Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Perlombaan

Kemalangan menimpa kelas 11 IPA A hari ini, Velika harus izin bersekolah karena menderita tipes yang mengharuskannya opname di rumah sakit. Dengan itu, salah satu peserta dinyatakan gugur.

Sisa dua orang, Adrian Hermandra dan Erina Yudika yang menjadi penentu hasil lomba kali ini. Erina terus berjalan mondar-mandir di dalam kelas; wajahnya menyiratkan kepanikan. Ia membiarkan setiap rasa gugupnya mengalir dalam jemarinya yang ia mainkan.

"Duh, Rin, santai, ini cuma lomba—" Oline mengelus pundak Erina, sepertinya dia juga ikut frustasi melihat tingkah sahabatnya yang selalu panik.

"Tuh, tengok, si Adrian aja santai banget." Naira melirik Adrian sekilas, mendapati lelaki itu tengah fokus pada ponselnya.

"Ini hanya perlombaan kecil."

Kata-kata Adrian tempo hari berputar di benak Erina.

Bagi Adrian mungkin perlombaan hanyalah hal sepele, tapi bagi Erina, perlombaan merupakan batu tanjakan yang bisa membuat ia mengerti rasanya diakui, rasa menerima tatapan yang menyiratkan kebanggaan.

Erina memilih jalan mati dengan mengikuti lomba pidato bahasa Indonesia juga, membuat ia harus pandai-pandai membagi waktu antara kedua lomba tersebut.

"Erina." Suara laki-laki khas itu melewati indra pendengaran Erina, membuyarkan semua lamunan kekhawatirannya. "Ayo latihan sebentar di ruang mading." Gadis itu mengangguk patuh.

Sementara Oline dan Naira mendadak saling bertatapan, berbicara lewat ekspresi wajah, dan kemudian tertawa sembari menatap Erina yang berlalu pergi dengan tatapan bingung.

***

"Kamu kelihatan tidak tenang sedaritadi."

"Memang. Dua lawan tiga mana bisa menang." Erina menatap lesu lelaki itu, kertas materi di tangannya sudah lecak parah akibat remasan tangannya yang terlalu ekstrem.

"Bisa saja." Adrian menjawab santai. "Apa yang tidak mungkin?"

"Oh iya, kan ada kamu, kamu itu bisa menjawab semua pertanyaannya dengan benar, pasti." Frekuensi bicara Erina melemah, kepalanya menunduk.

Sebenarnya bukan mengenai kalah atau menangnya kelas mereka dalam perlombaan kali ini, melainkan tentang diri Erina yang juga ingin menjadi 'orang yang penting' dalam kelompok.

Ternyata penyebabnya bukan Velika, ya.

Erina membenci dirinya sendiri yang terus frustasi karena alasan yang terdengar sederhana, terobsesi untuk diakui, dan terobsesi juga untuk menjadi manusia yang mencolok.

"Aku tidak sempurna, begitu juga kamu. Kita akan bekerja sama." Adrian menarik kertas materi Erina, memandangnya sejenaknya. "Kamu tidak bodoh. Kamu mencoba memahami semua materi ini"

Bodoh, Erina, bodoh. Kamu baru saja membuat seseorang menumpukan rasa simpatinya padamu, bisa jadi Adrian akan melewatkan beberapa soal supaya aku merasa tidak tersaingi—

"Erina. Kita hanya bisa berusaha." Ada jeda di antara kalimat Adrian. "Dan berdoa."

"Untuk saat ini, kita bukan saingan, kita adalah teman satu tim."

"Aku tidak menyangka seorang Adrian Hermandra bisa juga menghibur seseorang." Ada untaian senyum yang tercetak di atas bibir Erina, gadis itu kini merasa lebih tenang.

Yang penting berusaha, ya? Kenapa aku jadi melirik Adrian seperti sainganku? Dia, kan, teman seperjuangan.

Adrian mendecak halus, menghindari kontak mata dengan Erina. Ia melepaskan kacamatanya lantas mengelapnya sembari berbicara. "Aku terlihat aneh, ya?"

"Ga, ga sama sekali." Erina langsung menggelengkan kepalanya, diikuti dengan gerakan tangan yang menyalahkan pemikiran Adrian. "Aku cuma kaget aja, soalnya kamu bukan tipe orang yang suka basa-basi."

"Kamu juga."

Entah kenapa kalimat itu terdengar familiar di telinga Erina, basa-basi. Benar, Erina tidak akan pernah 'berbasa-basi' dengan lelaki berkacamata di depannya apabila tidak melihat kejadian di gudang tempo hari.

"Makasih, ya." Erina berdiri dari bangku, mengambil kembali kertas materi dari jemari Adrian.

Senyuman ketiga dari Adrian. "You too."

Lantas keduanya berjalan keluar dari ruang mading ketika suara yang berbicara mengenai pelaksanaan lomba cerdas cermat, yang segera dimulai, menguar di setiap sudut sekolah.

***

Cerdas cermat di Bina Garuda terbagi menjadi dua. Sektor IPA yang akan diadakan terlebih dahulu, diikuti dengan sektor IPS yang akan diadakan 1 jam setelah perlombaan sektor IPA selesai. Terdengar sedikit berbeda dari kebanyakan sekolah yang mengujikan pengetahuan umum.

Erina menatap bangku di sampingnya yang seharusnya ditempati oleh Velika. Ada kecemasan yang mulai memicu tempo detak jantungnya.

Ada ratusan pasang mata yang tengah menyorotkan pandangan pada enam meja di aula. Erina menatap saingannya yang kelihatannya sudah memiliki persiapan matang dan siap menghantam kelas mereka habis-habisan.

Gadis itu memalingkan kepalanya ke kanan, memandang lelaki berkacamata itu dari sisi samping. Benar. Adrian bisa menguasai perlombaan, dia adalah peringkat pararel pertama.

Dan Erina adalah peringkat pararel kedua. Gadis itu kembali terpikir oleh ekspetasi orang-orang yang akan membebaninya.

Sejatinya, ada kemungkinan bahwa saingannya memandangnya sebagai penghalang yang begitu hebat. Nyatanya, Erina sendiri tidak yakin bisa menjawab lima soal pun dari total 45 pertanyaan.

Sambutan dari panitia terdengar, membuat rasa takut di dada Erina membuncah. Kegugupan itu seakan-akan meluap terlalu deras, membuat tangan Erina menjadi dingin.

"Goodluck." Suara Adrian di samping membuat Erina menoleh.

"You too."

Dan perlombaan dimulai.

"Baiklah, pertanyaan pertama: Osteichthyes memiliki gelembung renang berdinding tebal yang terdapat dalam rongga tubuh sebelah dorsal. Apakah fungsi gelembung renang tersebut?" Suara panitia itu menimbulkan bunyi bel yang nyaris serentak. Panitia menunjuk kelompok C, tanda bahwa mereka dipersilahkan untuk menjawab.

"Sebagai alat hidrostatik." Gadis dengan potongan rambut cepak itu menjawab dengan percaya diri.

"Benar!" seru panitia yang membuat Erina semakin panik, mereka kehilangan soal pertama.

"Next. Disebut plasmolisis apakah pengkerutan yang menyebabkan seluruh protoplasma terlepas dari din—"

Erina langsung menekan bel tanpa pikir panjang bahkan sebelum panitia selesai membacakan soal,  sejujurnya ia tak tahu jawaban pastinya. "Plasmolisis sempurna."

Dengan melihat kaitan dari kata 'plasmolisis' dan 'seluruh' dalam soal, maka jawabannya tak lain merupakan plasmolisis yang mengalami pengerutan 'sempurna tanpa sisa'. Plasmolisis tanpa sisa terdengar aneh, maka Plasmolisis sempurna akan menjadi jawaban yang tepat.

Erina bertaruh, tidak masalah bila dia salah menjawabnya, lagipula—

"BENAR! Satu poin untuk kelompok A."

Yes!  Erina mengepalkan tangannya dengan erat, tak lupa juga ia menampilkan senyum kecil pada teman satu timnya.

Pertanyaan yang dibacakan semakin banyak, dan semakin banyak helaan napas yang dilakukan oleh Erina dan Adrian. Kehilangan Velika membawa dampak besar bagi skor mereka.

Meski hanya berdua, Adrian dan Erina berusaha sepenuhnya, dan berusaha untuk tidak peduli dengan berapa nilai lawan. Karena keduanya akan menikmati pertandingan ini sebagai suatu pelajaran dan pengalaman.

Di saat itu, Erina berusaha untuk tidak peduli apakah dia akan bersinar atau tidak, yang penting dia sudah melakukan yang terbaik, berusaha menaikkan nilai mereka.

Pengalaman tetaplah berguna, tidak peduli apakah kamu menang atau kalah. Yang penting kamu sudah berusaha.

To be continued ....

1006 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro