Samsara (28)
"Apa? Kau tidak memikirkan sesuatu yang aneh bukan?"
"Sesuatu aneh?" Amon mengangkat alisnya. "Tebak?"
Klein memutar matanya, ia mengabaikan Amon dan mulai mencari informasi tentang lelang. Entah kenapa instingnya memperingatkan jika banyak hal bagus di sana. Sayangnya, ia tidak memiliki kartu anggota untuk masuk.
Selain itu, ia tidak ingin membuang uang dengan barang-barang mistis. Dia hanya ingin datang karena 'mereka' akan datang juga kesana berdasarkan mimpi yang ia dapatkan.
"Ingin pergi?" Amon duduk di sampingnya.
Klein menoleh sejenak, lalu kembali mengganti-ganti layar virtual dengan penuh pertimbangan.
Tidak mendapatkan respon menarik, Amon mengalihkan pandangan dengan bosan. Ia menelusuri kamar pasangan ini lalu tersenyum saat menemukan beberapa kamera. Mengetuk monocle-nya santai, Amon kemudian teringat akan komentar resepsionis kemarin dan mengunjungi sebuah forum.
Dengan seringai lebar, Amon membaca beberapa komentar dengan penuh minat. Merasa tertarik akan konten-konten yang disebutkan. Meskipun ia sudah tahu rasanya dari mencuri, melakukannya dengan soulmate selalu membiarkannya merasakan hal baru. Pasti menarik untuk dicoba.
Klein yang tiba-tiba merasakan bahaya, menjadi waspada. Ia melihat sekelilingnya dan kembali pada pencarian informasi ketika rasa bahaya itu lenyap. Dalam benaknya ia banyak memikirkan cara, dan kebingungan apakah tempat mereka telah ditemukan.
"Klein benar-benar ingin balas dendam?" Amon bertanya sambil mematikan layar virtual.
Klein tetap melihat-lihat informasi sambil mengerutkan kening. "Hanya ingin melihat siapa mereka."
"Begitukah?"
"..."
Melihat reaksi Klein yang begitu datar, Amon tersenyum kecil. "Penjahat itu memiliki benda mistis untuk mengacaukan jalan kehidupan seseorang dan memanipulasinya. Masih ingin bertemu?"
Gerakan Klein terhenti, ia melirik Amon dengan curiga. "Kenapa kau memberitahuku? Apa yang kau inginkan?"
"Klein sayang, bukankah kita sedang berkencan?" Amon meraih tangan Klein dan mencium ujung jarinya. "Aku penasaran dengan keintiman soulmate. Mari lakukan?"
"Kenapa tiba-tiba?" Klein berusaha melepaskan genggaman Amon, tapi tak berhasil. Ia dengan gelisah ingin menjauh dari soulmate-nya yang tengah menatapnya seperti seorang pemangsa pada buruannya.
Dirinya bahkan tidak bisa menahan rona merah di pipi, disertai jantungnya yang mulai berdetak secara tidak normal. Jemari yang disentuh Amon, seolah menghantarkan rasa panas. Membuatnya ingin lebih dekat, merasakan kontak fisik lebih untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.
Merasakan bahwa tubuhnya tidak benar, Klein memucat. Ia tak bisa mengendalikan diri dan jatuh di pelukan Amon. Aroma khas soulmate-nya mengelilingi indera penciuman. Klein menyipitkan mata, menahan mulutnya yang mungkin akan mengeluarkan erangan akibat kontak fisik mereka.
Sesuatu yang lain perlahan memasuki tubuhnya, ia merasa energi asing tetapi familier mengaduk-aduk energi mentalnya dengan nakal. Tidak tahan dengan ekstasi yang begitu nikmat. Klein meremas pakaian Amon dan menggigit bibirnya hingga berdarah.
"Keras kepala sekali, aku sedang membantumu lebih kuat, Sayang. Bukankah kau ingin segera menjadi urutan 4?" Amon berbisik di telinganya. Tangan kanannya menelusup ke pinggang Klein dan meremasnya jahil. Dihadiahi erangan manis dari soulmate-nya yang tengah memerah dengan mata berkaca-kaca.
"Lihatlah dirimu, tidak perlu menolak. Nikmati saja, ini demi kebaikanmu." Bisik Amon seraya mengeratkan pelukannya. Meskipun ekspresinya terlihat lembut dan penuh senyum. Saat ini, hatinya tidak terlalu tenang. Fluktuasi aneh yang menggetarkan emosi, menyelimutinya dalam ketertarikan.
Klein menutup matanya erat, ia malu karena tak bisa menahan mulutnya yang terus melenguh kecil. Kenikmatan yang diakibatkan oleh penyatuan energi mental sungguh luar biasa. Ia tidak pernah membayangkan bahwa rasanya akan seperti ini. Pantas saja dirinya pernah membaca beberapa komentar mengenai seks mental.
Tunggu, itu tidak benar. Ini bukan seks mental! Tidak! Sadarlah Klein!
"Hahaha... Pikiranmu sangat lucu di saat seperti ini." Lengan Amon terangkat untuk menangkup pipi Klein yang masih memerah dengan pandangan berkabut. "Nikmati saja~"
Bagaikan sihir, perkataan Amon meresap dalam pikiran Klein yang berkecamuk. Penolakan dan rasa takut menghilang, digantikan dengan ketenangan pikiran dan rasa nyaman.
"Bukankah itu mudah?" Amon tertawa melihat Klein yang mendeliknya jengkel.
"Diam." Klein yang akhirnya bisa menggerakan kembali tubuhnya, berpura-pura mati di pelukan Amon. Dia terlalu lelah dan malu. Perkataan Melissa memang benar, semakin ia melawan semakin tubuhnya berat tak bisa digerakkan. Tapi, jika ia menerimanya. Perasaan nyaman dan penuh energi mengelilinginya dengan lembut. Mengendalikan aliran energi dan membantunya menerobos.
Merasakan semua emosi yang mengalir di dada. Klein tidak bisa terus melarikan diri. Dinding kewaspadaannya telah runtuh, Amon telah menghancurkannya. Dia tidak bisa kembali lagi...
Menggigit bibirnya keras, Klein berubah masam. Hatinya sedih karena tidak bisa menolak.
"Klein?" Amon mengelus pipinya lembut. Membuat Klein tambah sedih karena rasanya sangat nikmat dan nyaman.
"Sudah berakhir...," Gumamnya sedih.
Amon memperhatikan ekspresi soulmate-nya yang menyedihkan. Ia mengingat beberapa konten lalu tersenyum nakal.
Mengangkat dagu Klein untuk saling berhadapan. Amon mendekatkan wajahnya untuk menyatukan bibir mereka dalam ciuman singkat nan lembut.
Klein terkejut dengan mata membola. Ia melihat Amon yang tengah memandangnya lekat, lalu menutup matanya pasrah. Dia mengalungkan lengannya di leher Amon dan menarik sang soulmate untuk kembali berciuman.
Berbeda dengan sentuhan singkat barusan, kali ini bibir mereka saling menekan. Bergerak untuk mencari posisi lebih nyaman. Amon tersenyum miring lalu membuka mulutnya untuk menggigit bibir Klein lembut, lidahnya juga mulai menjilat dan menusuk belahan bibir sang soulmate agar membiarkannya masuk.
Meremas rambut Amon, Klein membuka mulutnya dan membiarkan benda tanpa tulang itu memasuki rongga mulut dan mengambil semua nafasnya.
Saat Klein hampir kehabisan oksigen, Amon dengan enggan melepas cumbuaannya. Meninggalkan Klein yang terengah dengan bibir bengkak mengkilat dan tatapan kabur.
"Diam." Klein memotong perkataan Amon. Sang raven pasti akan memberikan komentar memalukan. Dia saat ini tidak ingin mendengar apapun. Tetap tenang dan menikmati kehangatan.
Amon mendengus geli, lalu menempatkan kepala Klein di bahunya. Mereka menikmati keheningan damai selama beberapa menit sampai suara alarm mengganggu momen mereka.
"Apa yang terjadi?" Klein yang masih di pelukan Amon, melirik ke arah pintu dengan wajah malas.
"Pertarungan bajak laut."
—boom!
Dinding kamar yang ditempati Klein runtuh, bersamaan dengan seorang pria berambut pirang yang meringis kesakitan.
Pria pirang itu duduk di atas puing-puing dinding rusak. Ia memegang dahinya yang berdarah sambil merutuk. Ketika dia melihat ke samping, ia tercengang melihat dua pemuda yang sedang berpelukan penuh kasih di atas tempat tidur.
Sang blonde tak bisa melihat wajah pemuda yang dipeluk. Tapi, ketika matanya menatap pria berambut hitam ikal dengan monocle di mata kanannya. Seluruh tubuhnya merinding dengan alarm bahaya.
Sial, dia telah melihat sesuatu yang tidak boleh dilihat!
TBC
Thanks for reading~
-Yoru
Finished : 21 Februari 2022
Published : 5 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro