Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

VII ¤ Gus (Him)

"Ada apa sih, Bi ?" Tanya Humaira, tidak paham apa yang mereka bicarakan.

"Loh kamu daritadi tidak paham tho, Ra ?" Tanya Abi dan dijawab gelengan oleh Humaira.

"Oalah, dari tadi diam Abi kira kamu lagi ada banyak pikiran akhir-akhir ini," kata Abi terkekeh.

"Ai gak paham daritadi ngomongin si Agus. Emang siapa dia, Bi ?" Tanya Humaira innocent.

Tak pelak disambut tawa seisi ruangan. Umi, Abi, dan Zaskia. Seraya menggelengkan kepala, Humaira ini polos seperti anak kecil.

"Gus, Ra. Bukan Agus. Gus itu gelar untuk anak laki-laki Kyai. Nah, ini yang kita bicarain itu Gus Laith, putra tunggal Pak Kyai Khudori dan Nyai Radhiyah, adik Ning Lathifa" jelas Umi Atika. Humaira hanya manggut-manggut dan ber-oh ria.

"Gus Laith tadi ngabarin Uma. Katanya sebulan lagi wisuda. Terus balik ke Indonesia sekitar 2 bulan lagi, ngurus administrasi dan perusahaannya dulu di sana," jelas Zaskia.

"Emang lagi dimana ?" Tanya Humaira.

"Gus Laith lama menetap di Kairo, Mesir, untuk menuntut ilmu. Sejak dia umur 17 tahun sudah di sana, sekarang umurnya udah 25 aja, ya Mi. Udah gede dia tapi kayak bang thoyib. Gak pulang-pulang," jelas Abi antusias.

Mereka tertawa bareng lagi. Humaira hanya cengo. Dia saja tidak kenal si Agus ini, eh maksudnya Gus. Tadi Gus siapa namanya ?

"Jadi gini, Ra. Pak kyai sama Umma punya dua anak, yang pertama namanya Lathifa Hafsa Fareesa, dipanggil Ning Lathifa, yang sekarang ngikut suaminya yang juga anak Kyai ponpes kota sebelah, namanya Gus Azzam. Nah, anak kedua Pak Kyai Khudori sama Umma Radhiyah itu laki-laki, namanya Muhammad Laith El-Farees. Biasa dipanggil Gus Laith. Sekarang dia lagi di Mesir untuk kuliah dan ngurusin perusahaan milik dia sendiri. Makanya, jarang pulang ke sini. Palingan beberapa tahun sekali, saat liburan semester panjang. Terakhir itu, setahun lalu sebelum kamu ke sini. Dia lebaran di pondok bareng keluarga," jelas Umi panjang kali lebar.

"Ohh. Ai kira Pak Kyai sama Umma anaknya udah nikah semua, kaya Ning Lathifa yang ngikut suami. Makanya, Ndalem cuma ada mbak-mbak abdi sama para santriwati," ujar Humaira.

"Boro-boro menikah, Ra. Gus Laith itu lurus banget orangnya, kalau gak belajar ya bisnis atau nge-coding. Sudah dijodohin sana-sini tapi dia nya belum mau," ujar Zaskia.

"Sudah-sudah. Malah ghibah ini jatuhnya. Tadi kan Abi cuma ngasih tau kabar yang Umma sampaikan. Biar ada selamatan untuk kelulusan Gus Laith. Nanti Umi sama anak-anak ya yang urus, dibantu santri dan santriwati juga," pinta Abi.

"Oh iya, kenapa tidak sekalian santunan anak yatim ? Pas bulan Muharram bukan ?" Tanya Humaira.

"Loh, bener, Ra. Bagus juga ide kamu. Nanti potong tumpeng terus santunan dilanjut ngaji bersama. Lebih berkah juga berbagi rezeki," jawab Zaskia.

"Kalian yang susun acaranya ya, Umi bagian konsumsi saja," kata Umi terkekeh. Disambut protes Zaskia dan Humaira.

"Eum, kayanya pas 2 bulan nanti Ai bakal ke Jakarta. Ada urusan pekerjaan di sana. Belum tahu tepatnya kapan dan berapa hari. Kalo sempat Ai akan pulang dengan cepat, biar bisa ikut rangkaian acaranya," kata Humaira memberi tahu.

"Iya, gapapa, Ra. Yang penting urusanmu terselesaikan dengan baik. Di sini juga banyak yang bantu kok, ada santri dan santriwati juga," ucap Abi menenangkan. Diangguki Umi dan Zaskia. Humaira tersenyum hangat.

🍁🍁🍁

Hari-hari Humaira semakin sibuk belakangan ini. Waktunya terkuras karena tanggung jawabnya bertambah. Meeting virtual melalui video conferense dengan pihak-pihak pemegang saham dia lakukan berkala sesuai schedule sehingga tidak bertabrakan dengan kegiatannya di pondok.

Selain itu, setiap ada waktu luang membuka laptop mempelajari dan mengerjakan laporan keuangan seraya bertelepon dengan Pak Syahrir --selaku mentor-- mengajarkan secara online.

Jarak yang jauh karena --tentu saja-- Pak Syahrir juga sibuk di Jakarta sana mengurus pertemuan pemegang saham yang tinggal kurang sebulan lagi.

Humaira --memang dilahirkan-- memilik privilege yang membuat orang lain iri. Dengan kecantikan dan keindahan dirinya, terlahir dari keluarga konglomerat --baik dari Daddy ataupun Mommynya-- dan terpandang, serta kecerdasan otaknya.

Sekolah di berbagai negara, memudahkan dia beradaptasi. Saat kuliah, lulus dengan summa cum laude dari jurusan international relation karena cita-citanya menjadi world traveler. Maklum saja, dia bisa lakukan apapun yang dia suka -dulu- tapi sekarang berbeda. Mau tidak mau, dia harus mengubur mimpi itu dan menjadi penerus A Corp.

"Nih minum sama cemilan. Kamu sibuk banget ya akhir-akhir ini. Kakak khawatir kamu drop nanti," ujar Zaskia dan duduk di bibir tempat tidur, menatap Humaira yang duduk di meja belajar.

"Syukron, Ukhty. Ai sudah biasa seperti ini. Jangan khawatir, Ai seterong kok," ujar Ai seraya mengangkat lengannya menunjukkan otot yang sebenarnya tidak ada.

"Haha, mana sini. --plek-- gaada tuh ototnya. Cungkring gini," ujar Zaskia terkekeh saat Humaira menghampiri --dengan kursi beroda putar-- dan menamplek ringan lengan yang disodorkan Humaira.

"Ah, Kak Kia gatau aja Ai lagi bermetafora ini. Lengan Ai kecil kecil buat angkat barbel kuat kok," ujar Humaira membela.

"Ah masa? Gak percaya tuh" Tanya Zaskia.

"Nih, bentar Ai ambil," kata Humaira bangkit.

Lalu mengambil sesuatu dari meja belajar dan mengangkatnya --tak lupa-- dengan lengan naik turun.

"Ahahaha, itu permen bubble, Ra. Bukan barbel," ujar Zaskia ngakak melihat kelakuan adiknya itu.

"Namanya sebelas duabelas lah, Kak. Yang penting Ai kuat angkatnya kan," bela Humaira dan tak ayalpun terkekeh juga.

"Aduh, udahlah. Sakit perutku. Kamu udah selesai belum ? Disuruh Umi ke Ndalem," ujar Zaskia menyampaikan.

"Udah, kok. Bentar Ai tutup laptop dulu," ujar Humaira.

Lalu, mereka berjalan beriringan menuju Ndalem. Terlihat banyak santriwati di sana. Sepertinya, sedang ada bersih-bersih.

"Assalamu'alaikum," salam Zaskia dan Humaira serempak. Mereka menjawab tak kalah kompak.

"Kak Humaira, ini ada titipan dari Ustadz Usman buat Kakak," ujar salah satu santriwati mencegat langkah keduanya.

"Eum, ah iya, terima kasih, ya," ucap Humaira. Jujur dia agak risih setiap ada ustadz atau santri lain yang memberinya kado. Ingin menolak tapi tidak tega. Namun, akhirnya akan dia kembalikan kado-kado itu plus balasan surat yang berisi bahwa dia tidak sedang ingin menerima ta'aruf atau khitbah.

Karena pikiranku selalu terpusat kepada pemilik mata tajam itu. Lelaki yang bahkan tidak kukenal. Batin Humaira.

"Kak Humaira ini cantik sekali, sih. Jadi, banyak yang naksir dong," ucap salah satunya menimpali.

"Kalian ini, ya. Masih kecil ngomong naksir-naksir an," ucap Humaira terkekeh.

"Loh, Ra. Dapat kado lagi ?" Tanya Ning Lathifa yang sedang menggendong Zaidan, putra kecilnya, turun dari tangga.

"Iya nih, Ning," jawab Humaira menghela nafas.

"Famous sih kamu ya. Haha," kekeh Ning Lathifa menggoda.

"Ho'oh, Ning. Makanya Ra, jangan cantik-cantik kayak artis korea. Haha," Zaskia dan Ning Lathifa kompak menggoda Humaira.

Humaira mengerucutkan bibirnya seraya melotot. Bukannya terlihat seram malah lucu menggemaskan.

"Eh ada Humaira dan Zaskia. Sana masuk temenin yang lain di dapur. Uluh-uluh, cucu Umma udah bangun. Mau gendong ?" ucap Umma seraya menggendong Zaidan.

Lalu, mereka jalan ke dapur utama Ndalem, sementara para mbak abdi dan santriwati di dapur umum pas di belakang dapur utama, hanya dibatasi pintu kayu yang terbuka lebar.

"Sini bantu Umma potong ini ya," ujar Umma, diikuti Zaskia dan Humaira. Sedang Umma duduk dengan Zaidan di pangkuannya dan Ning Lathifa melanjutkan mengulen adonan Umma tadi.

"Nanti malam ada pengajian. Ternyata Gus sudah terbang dari Mesir. Tapi, dia bakal transit dulu ke Singapura dan Jakarta. Urusan bisnis katanya. Jadi, deh Umma pikir biar semua urusan dia lancar. Sekalian kan kita doa bersama," ujar Umma bercerita.

"Abis itu Gus bakal menetap di sini, ya, Umma ?" Tanya Zaskia.

"Iya. Dia lagi mencari seseorang di Indonesia," ujar Umma.

"Cari siapa Umma ?" Tanya Humaira.

"Pujaan hati dia," jawab Ning Lathifa terkekeh.

"Widih, akhirnya Gus Laith bisa jatuh cinta juga. Kia kira bakal jadi bujang lapuk," ujar Zaskia tekekeh.

"Hust, sama mas sendiri kok doanya elek gitu," ucap Umma mengingatkan. Sambil memberikan biskuit bayi untuk Zaidan.

"Hehe, afwan, Umma. Lihat deh, santriwati di sini sudah bisik-bisik tetangga tiap dengerin nama Gus Laith dibicarakan. Banyak juga yang ngasih proposal ta'aruf di Mesir. Ini Kia kata Mas Fathir. Tapi, Gus Laith gak urus, ditolak semua bahkan sebelum dibaca," cerita Zaskia.

"Memang adikku itu kalau hatinya belum tersentuh ya gak bakal asal terima. Pilih-pilih dia mah," sahut Ning Lathifa.

"Kalau bukan jodoh, ya tidak disatukan, meskipun ada banyak cara untuk dipertemukan. Tapi, Gusnya sendiri sudah ada rasa sama perempuan lain kan bakal jadi dosa kalau nerima ta'aruf mereka. Sedang Allah lebih mengetahui apa yang tidak kita ketahui," ucap Uma.

"Memangnya siapa perempuan itu, Umma. Yang Gus sukai ?" Tanya Humaira.

"Umma juga tidak tahu. Mereka bertemu di depan Ka'bah waktu Gus umroh," jawab Uma.

"Maa Syaa Allah. Merinding Umma dengernya," ujar Zaskia yang diangguki Humaira. Dan ternyata diikuti santriwati lain yang menguping di sana.

Bukan perkara sepele kalau sudah bahas Gus Laith. Mereka nge-fans berat sama anak lelaki satu-satunya Pak Kyai itu.

"Iya, Umma juga. Kalau memang itu takdir Allah. Pasti mereka dipertemukan kembali," ucap Uma.

"Iyaa, Aamiin," ucap mereka semua. Lagi, diikuti santriwati yang menguping -tapi dengan tidak rela- karena Gus itu milik bersama. Haha.

"Kamu sendiri gimana Kia dengan Fathir ?" Tanya Umma.

"Uhuk. Sepertinya bakal ada acara berkondang," sindir Ning Lathifa terkekeh diikuti Humaira.

"Ish. Apaan sih, Ning. Eum, nunggu Mas Fathir datang ke Umi Abi, Umma. Katanya abis dia wisuda ini," ujar Zaskia merona.

"Ciee, malu-malu kucing gitu, Kak Kia," ujar Humaira menggoda. Dibalas sikutan dari Zaskia. Mereka terkekeh bareng.

"Kalo Humaira sendiri bagaimana ? Umma denger banyak yang menanyakan ingin mengkhitbah kamu," tanya Umma. Membuat Humaira melotot lantas mengangguk dan menggeleng.

"Gimana sih, Ra. Ngangguk apa nggeleng," ujar Zaskia terkekeh melihat reaksi Humaira.

"Yang cakep beda ya. Pasti Humaira juga pilih-pilih ini," kekeh Ning Lathifa.

"Eum, iya gitu, Umma. Tapi, Ai belum ingin berta'aruf apalagi khitbah. Ai juga sudah menyukai seseorang" ujar Humaira.

Duh, suka seseorang gimana sih, Ai. Kamu ini. Jelas-jelas gak kenal orang itu. Bertemu aja sekali dan gak kenalan. Impossible buat tergapai. Batin Humaira merutuki.

"Loh, Ra. Kok gak cerita sama Kakak. Kamu mah gitu," ujar Zaskia cemberut.

"Hehe lupa Kak," cengenges Humaira menanggapi Zaskia.

"Ya sudah cerita saja sekarang," kata Ning Lathifa.

Humaira merona. Pipinya sudah semerah cherry. Matanya membesar dan menggeleng.

"Malu lah, Ning," jawab Humaira.

"Ish. Ayo cerita gimana orangnya," tuntut Zaskia.

Pipi Humaira semakin memerah. Mungkin sudah seperti kepiting rebus.

"Eumm. Matanya tajam, tinggi banget, Ai aja cuma sepundaknya. Tapi, kayanya Ai hanya bisa jadi pengagum aja," ujar Humaira menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang merona mengingat mata tajam itu.

"Kenapa gitu ?" Tanya Umma.

"Karena, eung.. dia sepertinya pangeran Arab, Umma. Ai ga berani berharap. Takut jatuh terus sakit deh," ujar Humaira polos.

"Hahaha. Tuh kan, udah jatuh cinta sama pangeran Arab," kekeh Ning Lathifa.

"Hah ? Makanya semua lelaki di sini kamu tolak mentah-mentah ya, Ra. Tipe kamu aja pangeran Arab gitu, haha," goda Zaskia.

"Ihh. Bukan gitu maksudnya," rengek Humaira semakin memerah karena digoda.

"Sudah, sudah. Kasihan itu adik kalian. Udah merah semua wajahnya," ucap Umma menengahi.

"Humaira, eum mungkin memang terlalu ketinggian kamu memimpikan pangeran Arab. Tetapi, semua kuasa dan kehendak ada di tangan Allah. Jika memang hatimu menyimpan rasa yang berlebih itu, maka pasrahkan sama Allah. Cintai dia karena Allah. Karena semua yang terjadi atas ridlo dari Sang Khaliq. Allah Subhanahu Wa Ta'alaa," tambah Umma menasehati. Humaira mengamini dalam hati.

Lagi. Percakapan itupun di dengar santriwati yang menguping. Pasti dua berita heboh itu akan sampai di semua penjuru pondok pesantren Baitur Rahman.

Humaira masih memasang senyum malunya. Dia jadi terbayang-bayang wajah Arab lelaki itu. Entahlah, dia tidak benar-benar berharap. Benar kata Umma, kalau jodoh pasti akan bertemu kembali. Insyaa Allah.

🍁To be Continued🍁

|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|

Sending a lot of loves ❤️💌❤️

Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾
(Vote, comment, and share)

Best regard,
Moon Prytn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro