Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAGIAN 1 - HIJRAH KARENA ALLAH

Aku memang bukan wanita yang sempurna, tapi atas izin Allah aku akan berusaha menjadi wanita yang Allah cintai. 

----------------------

Lantunan tasbih perlahan diucapkan lewat lisannya. Genggaman tasbih ditangannya ia pegang seerat mungkin. Sesekali ia menitihkan air mata. Ia menegadahkan tangannya, memohon ampun kepada Rabb yang sangat dicintainya.

"Ya Rabb, Ampunkanlah dosa hamba yang hina ini. Ampunkanlah dosa hamba yang selama ini hamba lakukan baik sengaja atau tidak. Ampunkanlah doa orang tua hamba yang sangat hamba sayangi. Ampunkanlah dosa saudara muslimin muslimah. Ya Rabb, beri kesehatan kepada hamba, orang tua hamba, dan saudara muslim muslimah. Lindungilah selalu saudara hamba yang ada di suriah, palestine, gaza, dan rohingnya."

"Ya Rabb, hamba serahkan hati ini kepada-Mu, maafkan hamba yang selalu terlibat dalam cinta yang tidak halal yang tidak engkau ridhoi. Maafkan hamba selalu menyebut namanya lagi dan lagi dalam doaku. Rabbi, ingin sekali hati ini tidak berharap pada manusia dan ingin sekali hamba hanya berharap kepada-Mu saja. Rabbi, bimbing hamba selalu di jalan-Mu. Jadikan hamba wanita sholihah yang selalu Engkau cintai."

"Rabbi, jaga dia selalu. Tak mengapa hamba tidak bertegur sapa dengannya. Aku berharap doa ini bisa mengantarkan hamba merindukannya. Rabbi, ingin sekali hamba bertanya mengapa sekian lamanya hati hamba hanya terpaut padanya saja. Mencintainya seperti menyiksaku dalam bayangan angan-angan saja. Bahkan sang pemilik nama yang selalu aku sebutkan dalam doa tidak mengetahui seberapa sering aku menyebutnya dalam doa."

"Rabbi, jaga selalu hatiku. Agar tidak terlalu berharap kepada manusia, dan selalu berharap hanya kepada-Mu. Aamiin." Ia menutup doanya dengan derai air mata yang menetes di pelupuk pipinya. Setelah mengucapkan beberapa untaian doa yang ia panjatkan. Ia merasa tenang.

"Alhamdulillah," ucapnya sembari tersenyum tipis.

Ya, setelah menyelesaikan sholatnya. Gadis itu melipat mukena dan sajadah yang ia pinjam di masjid kampus. Setelah itu ia keluar menuruni anak tangga masjid. Ia membawa beberapa buku di tangannya sedangkan dibelakang terdapat ransel yang menempel di punggungnya. Gadis berkhimar abu-abu berjalan menyusuri lorong ruangan kuliah. Sesekali melirik jam yang melingkar di tangannya.

"Iraaaaa....," panggil seseorang dari belakang. Gadis itu langsung menoleh ke sumber suara.

Ya, dia adalah Amira Azahra. Di kampus sering dipanggil teman-temannya dengan sebutan Ira. Namun, di keluarganya ia tetap dipanggil Amira. Orang tuanya memberi nama Amira Azzahra. Ya, hanya dua kata saja mereka memberikan nama. Ayahnya ingin memberi nama yang cocok untuk anaknya tidak panjang kata maupun tidak pendek kata. Jadi ia memberi nama dengan dua kata saja yang menurutnya lebih baik seperti itu. Lain dengan kata Ibunya, namanya memiliki arti yang sangat indah. Kata ibunya, Amira berarti puteri dan Azzahra berarti luas biasa dan cerdas.

"Ehh, Dinda. Kamu juga baru berangkat?" ucapnya.

"Iya Ra, aku tadi kena macet di jalan. Ya, jadi berangkatku agak telah deh," ucap Dinda sahabatnya itu.

"Yaudah yuk langsung masuk kelas!" ucapnya sembari melihat jam yang melingkar di tangannya.

Keduanya langsung masuk ke kelas. Mereka mengambil jurusan sastra. Kebetulan hari ini adalah kelas Pak Andi. Pak Andi dikenal sebagai dosen killer.

"Pengumuman, Pak Andi hari ini berhalangan hadir karena ada work shop yang harus dihadiri. Jadi kuliah hari ini ditiadakan. Diganti tugas penyusunan artikel jurnal dikumpulkan besok. Sekian terima kasih," ucap salah satu mahasiswa yang diduga menjadi ketua tingkat.

Diduga? Dikira narapidana kali wkwk....

"Ahh... sialan tuh orang. Dikata kita otak mainan bisa kerja cepet sehari jadi," ucap salah satu laki-laki yang duduk dibelakang.

"Iya tuh, ah elah seenaknya sendiri kita kuliah juga bayar woy," tambah seorang laki-laki berambut kribo.

"Pengen gue tampol aja itu mukanya," tambah Dinda yang duduk di samping Ira.

"Sabar Din, Pak Andi nggak jahat seperti yang kamu kira." ucap Ira sembari menulis catatan di bukunya.

"Sabar apaan, Ra! Nggak bisa sabar gue kalo gini," ucap Dinda.

Ira hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena ucapan Dinda yang mulutnya tidak bisa diam. Dinda memang sahabat Ira sejak mereka menjadi mahasiswa baru sampai mereka sekarang menginjak semester enam.

"Eh, Ra aku bingung deh...," tanya Dinda.

"Hmm...," gumam Ira.

"Kok kamu sekarang berubah sih Ra?" tanyanya lagi.

"Berubah gimana?"

"Kerudung makin gede, jarang ikut kita shopping, sering ikut kajian, ngomongnya alus bener kek trotoar, pokoknya banyak deh yang berubah," ucap Dinda.

"Nggak tau Din, mungkin Allah sudah menakdirkanku seperti ini. Tapi aku bersyukur Allah beri aku jalan yang terbaik." Jawab Ira dengan senyum tulusnya.

"SubhanaAllah, Ira yang dulu kalo ngomong suka ngasal, petakilan, sekarang udah jadi wanita sholihah. Sayaaaaanggggg... Ira," ucap Dinda sembari memeluk Ira dengan erat.

Ira hanya tersenyum menanggapi kelakuan Dinda yang dari dulu sikapnya ceria. Ia berharap suatu saat nanti Dinda mengikuti jejaknya. Dinda bisa memakai kerudung seperti layaknya muslimah pada umumnya. Memang saat ini sulit untuk mengajak Dinda memakai kerudung, tapi Ira yakin suatu saat nanti Dinda bisa seperti dirinya.

***

Kring-kring-kring

Kring-kring-kring

Kring-kring-kring

Dering suara ponsel berbunyi di atas nakas,

"Assalamualaikum, Ibu?"

"Waalaikumussalam Amira, Ibu telfon dari tadi kenapa nggak diangkat?" ucap ibu amira dalam telephone.

"Maaf Bu, tadi Amira lagi di kamar mandi," ucap Amira dengan lemah lembut.

"Ya sudah Ra, kamu bagaimana kabarnya? Kamu kapan pulang? Ibu kangen." ucap Ibunya.

"Alhamdulillah Bu, Amira baik. Ibu dan Ayah jaga kesehatan di sana yah? Ira minggu depan pulang In shaa Allah," ucap Amira yang menahan tangisnya. Hati Amira mudah rapuh ketika Ibunya sudah menelfon. Ingin sekali rasanya Amira memeluk Ibunya. Jujur ia tidak bisa jauh dari Ibunya.

"Ya sudah Nak, kamu hati-hati disana yah?" ucap Ibunya.

"Iya Bu." ucap Amira dengan senyum kerinduan. Menjadi anak rantau memang sulit untuk tidak terjebak dalam kerinduan yang panjang. Terlebih kerinduan akan keluarga terkasih.

"Ibu tutup dulu Amira, Assalamualaikum." ucap Ibunya.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawabnya.

Sambungan telephon sudah tertutup. Amira langsung bergegas mengambil mukena untuk melaksanakan sholat dhuhur. Ia menggelar sajadah dan memakai mukenanya. Ia melaksanakan sholat dengan sangat khusyuk. Tak lupa setelah ia mengakiri salam dalam sholatnya. Ia mengambil tasbih orange pemberian dari ibunya.

Tok-tok-tok

Suara ketukan pintu kamar kos Amira,

"Ra, bukain pintunya Ra...," ucap seseorang yang ada di luar.

"Iya bentar," jawab Amira yang masih memakai mukena dan membawa tasbih di tangannya.

"Eh, Ninda. Ada apa?"

"Itu ada laki-laki yang nyariin kamu di depan." Jawabnya.

"Laki-laki? Siapa?" tanya Amira.

"Ya nggak tau lah, udah sana kamu samperin." ucap Ninda teman kosnya Amira.

Amira hanya mengangguk. Sedangkan Ninda kembali ke kamarnya. Karena takut tamunya menunggu lama, Amira langsung melepas mukena dan mengganti dengan kerudung navy panjang yang biasa ia pakai di rumah. Ia bergegas keluar kamar untuk menemui tamunya.

Ketika sampai di pintu depan, terlihat seorang laki-laki membelakangi Amira.

"Assalamualaikum," Amira memastikan siapa laki-laki itu.

"Waalaikumussalam, Ra!" ucap laki-laki itu dan menghadap ke Amira.

"Ohh, Reyhand. Aku kira siapa." ucap Amira.

"Ra, kamu minggu ini jadi pulang bareng nggak?" tanya Reyhand.

"Emm... Boleh Rey," jawabnya.

"Nah, kebetulan. Berarti kita pulang berempat." ucap Reyhand.

"Kok berempat? Siapa aja?" Amira menggerutkan alisnya. Tidak tahu yang dimaksud Reyhand.

"Iyalah Ra. Kan aku, kamu, Nadya pacar aku sama yang satunya itu ntar kamu juga tau," ucap Reyhand.

"Ya sudah Rey, terserah kamu aja."

"Oke sip Ra, aku pamit dulu yah?" ucap Reyhand sambil mengacungkan tangan jempolnya.

Amira hanya mengangguk dan tersenyum memperhatikan punggung Reyhand yang beranjak menjauh. Amira menghela nafas lega. Ia akan segera pulang ke kampung halaman. Bersyukur di sini dia bisa pulang bareng teman-temannya karena satu kampung. Amira kembali menutup pintu depan kos dan beranjak menuju kamarnya.

Dreettt...Dreettt...Dreett

Suara getar ponsel Amira berbunyi, tertera duabelas digit nomor tidak dikenal yang menelfon Amira.

"Nomor siapa ini?" gumamnya.

"Assalamualaikum, dengan siapa?" ucap Amira mengangkat panggilan telfon.

Bersambung....

Malang, 28 Juni 2018

Assalamualaikum, hari ini aku kembali bawa cerita Amira Azzahra. Nah cerita ini rombakan dari Angan dan Impian.

Semoga suka ya...

Jangan lupa juga baca Al-Qur'an dan murajaah untuk nambah hafalan ya?

salam sayang dari author,

Jazzakumullah khairan,

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro