Chibi Amon & Klein (7.1)
Lord of the Mysteries bukan milik saya!
.
Pertunjukan
.
Iris amber-nya menatap ke arah jendela mobil dengan pandangan datar. Bocah berambut hitam itu melirik ke arah kursi depan di mana ibu baptisnya duduk. Sang bocah sama sekali tidak tertarik untuk pergi ke mana-mana malam ini. Alasannya sederhana, buku baru yang Ayah angkatnya buat telah sampai dan dirinya ingin segera membaca. Namun, Amanises dengan 'senyum' manis malah mengajaknya untuk pergi ke sebuah tempat. Sang bocah yang tidak memiliki pilihan pun mengikuti keinginan wanita cantik itu—mengingat Amanises terkadang bisa menyeramkan jika dia tidak senang dengan sesuatu.
Beginilah kondisinya sekarang, berada di kursi penumpang sendirian sambil mendengar Amanises berbicara tentang apa saja yang perlu ia ingat ketika sampai di sana. Berdasarkan apa yang bocah itu dengar, ia hanya tahu kalau Amanises mengajaknya pergi ke pertunjukan sulap dan kebetulan pesulap yang akan tampil nanti adalah kenalan lamanya.
Menghela napas berat, sang bocah pun menoleh ke arah jendela seraya memperhatikan jalanan kota yang nampak ramai meski hari sudah malam. Tangan kecilnya menggapai jendela mobil dan membukanya sedikit, dari celah jendela mobil--ia bisa merasakan semilir angin dingin menyentuh permukaan kulitnya. Tidak suka dengan dinginnya angin malam, sang bocah pun kembali menutup jendelanya dan segera memakai jaket biru tua yang tergeletak di sampingnya--ia hanya berharap untuk cepat sampai di tempat pertunjukan lalu pulang ke rumah dan tidur.
Beberapa menit kemudian mobil pun terhenti. Sang bocah tadi--Klein Eggers, reflek menatap gedung besar yang berada di depannya. Klein memang sudah beberapa kali melihat gedung pertunjukan--terima kasih pada ibu baptisnya yang sering mengajaknya--ralat menyeretnya--untuk menemani. Wajar saja, ibu baptisnya adalah seorang aktris terkenal, jadi tidak aneh jika ia terkadang sering diajak ke tempat-tempat mewah untuk syuting.
"Klein! Kita sudah sampai. Pakai jaketmu, kita akan segera pergi ke gedung itu,"
Klein kecil menatap sekumpulan orang-orang yang berlalu-lalang dengan kening berkerut. Meski ia masih kecil, tapi ia tidak terlalu suka keramaian. Dirinya lebih menyukai suasana hening yang selalu membuat hatinya tenang dan tentram—berbeda dengan kondisi kerumunan yang selalu sesak dan panas.
Saat ia sampai di gedung pertunjukan, dia masih memasang ekspresi malas dan mencoba menulikan pendengarannya mengingat kondisi di koridor sangatlah ramai pengunjung. Dilihat dari jumlah penonton, Klein bisa menyimpulkan kalau pesulap yang akan tampil adalah pesulap terkenal.
Rasa malasnya menghilang saat ia sampai di aula pertunjukan, ia terpukau akan desain ruangan yang terlihat hebat, indah, dan elegan—Klein yang tidak begitu tahu mengenai hal-hal berbau sulap atau dekorasi pun dibuat kagum oleh pemandangan ini. Dirinya seolah terhipnotis oleh ruangan ini hingga rasa malas yang tadi ia rasakan berubah menjadi rasa penasaran, jika dekorasi ruangannya saja bisa sebagus ini Klein tidak sabar menunggu untuk melihat trik sulap yang akan ditampilkan—mungkin saja ia dapat memecahkan beberapa triknya seperti tokoh utama dari buku yang Ayahnya buat.
Beberapa menit kemudian pertunjukan pun di mulai, Klein bisa melihat seorang pria seumuran ayahnya naik ke atas panggung menggunakan baju khas pesulap. Pria itu tersenyum seraya memperkenalkan diri. Dari yang Klein dengar nama pesulap itu adalah Zatatul.
Pertunjukan sulap sudah berjalan hampir tiga puluh menit. Penonton yang pada awalnya sering mengobrol kini terdiam memperhatikan penampilan sang pesulap. Para penonton seolah tersihir oleh keindahan sulap yang ditampilkan--karena terlalu fokus dengan penampilan di atas panggung mereka tidak menyadari kalau ada hal ganjil yang tidak terdengar oleh mereka.
Di lain pihak, Klein kecil juga sama terhipnotisnya oleh penampilan sang pesulap. Tetapi, saat ia melirik ke arah Amanises yang entah kenapa memasang raut muram, dirinya ikut penasaran. Bola mata besarnya ikut menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau semuanya baik-baik saja, tapi sejauh mata memandang hal yang ia lihat hanyalah penonton yang sedang asyik melihat pertunjukan, lalu kenapa Ibu baptisnya memasang ekspresi seperti itu?
"Klein ikut aku kemari." Amanises menggenggam tangannya dan berjalan ke sebuah ruangan khusus VIP.
Klein yang ingin bertanya mengurungkan niatnya saat ibunya baptisnya menatap dengan pandangan--jangan khawatir semua baik-baik saja. Ingin rasanya ia bertanya tapi jika ibu baptisnya sudah menatapnya dengan pandangan seperti itu, perkataan Klein pun pasti akan diabaikannya.
Maka dari itu, ia memutuskan untuk menatap arah yang mereka tuju.
Saat pintu terbuka ia berkedip, tidak menyangka bahwa bertemu kenalannya di sini.
"Klein!" Amon melambaikan tangan dengan senyum riang. Ia turun dari kursinya dan segera berlari untuk memeluknya erat. "Kenapa kau tidak memberitahuku jika kau akan datang?" tanyanya cemberut, manik hitamnya meredup dengan kesedihan.
"Aku tidak tahu kalau kau ada di sini," Klein membenamkan wajahnya di bahu sahabatnya. "Lagipula aku bahkan tidak tahu kalau kau sudah pulang." Klein mengeluh imut, ia tahu jika Amon terkadang harus pergi lama karena urusan orang tuanya sehingga tak sering bersamanya akhir-akhir ini.
"Aku baru pulang dan ingin pergi menemuimu, tapi Ayah dan Kakak menyeretku kemari." Amon menyentuh monocle-nya lalu menjentikkan jarinya.
Sebuah bunga mawar merah tiba-tiba muncul di depan Klein, Amon menyeringai dan memberikan bunga itu padanya.
"Tidak sulit untuk mempelajari trik ini. Terkejut?"
Klein menerima bunga itu lalu tertawa. "Bunga ini rusak."
Sang raven ikut tertawa, ia mengeratkan pelukannya lalu berkata. "Itu percobaan pertama, triknya terlalu membosankan."
"Bagaimana dengan trik lain? Menurutku pertunjukan tadi cukup bagus."
"Benarkah?" Amon menatap Klein lekat. "Suka itu?"
"Aku hanya menikmatinya."
"Hm~"
Keduanya lalu duduk bersama dan berbincang, melepas rindu setelah tak lama berjumpa.
Klein kemudian memperhatikan bahwa suasana di sekitar orang dewasa terlihat tidak benar. Mereka nampak membicarakan sesuatu dengan cukup serius. Dirinya melihat Amanises mengangguk dan segera menelepon, sementara Adam menyuruh keduanya untuk tetap bersama jangan sampai terpisah dari mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Klein penasaran.
Amanises menoleh. "Akan aku jelaskan nanti, sekarang kau dan Amon lebih baik segera keluar dari aula ini," Amanises mengerutkan kening dan segera menggenggam tangan Klein dan Amon untuk keluar.
Amon berkedip, ia tidak melihat ayah dan kakaknya mengikuti ketiganya.
"Eh? Apa yang terjadi?" tanya Klein pada Amanises.
Sebelum Amanises menjawab, sebuah ledakan muncul. Bersamaan dengan ledakan itu kobaran api mulai merambat ke sekitar gedung disertai kepulan asap.
Pemadam kebakaran pun datang lima menit kemudian.
TBC
Thanks for reading~ 💕
-Yoru
Finished : 19 Jan 2022
Published : 10 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro