Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XVII ¤ Comethru

WARNING
There is mature content
Please be wise!

Saran : bacanya malam aja, jangan siang-siang pas lagi puasa, yaa. Oke?! 👌

🍁🍁🍁

Kesal!

Mau marah!

Ishh! Si Sundel gak punya kaca apa di rumah! Lagian, mau-maunya dijadiin bini kedua. Gue aja ogah kalo dimadu!

Astaghfirullah. Daritadi jiwa bar-bar Humaira meronta-ronta. Sudah pasti kalau di anime-anime ini ibarat Jutsu Sasuke Uchiha.

"Sayang, jangan marah ya. Kan, Mas gak jawab apa-apa tadi," rayu Laith saat mereka memasuki rumah.

"Sayang-sayang! Apaan! Mas tadi gak jawab apa-apa karna Ai udah keburu dateng. Coba kalo Ai gak dateng tadi pasti Mas mau poligami kan ? Enak aja! Lagian itu Si Sundel kalo sama Ai cantikan Ai banget. Mas juga ngapain mau sama Si Sundel! Mending Ai kemana-mana, Mas," ujar Humaira keras seraya menuju dapur. Terengah-engah karena marah, teriak, dan jalan secara bersamaan.

Humaira mengambil gelas dan menuang air putih. Duduk dan meminumnya. Menarik nafas agar tidak marah-marah lagi.

Tapi, tetap saja masih kesal!

Huh!

"Udah ? Tenang kan ?" Tanya Laith lembut, mengelus punggung tangan Humaira di meja. Humaira hanya diam.

"Mas gak akan menerima anak Pak Kyai Syafei atau anak Kyai lain sebagai istri kedua. Mas hanya ingin Humaira seorang sebagai istri Mas. I love you more than i love myself. So, I won't let you go or betray you. Eum tapi, ada yang lebih kucintai daripada kamu, Humaira ..." gantung Gus.

"Tuh kan!" Cela Humaira menatap garang.

"Aku mencintai Allah, Rasulullah, lalu, Umma dan kamu, Humaira," jawab Laith tulus. Menatap tajam namun lembut netra Humaira. Dengan tangan mengelus pelan punggung tangan Humira.

Humaira terenyuh. Tentu saja! Dia mengulum senyum. Tapi, langsung dilenyapkan dan hanya merespon diam. Humaira tahu ini sudah keterlaluan. Namun, dia masih kesal ingat wajah Si Sundel.

Kruyuk. Kruyuk.

Blush! Perona alami itu datang tak diundang saat bunyi menggedor perut rata Humaira. Lantas saja Laith terkekeh.

"Mas masakin ya," ujar Laith lembut. Humaira hanya diam. Tengsin lah.

Humaira memerhatikan bagaimana lengan berotot suaminya itu mengiris bawang, mengaduk masakan di wajan dengan spatula.

Seksi.

Baru kali ini Humaira merasakan gejolak menjadi satu. Galau. Antara mau marah atau terpesona. Tapi, Mas Laith yang sedang memasak adalah perpaduan yang membuat hati Humaira terguncang tsunami. Gelombang cinta.

"Ini. Makan dulu yuk. Mau Mas suapin ? Tapi syaratnya jangan marah lagi ya," rayu Laith.

"Gamau," geleng Humaira.

"Terus Mas harus ngapain biar Humaira gak marah ?" Tanya Laith. Tapi, tangannya tetap tergerak untuk menyuap makanan ke arah istrinya.

"Aaa.." ucap Laith. Mau tak mau Humaira memakannya.

"Eung.. mau Chocolate-Hazelnut Gelato," ujar Humaira sehabis menelan.

"Eh ? Di sini gak ada yang jual Gelato, Sayang. Harus turun ke kota dulu," ucap Laith sabar.

"Eum. Yaudah. Masih marah," cemberut Humaira seraya melipat tangan di dada.

"Okay deh. Besok ke kota ya. Beli Gelato yang kamu mau. Aaa.." ujar Laith seraya tetap menyuap.

Humaira menimbang-nimbang.  Tapi, untung juga bisa refreshing sekalian. Akhirnya mengangguk.

"Tawpi, sewkarwang mauw es krwim cowklat duluw," jawab Humaira.

"Telan dulu baru bicara," tegur Laith halus.

"Mau es krim coklat dulu kalo gitu," ucap Humaira merengek.

"Iya, abis ini ke warung depan pondok," jawab Laith.

Merekapun melanjutkan makan dengan Laith menyuap Humaira. Sesi marah dan kesal ter-skip karena Humaira luluh dengan kelembutan sang suami. Kesabaran dan sikap manis Laith membuat Humaira kembali jatuh hati. This is wonderful of love.

🍁🍁🍁

"Akhirnya Umma punya menantu perempuan. Dari dulu ya, Umma ingin sekali ada yang bisa Umma ajak kreasi masak karena Lathifa kan udah sama suaminya. Jawaban Laith malah gini, 'yaudah masak bareng Gus aja Umma, kenapa nunggu mantu'. Ck, Gus itu ya dulu kalau udah bahas mantu ngeles terus bawaannya," ujar Umma bercerita kepada Humaira di ruang keluarga.

"Iya, Ning. Nyai ini kalo dibantu sama saya atau sama mbak yang lain pasti bilang begitu. Nanti istri Gus Laith bakal Umma ajak bikin resep baru, Umma ajarin masak sekalian," ujar Mbak Jannatun -salah satu abdi Ndalem- saat mengantar minum. Umma terkekeh membenarkan.

Malam ini Abah Yai dan Umma sudah pulang ke Ndalem. Begitupun mbak-mbak abdi yang 2 hari lalu diliburkan Laith. Katanya biar punya waktu berduaan.

Mereka terlihat senang sekali mendapati anak dan menantunya sudah mengisi kekosongan rumah. Laith sekarang sedang bersama Abah di ruang kerja. Entah ngapain.

"Mas Laith dekat sekali ya sama Umma," ujar Humaira. Setelah Mbak Jannatun pamit ke belakang.

"Iya. Gusmu itu manja kalau sama Umma. Tapi, dia sangat menghormati Abah. Gus selalu melaksanakan semua perintah Abah. Karena dia tahu, apa yang Abahnya perintahkan pasti sebuah kebenaran. Makanya, saat Gus mondok waktu masih SD sebenarnya Umma gak tega, tapi kata Abah untuk melatih mental dan kemandirian Gus. Karena beban anak Kyai ada di pundaknya. Memang bukan untuk mencari pandang di hadapan manusia. Namun, untuk mencari ridlo dari Allah," jelas Umma.

"Maa Syaa Allah. Humaira masih tidak percaya, Uma. Ai bisa mempunyai suami seperti Mas Laith. Padahal, Ai hanya mualaf. Pasti banyak anak perempuan Kyai lainnya yang menyukai Mas Laith," ujar Humaira mengingat kejadian -sangat mengesalkan- itu.

"Gak boleh ngomong gitu, Sayang. Kalau memang Allah berkehendak demikian, kita manusia bisa apa. Abah dan Uma sudah menawarkan banyak proposal ta'aruf anak kyai lain ke Gus. Bahkan, saat di Mesir, katanya juga banyak yang mengirim ke Gus. Tapi, ditolak semua sama Gus, kan. Ada saja alasannya, mau fokus belajar, kuliah, bisnis, atau apalah itu. Padahal, aslinya tidak ada yang membuat dia tertarik, seperti saat tertarik dengan Humaira. Gus juga beruntung mendapat Humaira, sudah cantik, dari keluarga terpandang, dan Humaira ternyata gadis polos yang tidak neko-neko. Kata Zaskia, Humaira dulu hobinya jalan-jalan ya ?" Tanya Umma mengalihkan topik.

"Iya, Umma. Ai memang senang ber-explore, mempelajari kebudayaan dan bahasa negara lain. Makanya, waktu liburan sekolah atau kuliah Ai lebih banyak backpacker sendiri daripada ikut dengan teman-teman. Ai tidak tertarik dengan clubbing, party, atau cara mereka besenang-senang lainnya. Itu bukan gaya Ai. Hehe. Ai lebih suka mengoleksi barang-barang branded dulu, Umma. Karena Ai gatau cara ngehabisin uang yang Daddy sama Mommy kirim ke rekening Ai," jawab Humaira polos.

Umma hanya terkekeh dan menggeleng tak habis pikir. Bahkan, Laith yang mendengar -dari tempat duduk telepon, di dekat ruang keluarga- cerita istrinya ikut menggeleng mafhum. Dia tahu, istrinya tidak bermaksud sombong atau pamer. Humaira benar-benar gadis yang putih dengan kepolosannya.

"Hahaha. Lucu sekali sih kamu. Oh ya, Humaira pernah berpacaran ?" Tanya Umma.

Ini yang ditunggu-tunggu Laith sejak tadi. Umma memang sangat hangat, sehingga siapapun akan dengan suka rela bercurhat ria dengan beliau.

"Eumm. Kalau pacaran belum pernah Umma. Tapi, dulu Ai sering didekati cowok. Mereka pasti minta nomor Ai, terus yang ganteng Ai kasih nomornya. Tapi, akhirnya mereka bosan sendiri. Katanya Ai gak asik orangnya. Ga bisa diajak ngedate. Ya kan Ai sibuk, maksudnya sibuk jalan-jalan. Hehe. Maaf ya Umma, Ai pasti ga sebanding dengan Mas Laith. Ai juga nyesel kok Umma dulu pernah ngasih nomor Ai ke orang-orang itu," jelas Humaira.

Laith menghela nafas tenang dan terkekeh secara bersamaan. Istrinya benar-benar ya, pengen dikarungin aja bawaannya. Menggemaskan.

"Hahaha. Kamu itu yaa, Maa Syaa Allah. Gusmu gak salah pilih istri. Kamu benar-benar berbeda, Ra. Orang-orang pasti melihat kamu seperti gadis yang angkuh tapi lemah. Namun, mereka gak tahu. Bahwa kamu adalah gadis kuat dan polos. Kemurnianmu itu yang membuat dirimu berbeda. Kuatnya mentalmu yang membuatmu menjadi sosok yang lebih bersahaja. Kalian berdua serasi di mata Umma," ujar Umma.

Humaira menunduk dan tersenyum dipuji Umma. Dia tersanjung bisa mendapat pujian seperti itu dari Umma yang sangat bijak. Tapi, Humaira segera berdoa dalam hati. Doa ketika dipuji.
Allahumma ij’alni khairan mimma yazhunnun.
Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira.

"Terima kasih, Umma. Umma terlalu menyanjung Humaira. Hehe," ucap Humaira.

"Ya sudah. Sana kamu ke kamar. Pasti Gusmu sudah menunggu," ujar Umma.

"Iya, Umma." Humaira bangkit, salim, dan mengucap salam.

Saat berbalik hendak ke tangga, Humaira kaget mendapati suaminya duduk di bangku telepon, belakang sofa ruang keluarga.

"Loh ? Sejak kapan Mas Laith di situ ?" Tanya Humaira heran.

"Eumm, sejak kamu cerita kalo kamu seperti Dora the explorer," jawab Laith terkekeh.

Humaira membesarkan matanya,  "berarti, Mas denger yang tentang cowok-cowok itu dong ?"

"Hmm," gumam Laith mengangguk.

"Eumm maaf ya, Mas," kata Humaira menunduk.

"Udah, yuk. Ke kamar," ujar Laith seraya berdiri. Menggandeng tangan sang istri menuju kamarnya di lantai dua.

Saat mereka sudah di kamar dan menduduki bibir tempat tidur, Humaira masih menunduk di sebelah Laith. Dia merasa bersalah akan masa lalunya.

"Hey, you don't have to say sorry. Yang Umma katakan padamu adalah benar. I'm lucky to have you and vice versa. Tidak ada manusia yang sempurna, Humaira. Kesempurnaan hanya milik Allah semata," jelas Laith menangkup pipi istrinya.

Humaira menatapnya dengan sayu. Mereka saling betemu pandang lama. Getar di hati mereka seakan tersalurkan. Laith seperti dimabuk kepayang. Matanya tidak fokus dan sesekali menatap bibir ranum yang setengah terbuka milik sang istri.

"May I kiss you ?" Tanya Laith, akhirnya.

Humaira tidak menjawab tapi kemudian matanya terpejam. Laith mengartikan sebagai lampu hijau dan surat perintah.

Laith mendekat dan menyentuhkan kedua hidung mancung mereka. Memiringkan kepala. Mulai menyentuh bibir lembut nan ranum milik sang istri dengan bibirnya. Menempelkan. Lalu, sedikit terbuai dengan suasana. Laith menggerakkan bibirnya melumat pelan bibir bawah Humaira. Saat merasa tak ada penolakan, membuatnya semakin memperdalam ciuman. Menarik tengkuk Humaira dan menyesap lebih liar. Hingga, akhirnya ciuman itu terputus saat nafas keduanya hampir habis. Laith mengusap bibir Humaira yang sedikit membengkak akibat perbuatannya barusan.

"Maaf. Aku kelewatan," lirih Laith.

Humaira menggeleng dengan senyum tipis malu-malu, "lets do it. Let me be completely yours," ucap Humaira lirih dan menunduk.

Laith mengernyit, lalu paham arah perkataan Humaira, "If you're not ready yet. I can wait. Jangan terbebani dengan itu. Menikah tidak hanya soal melakukan hubungan intim," jelas Laith tegas. Menangkup wajah sang istri. Dia tidak ingin istrinya terpaksa melayaninya. Dia sangat mencintai Humaira, tidak akan melakukan apa yang tidak dikehendaki oleh istrinya.

"Ai sudah siap lahir dan batin. Ai ingin menjadi istri yang berbakti, shalehah dan mencari ridlo Allah," ujar Humaira merona. Ingat, dia juga sudah khatam 3 kitab yang Umi pinjamkan.

Laith tersenyum dan mengelus pipi merah itu. Mendekatkan wajah dan berkata, "are you sure ? I don't want you regret it," lirih Laith di samping telinga istrinya.

Tentu saja, Humaira merinding dibuatnya. Kaku badannya tapi dia berusaha untuk mengangguk yakin, "very very sure."

Laith mengangguk tersenyum, "sebentar," ucapnya bangkit untuk mengunci pintu.

Lalu, matanya menatap tajam Humaira bak singa menatap mangsa. Humaira sangat deg-degan, pipinya sudah merona. Laith duduk kembali di sebelahnya.

Lalu, Laith menyentuh wajah sang istri dan menatap lembut. Kembali mencium dan melumat bibir lembutnya. Melepas khimar sang istri seraya berbisik, "aku mencintaimu, Humaira. Sangat mencintaimu."

Merebahkan tubuh sang istri di kasur. Mengecup kening Humaira lama, mengelus ubun-ubunnya. 

"Bismillahi Allahumma jannibnasy syaitaana wajanibisy syaithaana maa razaqtana," Laith merapalkan doa. Diikuti Humaira dalam hati.

Dengan sangat lembut Laith memperlakukan istrinya. Selalu menyelipkan kata cinta dan sayang sehingga membuat Humaira sangat diinginkan. Humaira merasa tersanjung dan meleleh akan hal itu. Semua yang teman-temannya dulu katakan tidak terjadi padanya sekarang bersama Laith. Laith selalu mementingkan kenyamanan Humaira dan memuaskan istrinya terlebih dulu. Selalu meminta izin dan melakukannya dengan sangat lemah lembut. Humaira seperti di atas angin. Pengalaman pertama yang sangat indah dan tak terlupakan.

🍁To be Continued🍁

|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|

Sending a lot of loves ❤️💌❤️

Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾
(Vote, comment, and share)

Best regard,
Moon Prytn. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro