Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

III ¤ That Woman

Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.

Perempuan itu. Lagi.

Batinnya.

Sepertinya, umroh yang di jalani Laith kali ini 'berbeda'. Perjalanan umroh bacpacker dari Kairo, Mesir -tempat dia menimba ilmu- ke tanah suci saat libur semester, menjadi kegiatan yang ia nanti.

Muhammad Laith El-Farees.

Akrab disapa Laith. Bertolak ke Makkah seorang diri dan menjalankan umroh.

'Berbeda', karena --entah mengapa-- dia selalu bertemu dengan perempuan yang saat ini sedang berjongkok menenangkan bocah yang tadi menabrak dirinya.

Berawal di Masjidil Haram. Ketika perempuan itu selepas sholat sunnah bersimpuh di depan Ka'bah. Sorot mata redup dan tangis berurai. Saat itu, Laith hanya sekilas menengok. Ditambah, wanita itu menunduk bermunajat. Akan tetapi, ada suatu gaya tarik magnet yang seolah membuat wajah itu terpatri di pikiran Laith.

Benar saja, saat dia akan sa'i. Rombongan --yang sepertinya dari Indonesia, negara asalnya-- berkumpul di satu titik. Tentunya, perempuan itu menjadi titik pertama pandangan Laith karena berbeda dengan jamaah lain. Tinggi semampai dan berkulit seputih susu --mengingat warga Indonesia berkulit sawo matang-- dengan wajah khas Asia Timur.

Wajah itu, terbingkai kain ihram putih yang semakin membuatnya bercahaya. Mata sipit dengan iris kecoklatan saat terkena sinar matahari. Bulu mata lentik, alis yang terbentuk sempurna. Hidung kecil dan mancung. Bibirnya ranum berwarna merah muda. Dagu lancip, pipi yang dihiasi dengan rona semerah buah cherry, dan mata menyipit. Perpaduan memabukkan ketika perempuan itu tersenyum lebar saat berbincang dengan rombongannya.

Maa syaa Allah. Fabiayyi alaa irobbikuma tukadziban. Batin Laith. Ketika matanya terpaku menatap keindahan senyum lawan jenisnya. Langsung Laith beristighfar dan melanjutkan jalannya untuk bersa'i.

🍁🍁🍁

Jabal Rahmah, Mekkah.

Entah mengapa. Di sini, Jabal Rahmah. Hatinya seperti memaksa Laith agar berkunjung ke bukit kasih sayang ini.

Sudah beberapa jam, Laith hanya berkeliling dan memotret pemandangan. Kakinya melangkah sendiri seolah-olah menuntun ke suatu tempat.

Maka, saat kameranya ia arahkan ke atas bukit, tidak sengaja membidik satu sosok yang saat itu berbalik menghadap lensa kamera Laith. Subhanallah. Bidikannya sangat jelas memperlihatkan perempuan itu yang sedang sedikit menunduk menatap pijakan kakinya di batu.

Lalu, pandangan Laith menuju kepada sosok yang sedang berjalan ke arahnya --lebih tepatnya ke tempat yang lebih landai-- sebelum berhenti karena ditabrak anak kecil. Laith tersenyum saat perempuan itu menggendong dan menenangkan bocah lelaki yang menangis di pelukannya.

Maa Syaa Allah. Yaa Allah, pertanda apa ini ? Apabila Engkau memang menuntun hamba ke sini, untuk merasakan denyut jantung yang menghentak karena perempuan yang bukan mahram hamba itu. Maka berikanlah hamba petunjuk, apabila memang dia jodoh yang Engkau berikan kepada hamba. Doa Laith dalam hati.

Dia berlalu, berjalan kembali meninggalkan perempuan yang sedang bercengkerama dengan --sepertinya-- orang tua bocah tadi. Entahlah, dia sudah tidak memperhatikan, takut khilaf mata. Lagi.

Kring

Bunyi ponsel menghentikan langkahnya. Mengalungkan kamera ke leher. Mengambil ponsel di saku celana.

Umma ❤
Gus, kalau ada waktu telpon Umma ya. Lagi kangen sama anak lelaki satu-satunya Umma.

Laith tersenyum. Umma -sebutan untuk ibundanya- memang sangat peka. Di saat ada sesuatu yang mengganjal di hati Laith. Pasti Ummanya langsung mengirim pesan. Laith langsung memanggil nomor Umma.

"Halo, Assalamu'alaikum, Umma sayang," sapa Laith ketika panggilan terjawab.

"Wa'alaikumussalam, Gus. Kamu apa kabar ? Dasar ya ga pernah mengabari Umma. Umma seperti gak punya anak lelaki ini Gus."

Laith terkekeh mendengar gerutuan Ummanya. Dia duduk di atas batu, dengan memegang ponsel di telinga kanan. Ummanya memang begitu, sangat perhatian dan hangat.

"Alhamdulillah, sehat wal'afiat, Umma. Gus lagi umroh, Umma. Sekarang sedang di Jabal Rahmah. Umma dan Abah bagaimana ? Sehat kan?"

"Alhamdulillah, Umma sama Abah juga sehat wal'afiat. Gus, mumpung di Jabal Rahmah, doa minta jodoh sama Allah. Biar kamu pulang ke tanah air sekalian bawa mantu buat Umma sama Abah," ujar Umma dengan nada menggoda anaknya.

Laith tidak bisa menahan tawanya. Ummanya ini memang ajaib. Seperti tahu saja anaknya baru berdoa tentang jodoh kepada Allah. Mengingatkan lagi dengan perempuan itu.

"Iya, Umma tahu aja kalau anaknya abis doa minta jodoh. Eum, Umma, Gus mau nanya, kalau tidak sengaja bertemu seorang perempuan berkali-kali dan buat hati deg-degan, tandanya apa, Uma ?"

"Yang tahu jawabannya hanya Allah dan perasaanmu, Gus. Minta petunjuk dari Allah. Kalau memang jodoh pasti bertemu kembali dan dipersatukan di waktu yang tepat oleh Allah Subhanahu wa Ta'alaa."

Laith tersenyum. Nasehat Umma dan Abahnya pasti bisa membuat hatinya tenang. Dia jadi kangen kedua orang tuanya.

"Na'am, Syukron, Umma. Dari kemaren-kemaren, perempuan itu memang menarik perhatian, Umma. Padahal, Gus sudah ghadul bashar. Tapi pasti secara tidak sengaja, mata ini menangkap sosoknya ketika tidak jauh dari radar pandangan. Terakhir kali memperhatikannya, jantung kayak mau copot, Umma. Deg-degan tidak karuan."

"Istighfar, Gus. Jangan sampai kamu zina mata dan hati. Lebih baik meminta petunjuk Allah. Kalau sudah yakin, bilang ke Abah dan Umma biar kami khitbahkan untukmu."

"Na'am, Umma. Lagipula, Gus tidak tahu siapa perempuan itu. Pertama melihatnya saat di Masjidil Haram, di depan Ka'bah."

"Maa Syaa Allah. Wallahu a'lam bish-shawab, Gus. Kalau memang itu rencana Allah, Insyaa Allah kalian berjodoh dan dipertemukan lagi dengan cara yang baik. Ingat hadis riwayat Bukhori dan Muslim,

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

Yang artinya 'Ruh-ruh itu diibaratkan seperti tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih.'
Jadi, tidak perlu khawatir lagi. Semua sudah menjadi ketetapan Allah Azza Wa Jalla."

"Syukron katsiron, Umma. Mungkin juga ini yang dinamakan love at the first sight ya, Umma ?" Canda Laith dan tertawa sendiri mendengar kalimat alaynya.

"Haha, kok sekarang alay ya kamu, Gus. Umma dan Abah meridloimu, Gus. Setiap langkahmu yang didasari atas asma Allah. Jaga diri baik-baik dan jadilah bermanfaat bagi orang lain."

"Na'am, Umma. Syukron atas ridlo Umma dan Abah. Doakan Gus ya, Umma. Semoga bisa cepat lulus dan pulang ke rumah. Juga, bisa dapat jawaban dari pertemuan dengan perempuan itu."

"Selalu, Gus. Ya sudah Umma tutup ya. Wassalamu'alaikum."

"Waalaikumussalam warahmatullah," Laith menutup telponnya. Merenungkan setiap percakapan tadi. Dia memang sering curhat ke Ummanya. Rasanya, seperti dahaga yang disiram air dingin. Selalu menenangkan hati yang gelisah.

Usai bertelepon, Laith bangkit dan dihadiahi perut keroncong. Satu kelemahan Laith, tidak boleh kelaparan karena akan berakibat fatal. Dia akan menjadi singa -seperti arti namanya- yang sedang berburu daging. Melupakan segala hal dan fokus pada mangsanya.

Usai taksi sampai di tempat makan terdekat. Laith mengambil dompet untuk membayar dan tergesa untuk keluar. Kelaparan.

Makan dengan lahap tanpa memperhatikan sekitar. Lepas makan, di depan meja kasir, merogoh semua saku dan tas yang dia bawa. Namun, tempat menyimpan uang itu tidak ada. Mengingat kembali, memang benar -sepertinya- dompet itu dia tinggal di jok taksi karena terburu ingin cepat makan.

"Afwan, Akhy. Dompet saya tertinggal di taksi tadi. Saya benar-benar lupa," ucap Laith -meringis- dalam bahasa Arab.

"Biar saya yang bayarkan. Sekalian total milik saya, ya, Akhy."

Belum sempat penjaga kasir itu menjawab, suara lembut dari samping Laith terdengar. Harum aroma perpaduan vanilla, jasmine, dan may rose menyeruak. Terkesan elegan, feminin, dan mewah.

Lantas, Laith langsung menengok ke samping. Deg. Perempuan itu, sorak batin Laith.

"Syukron, Ukhty. Nanti akan saya ganti kalau dompet saya ketemu," ucap Laith.

Perempuan itu menoleh dan tersenyum. Sejenak Laith seakan tersesat pada mata -yang ternyata- berwarna hazel itu. Sampai Laith tersentak saat perempuan itu berujar "tidak perlu. Saya ikhlas, Akhy. Kalau begitu permisi. Assalamu'alaikum."

Terjadi sangat cepat saat sosok itu hilang di balik pintu setelah mengucapkan salam. Bahkan Laith belum selesai menjawab salamnya.

Saat akan berpamit dengan mas-mas kasir. Matanya tak sengaja melihat nametag di atas meja.

Aileen Grizelle T.
Indonesia

Nama yang, cantik, tapi terkesan asing. Persis seperti orangnya. Cantik tapi asing. Dari namanya, wanita itu seperti bukan dari keluarga muslim. Astaghfirullah, tidak boleh su'udzon. Batin Laith.

Berpamit dengan penjaga kasir dengan tangan memegang nametag wanita itu. Laith mengingat kalimat Umma nya. Jika, memang ini kehendak Allah. Jadilah! Maka terjadilah. Kun Fayakun!

🍁To be Continued🍁

|Tandai kalo ada typo atau kesalahan dalam informasi ya, Guys|

Sending a lot of loves ❤️💌❤️

Best regard,
Moon Prytn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro