaira terkekeh membaca balasan dari suaminya. Tak habis pikir, mereka seperti remaja yang sedang kasmaran.

"Innalillahi. Bu pindah duduk ke sebelah kiri dan pegangan. Cepat!" tiba-tiba Mang Udin berujar dengan keras.

Sontak saja Humaira kaget dan melihat di depannya, dari arah berlawanan, ada truck yang sedang melaju kencang akan menghantam mobil mereka.

Kejadiannya begitu cepat saat Humaira dengan reflek pindah ke kiri dan Mang Udin banting setir, menghindar dari truck. Mobil sedikit menyenggol badan truck dan goresan besi terdengar nyaring.

Brakk. Pyarr.

Humaira merasa badannya tersentak ke samping kiri membentur pintu dan pecahan kaca memenuhi pendengarannya. Rasanya begitu menyakitkan. Dirinya berdoa dalam hati dengan mata terpejam. Satu orang yang ada di pikirannya sekarang.

"Mas Laith," lirih Humaira sebelum pandangannya menggelap. Tak sadarkan diri.

🍁🍁🍁

Laith berlari menuju IGD dengan keringat bercucuran. Dirinya segera melajukan mobil ke rumah sakit setelah diberi kabar bahwa sang istri baru saja mengalami kecelakaan.

Astaghfirullah. Yaa Allah. Selamatkan istri hamba.

Tidak hentinya Laith mengucap istighfar dan doa dalam hati. Dirinya sudah gemetaran.

"Sus. Korban kecelakaan tadi di ruang mana ?" Tanya Laith kepada suster yang baru saja melewatinya.

"Lurus saja, Pak. Di sana ada beberapa korban yang sedang ditangani," ujar suster memberi instruksi.

Laith kembali berjalan cepat menuju bangsal-bangsal rumah sakit.

"... Pasien perempuan sedang ditangani di ruang operasi. Keluarganya belum datang."

Suara salah satu dokter yang sedang menangani luka di salah satu brankar bangsal IGD terdengar samar-samar.

"Maaf, dok. Pasien perempuan yang dimaksud apakah korban kecelakaan tadi ?" Tanya Laith menyela.

"Iya. Bapak keluarganya ?" Tanya dokter tadi.

"Iya, dok. Saya suaminya."

"Tolong teruskan menjahit ini," ujar dokter tadi memberi kepada yang lain.

"Mari, Pak. Ikut saya."

Laith digiring ke lorong yang menuju ruang operasi. Dan berhenti tepat di ruang operasi. Tertulis di dalamnya sedang dilakukan operasi.

"Istri Bapak mengalami keguguran. Cedera pada pinggang dan beberapa luka terkena pecahan kaca. Untung pasien menggunakan pakaian tertutup dan lumayan tebal. Jadi, luka tidak terlalu parah," ujar dokter itu menjelaskan.

Deg.

Keguguran ?

Hanya kata itu yang terngiang di kepala Laith.

"Keguguran, dok ?" Tanya Laith.

"Iya, Pak. Kandungan baru berusia 5 minggu. Makanya, kami segera melakukan operasi kuret," jelas Pak dokter

Laith mengusap wajahnya kasar. Tak henti dirinya mengucap istighfar.

Astaghfirullahal'adzim. Istri hamba mengandung dan hamba tidak mengetahui itu. Bahkan, janin kami sudah tiada. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

"Pak," sentak dokter tadi menyadarkan Laith dari lamunannya.

"Untuk pasien lelaki paruh baya sedang ditangani karena luka luar. Beruntung airbag mobil befungsi dengan baik," ujar dokter setelah mendapat atensi Laith.

Laith menghembuskan nafas lega. Beruntung keduanya selamat dari kecelakaan maut itu.

Mang Udin banting setir untuk menghidari tubrukan dan menghantam beton jalan. Itu yang Laith dengar saat ditelepon mengenai kronologi kecelakaan.

"Terima kasih, dok," ucap Laith tulus.

"Bapak bisa mengurus biaya administrasi di resepsionis, baru bisa kembali kesini lagi. Sekalian, setelah operasi pasien dapat dipindah ke ruang inap," jelas Pak dokter seraya menepuk pundak Laith dan berlalu.

Laith terduduk di bangku tunggu. Menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Astaghfirullah. Aataghfirullah. Humairaa, anak kita," lirih Laith dengan air mata yang menggenang.

Berusaha menenangkan diri. Mengusap air mata dan menarik nafas panjang.

Dirinya bangkit menyelesaikan administrasi. Lalu, kembali ke depan ruang operasi menunggu sang istri. Seraya, berniat menghubungi nomor Ummanya.

"Assalamu'alaikum, Umma," salam Laith saat panggilan teesambung. Suaranya sengau.

"Wa'alaikumussalam. Suaramu kenapa Gus ?"

"Umma.. Humaira ke-kecelakaan," ujar Laith terbata-bata.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sekarang kamu dimana, Laith ? Umma sama Abah segera ke Jakarta."

"Nanti Laith sms alamat rumah sakitnya. Umma.." jeda Laith.

"Kenapa, Gus ?" Tanya Umma lembut.

"Humaira keguguran. Sudah lima minggu," lirih Laith menutup matanya dan ber-istighfar menahan tangis.

"Innalillahi. Nak, kamu yang sabar ya. Istighfar terus. Kamu yang kuat, biar kamu juga bisa menguatkan Humaira. Abah sama Umma segera ke sana."

"Iya, Umma," jawab Laith.

Mereka mengakhiri sambungan setelah mengucap salam.

Laith masih terus ber-istighfar dan menegarkan hati. Mengikhlaskan buah hati yang sudah tiada bahkan sebelum dirinya dan sang istri mengetahui kehadirannya.

Benar kata Ummanya. Dirinya harus tegar dan kuat. Humaira lebih membutuhkan dirinya. Pasti Humaira lebih merasa sakit dan kehilangan.

Laith berusaha tidak menyalahkan dirinya ataupun keadaan. Ini semua takdir dari Sang Pencipta. Memang belum saatnya, dirinya dan sang istri mengemban amanah. Ujian tidak akan melihat siapa yang akan ditanginya. Bagi Laith, Humaira selamat, sudah lebih dari cukup. Sangat bersyukur.

Allah lebih menyayangi buah hati mereka. Allah menguji hambanya seberapa sabar dan taat dalam menghadapi sebuah cobaan. Laith berusaha menegarkan diri saat ruang operasi terbuka dan dokter datang menghampiri.

🍁To be Continued🍁

|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|

Sending a lot of loves ❤️💌❤️

Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾
(Vote, comment, and share)

Best regard,
Moon Prytn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro