BAGIAN 43 - CEMBURU?
Jatuh cinta memang rumit. Terkadang yang kita anggap baik-baik saja. Nyatanya, melukai.
-Amira Azzahra-
🌸🌸🌸
Pukul dua pagi memang selalu menjadi alasan Ali bangun tengah malam. Ia melirik Amira dan Aira yang masih terlelap di sampingnya. Sesekali tangannya mengusap-usap pucuk kepala Aira yang tengah tertidur. Ali tersenyum tipis saat anaknya tak sengaja memeluk erat Amira yang tengah tertidur. Dan lagi-lagi tanpa meminta izin Amira, Ali mencium kening Amira saat Amira tengah tertidur, "Terima kasih," benar-benar Ali merasa saat Aira di dekat Amira ia merasa sedikit tenang. Entah, apa yang membuat Aira bisa sedekat itu dengan Amira. Layaknya ibu kandung.
Ali beranjak menuju meja kerjanya. Ia membiarkan Aira dan Amira yang masih terlelap dalam tidurnya. Saat ini ia dihadapkan beberapa tugas kantor di meja kerjanya. Ia mengambil beberapa buku dan arsip kantor yang ada di sisi rak. Tangannya mulai menekan tombol 'ON' yang ada di ujung keyboard laptopnya. Ada beberapa berkas kantor yang harus ia periksa hari ini mengenai sistem perkembangan ekspor barang dari perusahaannya ke cabang perusahaan yang ada di Berlin. Rencananya, bulan depan ia akan pergi ke Berlin untuk mengurus sedikit persiapan pembukaan cabang perusahaan ke 3 di Berlin.
Dreett....dreettt....dreettt
Ponsel Ali berdering di atas meja kerjanya. Ia lantas langsung mengangkatnya.
"Hallo, Assalamualaikum!"
"Waalaikumusalam Pak Ali, surat persetujuan kerjasama proyek 73 apa sudah ada di Pak Ali? Seingat saya sudah saya kasihkan ke Bapak. Kalau nggak salah saya taruh di Map Biru," ucap sekretarisnya dalam sambungan telepon.
"Bentar saya cari dulu, nanti kalau ketemu saya kabari kamu."
"Baik Pak terima kasih,"
"Sama-sama,"
Tangan Ali meraba-raba meja kerjanya. Matanya ikut mengabsen beberapa buku yang berjejer di rak. Kali saja berkas dari sekretarisnya terselip di salah satu rak yang ada di meja kerjanya.
"Tidak ada," Gumamnya.
Ali beranjak ke rak buku Aira, ia takut tiba-tiba berkas pentingnya dibuat mainan Aira dan ia juga takut Aira mengira berkas pentingnya adalah miliknya. Ah jangan sampai itu terjadi! Biasanya anak kecil cenderung mengklaim itu adalah miliknya jika barang tersebut ada di sekitarnya.
Sorot mata Ali memeriksa satu persatu buku yang tertata di meja belajar Aira. Dan, benar saja map yang dimaksud sekretarisnya ada di dekat kotak pensil Aira. Ali sontak langsung memeriksa isi map yang ada di dalamnya.
"Untung, berkas ini belum dieksekusi Aira," ucapnya lega.
Ali mengerutkan dahinya saat matanya melihat novel yang baru saja ia beli untuk Amira tergeletak di atas tumpukan buku milik Aira, "Novel itu," gumam Ali saat melihat novel yang ia berikan pada Amira kemarin ada di atas tumpukan buku.
Ia lantas mengambilnya. Bibirnya mengukir senyum simpul saat melihat novel tersebut ternyata sampul plastik telah dibuka oleh Amira. Tangannya ikut membuka lembar demi lembar novel tersebut. sudah
Namun, raut wajahnya seketika menjadi berubah saat ia menemukan kertas kecil yang terpasang di salah satu halaman novel tersebut. Tangan Ali mengambil kertas kecil tersebut dan membacanya.
Dear Amira,
Apa kabar? Semoga baik-baik saja. Kalau butuh sesuatu jangan sungkan untuk meminta bantuanku. Aku masih disini. Di dekatmu. Hatiku masih tetap sama. Aku harap kamu baik-baik saja dengan Ali. Aku masih ingat kamu meminjam beberapa novel Umi dulu. Sebenarnya buku ini sudah lama aku beli dan ingin aku berikan padamu. Namun, lagi-lagi tak sempat. Buku ini selalu aku bawa kemana-mana biar kalau ada waktu berpapasan denganmu aku bisa langsung memberikannya padamu. Aku selipkan tulisan ini di salah satu halaman novel ya? Semoga kamu baca.
Jefri Alfareza.
Tangan Ali meremas kertas yang baru saja ia baca. Ali menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang ia baca. Ali kembali beranjak mencari novel yang ia beli untuk Amira. Dan ia menemukan paper bag yang berisi novel yang ia beli kemarin di atas rak kecil milik Aira. Tangannya membuka paper bag tersebut.
"Sama?" gumamnya kecewa.
Ali mengembalikan novel tersebut ke tempat semula. Ia melirik Amira yang masih tertidur. Dan ia kembali beranjak ke meja kerjanya.
Tangan Ali menekan nomor yang ada di ponselnya. Sedikit melupakan masalah novel tadi dan ia kembali mengerjakan tugas kantornya.
"Assalamualaikum, semua berkas sudah ada di saya."
"Alhamdulillah terima kasih Pak, saya kira hilang."
"Kalau begitu saya tutup dulu telfonnya.
"Baik Pak,"
Ali melirik jam kecil yang berdiri di ujung meja kerjanya. Pukul 3 pagi, Dan sudah hampir satu jam Ali berkutat dengan pekerjaannya. Ia beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Ia melaksanakan sholat malam sendiri tanpa membangunkan Amira untuk sholat bersama. Sebenarnya ia ingin membangunkannya, namun ia tak mengerti mengapa egonya terlalu tinggi. Ali sadar ia saat ini salah. Ia benar-benar tak fokus selama mengerjakan tugas kantornya. Bayang-bayang surat dan novel masih melekat dipikirannya.
Percuma saja aku membelikan novel itu. Nyatanya, sampul plastik pelindung novel saja belum terbuka dan dibaca. Dan yang dibaca milik Jefri. Ucap Ali dalam hati.
Saat Ali berada di rakaat terakhir, Amira baru terbangun dari tidurnya. Tangannya mengambil ponsel yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Jam 3 kurang seperempat," gumamnya. Ia melihat Ali yang tengah melakukan sholat malam sendiri tanpa membangunkannya. Kecewa! Namun Amira mengurungkan niatnya untuk bersikap kecewa. Barangkali Ali sudah membangunkannya namun Amira sulit untuk dibangunkan. Ia lantas beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudlu dan usai mengambil wudlu ia berdiri di belakang Ali yang sudah selesai melaksanakan sholat.
"M-mas Ali kenapa nggak membangunkan Amira? Amira tadi susah dibangunin ya?" tanya pelan.
Ali menoleh ke belakang ke arah Amira yang sudah mengenakan mukenanya, "Aku lupa," ucapnya singkat dan langsung beranjak ke tempat tidur tanpa melihat Amira yang berbicara di depannya.
Amira tak mengerti mengapa sikapnya sedikit acuh dan tak biasanya. Ia lantas mengerjakan sholat malam sendiri tanpa Ali. Sebenarnya ia tak nyaman lagi jika Ali tiba-tiba bersikap seperti ini. Ia takut Ali mengabaikannya lagi seperti dulu. Amira berusaha menahan air mata yang jatuh saat ia melaksanakan sholat malamnya.
Usai melaksanakan sholat malam, Amira melepas mukena dan melipatnya ke tempat semula. Sembari menunggu sholat subuh, Amira beranjak ke tempat tidur. Sudah ada Ali dan Aira di tempat tidur. Namun, Ali mengambil posisi membelakanginya.
Pikiran Amira sedikit tak tenang karena takut Ali bersikap dingin padanya, "Mas, sudah mau adzan. Mas Ali nggak siap-siap ke masjid?"
Ali masih bungkam tak menjawab pertanyaan dari Amira. Ia beranjak menuju kamar mandi. Usai mengambil wudlu lagi, ia mengambil baju koko dan sarung di tumpukan baju yang ada di almarinya. Tanpa berpamitan dengan Amira. Ia beranjak keluar kamar dan pergi ke masjid.
Amira hanya memperhatikannya dalam diam. Seharusnya kalau ia salah Ali memberitahunya. Tidak mendiaminya seperti ini. Baru saja kemarin hatinya penuh dengan bunga. Namun, dengan cepatnya hari ini sudah dipenuhi dengan tumpukan jarum yang melukainya.
Ya Allah, apalagi ini?
Amira melirik Aira yang masih terjaga di sampingnya. Tangan kanannya memeluk pinggang Aira. Sedangkan tangan kirinya mengusap-usap pucuk kepala Aira pelan. Sesekali mencium kening Aira yang masih tertidur.
"Mama sayang Aira," ucapnya pelan. Ia sedikit menahan Aira matanya untuk jatuh.
Bersambung....
Malang, 16 Mei 2020
🌸🌸🌸
Alhamdulillah aku up lagiiiii yay! Akhirnya sampai di part ini. Bingung juga nulisnya. Ide tiba-tiba muncul mau tengah malam aja. Karena tengah malam rawan typo jadi author minta maaf kalau ada beberapa kesalahan kalimat atau typo yah? Terima kasih sudah bacaaaa sampai sejauh ini dan kasih author vote sebanyak-banyaknya wkwkwk jangan lupa komen juga dibawah ya buat rame-ramein lapak wkwk. Makasihhh banyak!
See you on next chapter tomorrow!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro