Summer Wish
Musim panas akan segera berakhir dalam beberapa hari. Bau khas tanah dan binatang-binatang yang sering meramaikan sepinya malam mulai berkurang satu per satu. Hawa yang biasanya panas terik perlahan berubah menjadi sejuk ditambah angin sepoi-sepoi.
Langit yang biasanya cerah dipenuhi bintang-bintang pun kini mulai meredup tertutup awan kelabu—seolah menandakan akan turun hujan. Sinar bulan purnama yang kala itu terlihat terang pun sedikit demi sedikit tertelan awan kelabu hingga sosok cantiknya hilang ditelan kegelapan.
Malam itu, di tepi sungai besar yang dikelilingi oleh beberapa pohon. Orang-orang sibuk berkeliaran sambil berbincang atau berkunjung ke beberapa stan penjual yang ramai dikunjungi pengunjung. Kebanyakan dari mereka, terlihat senang sambil memakai pakaian tradisional.
Beberapa dari mereka bahkan dengan nakal saling mengejar sambil melakukan perang pistol air.
Suasana ramai ini terwujud karena mereka sedang menyelenggarakan Festival Tanabata.
Festival Tanabata, salah satu tradisi menulis harapan, permohonan, atau doa pada selembar kertas warna-warni yang disebut Tazaku. Orang-orang menuliskan permohonan dan doa-doa mereka, kemudian menggantungkannya pada ranting Pohon Tanabata sambil berharap agar para dewa melihat dan mengabulkannya.
Di sepanjang jalanan, bisa terlihat banyak pohon tergantung dengan beberapa kertas warna-warni yang indah. Entah harapan mereka akan terkabul atau tidak, setidaknya manusia selalu antusias untuk melakukan tradisi ini dan menyalurkannya ke generasi mendatang.
Di tengah banyak orang, seekor kucing tengah berjongkok di bawah pohon Tanabata sambil melihat orang-orang yang lewat. Mata kuning cerahnya bergerak-gerak, memperhatikan lingkungan ramai sebelum melompat ke sudut gelap, di mana seekor gagak turun dan hinggap di depannya.
Kucing itu berhenti, menatap gagak dengan malas sebelum mengubah wujudnya menjadi seorang pemuda dengan rambut hitam dan mata cokelat. Hakama berwarna hitam dengan pola emas, terlihat cocok dengan kulit putih dan sosoknya yang ramping.
"Kau selalu berkata bahwa memohon harapan adalah hal yang membosankan." Pemuda itu berkata sambil membenarkan pakaian yang ia kenakan.
"Itu untuk manusia, kami adalah yokai yang tidak memiliki kepercayaan seperti itu." Gagak itu menjawab dengan suara nakal, ia terbang lalu mendarat di pelukan sang pemuda sambil menyisir bulu-bulunya.
Kucing dan Gagak itu memang yokai, makhluk mistis yang memiliki masa hidup panjang dan sering disebut memiliki kekuatan supernatural oleh manusia.
Sudah sekitar 200 tahun lamanya mereka berubah menjadi yokai. Bahkan, keduanya sudah lupa bagaimana mereka bisa menjadi seperti ini. Mungkin, rasa enggan untuk mati menstimulasi mereka hingga keduanya berubah menjadi yokai. Bepergian ke beberapa tempat dan melihat perubahan jaman.
Kucing yokai atau yang mungkin masyarakat sering sebut Nekomata, memiliki nama Klein. Sementara Gagak yokai atau Tengu, bernama Amon.
Keduanya terlahir menjadi yokai secara bersamaan dan terus hidup berdampingan.
Seperti gagak pada umumnya, Amon selalu menyukai hal-hal yang berkilau. Klein sudah berkali-kali mengingatkan untuk berhenti mencuri. Tapi gagak satu itu sangat keras kepala, sehingga ia hanya bisa menyerah. Lagipula moral yokai dan manusia pada dasarnya berbeda.
Namun, bagi Klein yang penasaran pada manusia. Selalu memperhatikan mereka tanpa henti, belajar dari manusia dan terkadang berpikir bahwa dirinya adalah manusia.
Sayangnya, selain pada malam hari di mana ada bulan di langit. Klein tidak bisa berubah menjadi sosok manusia yang bisa dilihat orang lain. Hanya orang dengan konstitusi khusus yang bisa melihat yokai kapan saja.
Melempar Amon yang langsung terbang mengelilinginya. Klein memutuskan untuk pergi ke arah jajaran pohon. Ia mengambil kertas dan salah satu pena untuk menulis permohonannya. Hidup selama ratusan tahun, membuat Klein bisa memahami beberapa bahasa yang sering digunakan oleh manusia.
Melihat Amon yang mengintip, Klein segera menampar burung nakal itu.
Menyerah akan Klein yang tidak segan untuk menamparnya, Amon pergi ke belakang pohon besar sebelum kembali dengan sosok manusia yang memakai hakama bewarna hitam dengan pola warna hijau, disertai sebuah monocle terpasang di sebelah mata kanannya.
"Tidak menyerah menulis setelah 200 tahun?" Amon melirik kertas warna-warni di pohon Tanabata dengan tatapan minat. Ia tahu jika Klein telah menulis, tapi tidak menggantungkannya di pohon ini.
Klein tidak menjawab pertanyaan Amon, apa salahnya untuk berharap?
Melirik Amon yang juga membawa kertas dan ikut menulis harapan. Klein mendengus dengan cibiran. Perkataan gagak hitam satu itu memang selalu memiliki tipuan tersendiri.
"Penasaran?" Amon tersenyum sambil mengibaskan kertas di tangannya. Mata hitamnya berkilat penuh antisipasi, memandangi semua gerakan Klein di depannya.
"Tidak." Klein menjawab datar, sama sekali tidak tertarik.
"Sayang sekali." Ekspresi Amon terlihat menyesal dengan kesedihan.
Menatap akting Amon yang tidak berubah, Klein menahan diri untuk tidak memutar bola matanya bosan. "Kau tidak bosan mengulangi pertanyaan sama selama ratusan tahun?"
Menyeringai lebar, Amon bertanya sambil mengeluarkan sesuatu entah dari mana. "Klein tidak bosan membalas jawaban yang sama?"
"!!!" Klein terkejut ketika mendapati dirinya basah oleh air. Matanya mendapati Amon yang telah memegang pistol air (yang jelas hasil curian) dan melempar salah satunya pada Klein.
"Ayo bermain~" Amon kembali menyemprot, sebelum melarikan diri hingga sosoknya hilang di tengah kerumunan.
Mengusap rambutnya yang basah, Klein tertawa. Permainan ini juga tidak berubah semenjak 30 tahun yang lalu.
Keduanya pun saling mengejar dalam perang air. Sampai beberapa remaja ikut andil dalam perang. Akhirnya tim dibagi menjadi dua, mereka saling berlari dan bermain sampai tengah malam di mana beberapa kembang api diluncurkan ke atas langit.
Kedua kelompok berhenti, mereka melakukan gencatan senjata dan memilih untuk melihat kembang api bersama.
Klein dan Amon segera menghilang dari kerumunan remaja. Keduanya tidak bisa terlalu dekat dengan manusia dan mengungkapkan identitas mereka.
Di tengah jalan ketika mereka akan pergi ke tempat favorit yang sepi dengan pemandangan indah. Keduanya menemukan sepasang remaja yang saling berpelukan dan berciuman di bawah langit berbintang.
Klein sudah terbiasa melihat adegan ini sejak lama. Hanya saja, ia agak terkejut karena dua sosok itu adalah laki-laki.
"Apa yang salah?" Amon yang entah sejak kapan berdiri di sisinya bertanya. Mata hitamnya kemudian tertuju pada hal yang Klein lihat. Bibirnya kemudian melengkung dalam seringai nakal.
Amon kemudian memeluk Klein, lalu berkata. "Klein sayang~ ayo berciuman~"
Mencoba melepas diri dari jeratan Amon, Klein membantah seraya menahan rona merah di pipinya. "Tidak! Bukankah kau selalu berpikir jika manusia itu membosankan? Lagipula menurut apa yang aku baca, ciuman hanya dilakukan oleh pasangan."
"Kita bukan pasangan?" Amon bertanya dengan ekspresi polos.
"???"
Amon tersenyum, seraya mengelus pipi Klein dengan lembut. "Klein, kita sudah tinggal bersama selama 200 tahun. Bukankah itu sudah jelas?"
"Tidak..., Itu berbeda. Seharusnya...," Klein merasa otaknya tidak bisa memikirkan jawaban lain, berusaha mencari referensi dari apa yang dia pelajari dari manusia.
Mengerti akan pemikiran Klein, Amon kembali tertawa dan mendekatkan wajahnya sambil berkata. "Seharusnya kita lebih berperilaku lengket dan manis? Kalau begitu ayo lakukan, pertama-tama kita berlatih untuk mencium."
"..."
Sebelum Klein memprotes, Amon telah menangkup pipi sang kucing dan menciumnya lembut. Sapuan sehalus kapas terasa manis. Membuat Klein meremas pakaian Amon sambil memejamkan matanya.
"Tidak buruk bukan?" Amon berbisik di telinga Klein dengan nada menggoda.
Klein membuka matanya, menatap Amon yang masih menyeringai nakal, lalu tertawa sambil memeluk sang gagak.
Tiba-tiba dipeluk, membuat Amon sedikit tertegun. Ia tersenyum, lalu merengkuh Klein dengan lembut.
Klein memejamkan matanya sambil menikmati hangatnya pelukan Amon. Dia tidak pernah memikirkannya sebelumnya. Ia hanya berpikir bahwa tinggal bersama Amon itu bukan ide yang buruk. Meski dia sering sakit kepala karena tingkahnya. Klein tidak pernah merasakan kesepian.
Hari-hari bersama sang gagak selalu dipenuhi kejutan yang mewarnai kehidupannya.
Sebagai yokai yang ingin mengerti perasaan manusia. Akhirnya ia mendapatkan perasaan manusia. Meskipun hal yang ia rasakan tidak sepenuhnya sama dengan manusia. Tapi, Klein merasa bahwa rasa ini dekat dengan pemahaman yang ia tahu.
"Apa harapanmu?" Klein bertanya saat keduanya telah duduk di bawah pohon sambil berpelukan. Di atas langit kembang api masih meluncur ke langit menciptakan percikan warna indah di kegelapan langit malam.
"Tebak?"
"Selalu bersama, bukan?"
Amon tidak menjawab, ia hanya memiringkan kepalanya lalu kembali mencuri ciuman.
Tidak seperti ciuman manis sebelumnya, kali ini Amon menjulurkan lidahnya dan menjarah rongga mulutnya dengan penuh kasih. Membuat Klein terasa meleleh dalam gairah cumbuan yang memabukkan.
Dalam hati Klein tertawa, Amon yang nakal ternyata memiliki sisi lucu. Sebenarnya dia sudah tahu harapan Gagak satu itu. Dia hanya memalingkan wajah, pura-pura tidak tahu dan menertawakan Amon yang selalu berkata membosankan. Namun, menulis harapan yang sama setiap tahun dengan hati-hati.
Ia sendiri tidak jauh berbeda, karena Klein juga mengharapkan hal yang sama setiap tahun.
END
Ini adalah request fanfic dengan tema summer dari MyMairu, teman Yoru yang sering menemani random chat dari saya 😆
Aku harap MyMairu menyukainya~
Thanks for reading~ 💕
- Yoru
[Finished : 12 April 2022]
[Updated : 21 April 2022]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro