BAGIAN 35 - BINGKAI FOTO
Terkadang sulit memaksa masuk ke dalam hati yang sudah ditempati orang lain. Seolah-olah kita harus tahu diri untuk tidak masuk ke dalam pintu yang sama.
-Amira Azzahra-
❄️❄️❄️
Hari ini hari ke-24 Bayi Aira di rumah sakit. Ali dan Amira tak berhentinya untuk membacakan ayat-ayat Allah setiap hari. Dan memang benar adanya, ayat-ayat Allah yang dibacakan secara Istiqomah membuahkan hasil yang tak disangka-sangka.
"Alhamdulillah hasil perkembangan bayi Aira cukup baik tiap hari. Selamat ya Pak, Bu?" ucap dokter Aline pada Amira dan Ali.
Ali dan Amira saling pandang beberapa detik. Tersenyum tipis dan kemudian mengalihkan padangan satu sama lain.
"Alhamdullillah terima kasih Dok," ucap Ali syukur.
"Nanti sore, bayi Aira sudah bisa pulang. Tapi ingat ya Pak, Bu, setelah pulang dari rumah sakit sebagai orang tua harus tetap memantau perkembangan kesehatan anak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi."
"Terima kasih banyak Dok," ucap Ali tersenyum bahagia mendengar anaknya sudah bisa kembali ke rumah.
"Sama-sama, semoga selalu lekas membaik ya ananda?"
"Aamiin Dokter,"
🌸🌸🌸
Ali sedari tadi tak henti-hentinya tersenyum. Sampai Amira tak mengerti apa yang membuatnya senyum-senyum sendiri.
Mau GR tapi takut salah!
"Kenapa sih Mas?"
Ali tersenyum tipis lagi ke arahnya, "Allah benar-benar punya cara sendiri ya untuk memberi kejutan kebahagiaan tanpa diminta?"
"Maksudnya?"
"Doaku satu per satu terkabul. Meskipun harus sulit dahulu tapi ternyata itu cara Allah buat menguatkan iman seseorang,"
Amira tersenyum simpul mendengar Ali mengucapkan kalimat itu, "Iya, terkadang Allah beri sakit dahulu biar kita bisa merasakan bagaimana rasanya ikhlas saat menjalani sakit yang kita alami. Tapi kejutannya tak disangka-sangka,"
Ali mengangguk mengerti, " Oh iya, aku sudah urus semua biaya administrasi rumah sakit. Maaf Mir, aku harus menggunakan uang tabunganmu sebagian untuk pengobatan Aira. Jangan khawatir, aku akan mengganti secepatnya,"
"Kenapa harus diganti Mas?"
"Kebutuhan Aira adalah kewajibanku. Jadi uangmu harus aku ganti."
"Yaudah, terserah Mas Ali saja. Amira tidak memaksa kok,"
"Makasih ya?"
Amira mengangguk kembali seraya mengukir senyum tipis ke arah Ali. Mereka berjalan beriringan menuju mobilnya yang terparkir. Amira yang menggendong Aira sedangkan Ali yang membawa beberapa tas berisikan barang-barangnya, "Oh iya, barang-barang Aira sudah semuanya?"
"Sudah Mas,"
"Biar aku taruh di jok belakang. Kamu masuk duluan aja."
Amira mengangguk. Ia masuk ke dalam mobil Ali seraya menggendong Aira. Bagaimana tak senang? Hari ini Aira sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Sikap Ali ke Amira juga sudah tak sedingin dulu. Meskipun masih sulit untuk mendapatkan hati Ali agar berlabuh ke Amira. Tapi setidaknya, Amira tidak diabaikan seperti hari-hari pertama ketika mereka menikah. Semoga lekas membaik seterusnya.
"Aira tidur?" Ucap Ali yang sudah menyusul masuk ke dalam mobilnya. Ia memasang seat belt dan bersiap untuk menyetir.
"Iya Mas,"
Ali sedikit mempercepat kecepatan menyetirnya agar sampai rumah. Jarak rumah dan rumah sakit hanya sekitar 4 km jadi waktu 15 menit sudah cukup untuk ia mengemudikan mobilnya sampai ke rumah. Dalam perjalanan seperti biasa tak ada percakapan hingga mobil sudah sampai ke lingkungan perumahan.
Ali memarkir mobilnya tepat di depan rumahnya. Ia kemudian turun dan membawa barang-barang yang ada di bagasi mobil. Amira yang menggendong Aira juga ikut turun menyusul Ali. Sesampainya di rumah. Ali menaiki tangga seraya membawa barang-barang untuk dibawa ke kamarnya yang ada di lantai 2. Amira mengekor di belakangnya.
Tangan Ali membuka knop pintu kamar. Ia langsung merapikan barang-barang dari rumah sakit ke almari. Baju-baju kotor ia sisihkan di keranjang untuk dicuci besok. Sedangkan Amira menidurkan Aira di ranjang box bayi yang berada di kamarnya.
Amira sedikit lelah. Ia menidurkan tubuhnya di atas ranjang. Sembari menunggu Ali mandi, sepertinya tidur sebentar adalah cara terbaik untuk menghilangkan lelah.
30 menit kemudian
Ali keluar dari kamar mandi sudah memakai celana pendek selutut dan kaos berkerah lengan pendek. Ia mengerutkan dahinya saat melihat Amira tidur berbaring di ranjang.
"Mir, bangun!" Ali duduk di sisi ranjang seraya tangannya menepuk-nepuk tangan Amira pelan. Namun, Amira masih belum bangun. Ali menggoyang-goyangkan tubuh Amira. Namun, Amira juga tak kunjung bangun. Ini Amira yang memang susah dibangunkan atau memang ia terlalu lelah sampai tidur sulit dibangunkan.
"Amira," Ali sedikit memanggilnya sedikit keras.
"Astagfirullah," Amira terkejut saat melihat Ali tiba-tiba duduk di sampingnya dan mendekatkan wajahnya dekat dengan Amira.
"Mandi sana, udah jam setengah 6 sore. Nggak baik tidur jam segini. Aku mau siap-siap sholat ke masjid. Jaga Aira di rumah ya?"
Amira mengangguk. Ia beranjak turun dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi. Bisa-bisanya Ali mengagetkan Amira seperti itu. Saat ini jantung Amira berpacu dengan kencang lagi tak beraturan gara-gara Ali.
Ali terkekeh pelan saat mendengar gerutu Amira. Batinnya ternyata membuat Amira kesal menyenangkan juga. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengingat raut wajah Amira yang kesal. Ali mengambil baju koko, sarung dan sajadah yang tertata rapi di almarinya. Ia mengganti pakaiannya dengan baju koko berwarna biru polos dan sarung berwarna cream.
Seraya menunggu Amira selesai mandi, Ali duduk di sisi ranjang kembali. Sorot matanya tertuju ke arah bingkai foto yang berdiri di atas nakas samping ranjangnya. Ia tersenyum tipis mengambil bingkai foto yang memperlihatkan foto Vina sedang tersenyum simpul dan jari tangannya berpose melambangkan huruf L. Terlihat cantik, "Jangan khawatir ya? Anak kita baik-baik saja."
Ali menaruh kembali bingkai foto tersebut ke tepat semula. Ia menyadari kalau Amira sudah selesai mandi.
"Sudah selesai?" tanyanya saat melihat Amira masih berdiri mematung di depan pintu.
"Su-sudah," jawabnya terbata-bata saat Ali tiba-tiba Ali memanggilnya dan mengetahui ia masih mematung di depan pintu. Sebenarnya Amira sudah selesai sedari tadi. Sedikit ada rasa sesak di dada Amira saat Ali sedang memandang bingkai foto Vina. Tapi cepat-cepat ia harus menepis pikiran itu. Lagi pula, wajar jika Ali masih mencintai Vina.
"Susah adzan magrib, aku siap-siap ke masjid dulu. Jaga Aira ya?"
"Iya Mas,"
"Papa pergi ke masjid dulu ya sayang, jangan rewel!" ucapnya pada Aira yang masih tertidur di ranjang box bayi.
Ali melirik Amira dan mengukir senyum simpul ke arah Amira, "Assalamualaikum,"
"Waalaikumusalam, hati-hati Mas!"
Amira menghela napas berat. Ia bingung dengan perasaannya. Kenapa seperti ini. Seolah-olah ia cemburu saat Ali masih mencintai almarhum istrinya. Tidak. Kenapa sulit sekali menepis rasa cemburu itu. Bukankah sudah membaik jika Ali tak mengabaikannya dan bersikap seperti biasa. Kenapa malah berharap lebih seolah-olah ingin menempati hati yang masih ditempati orang lain?
"Maaf Vin, aku seolah-olah egois seperti ini! Padahal aku tidak seharusnya bersikap seperti ini," gumamnya seraya memegang bingkai foto Vina yang beberapa menit lalu sempat dipegang oleh Ali.
Bersambung....
Malang, 8 Mei 2020
Hey Alhamdulillah author back again 🥰🥰🥰 Lagi kebanjiran ide jadi author up cepet. Rasanya seneng pas buka lapak reader naik terus. Terima kasih ya? Terima kasih juga sudah membaca sampai sejauh ini cerita Amira. Ambil baiknya buang buruknya. Author juga minta maaf kalau sering Hiatus. Terima kasih banyak sudah menyempatkan vote juga 🥰 Jangan lupa komen juga ya?
Setelah ini satu part lagi rencana in shaa Allah author mau up cast tokoh-tokoh yang ada di cerita ini versi author ya? Tapi meskipun author punya versi sendiri buat cast nya. Kalian gak perlu khawatir kalian juga bisa mengimajinasikan tokoh-tokoh di cerita ini sesuai versi kalian masing-masing author tidak membatasi kok! Kita bisa imajinasikan bareng-bareng awowkowkwok
Terima kasih
Love you
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro