Selasa, 26 Juni 2023
Prompt: "Aku jatuh cinta dengan alien."
La Vedra | #science fiction, space opera, alien invasion
warning content: violence, mature, dark comedy, angst
[2284 words]
La Vedra, tahun 2178
Venture Ship baru saja masuk ke dalam area dek Satelit La Vedra, ketika pesawat antariksa seukuran raksasa itu membuka dua bilah pintu baja secara bersamaan di kanan badannya. Venture Ship-Pesawat Luar Angkasa Pengembara-terbang rendah, hingga akhirnya bagian alasnya mengeluarkan empat roda untuk mendarat. Ketika sampai di lantai baja Satelit La Vedra yang tebal, roda-roda Venture Ship mendesing seiring badan pesawat memelankan kecepatan, kemudian empat roda itu bertransformasi menjadi kaki besi yang menancap dengan mantap.
"Lapor," kataku pada earphone, "Venture Ship IDN 017 telah tiba. Sekali lagi, Venture Ship IDN 017 telah mendarat di La Vedra."
Dua bilah dinding besi raksasa menutup, Venture Ship milik Indonesia telah masuk ke dalam badan La Vedra. Senyumku mengembang senang, saat empat kru pesawat bersetelan hitam, yang memiliki lambang bendera merah putih di bahu keluar dari pintu Venture Ship secara bergantian-kendati tampak tubuh mereka lelah. Itu artinya keempat krunya selamat dari tugas mengembara di luar angkasa. Namun, senyumku berubah jadi raut panik, dan kedua tungkai kakiku mendadak lemas ketika mendapati salah satu di antara mereka tampak berjalan melompat-lompat, saat dua yang lain membopong lengannya. Barulah sedetik kemudian aku sadar, kalau temanku itu kehilangan satu kaki-secara harfiah.
Aku lekas turun dari lantai dua garasi, berpapasan dengan puluhan petugas La Vedra di lorong kaca, menuruni undakan demi undakan dengan cepat. Tak hanya aku, bahkan satu tim medis bergerak cepat di arah yang berlawanan denganku.
Pesawat Pengembara-Venture Ship-yang tingginya setara dengan helikopter militer AU, berjejeran di garasi La Vedra-di dalam sini, di garasi sayap kanan. Aku hampir tersandung ketika berpapasan dengan seorang petugas mesin pesawat yang tengah mendorong minirobot automotif-robot pembantu di bagian mesin.
"Prama!" Aku berteriak. Beberapa petugas La Vedra dari belahan bumi lain menyingkir-cukup tahu bahwa aku salah satu bagian dari kru pesawat yang baru saja mendarat. "Apa yang terjadi dengan Nikolas?!"
Prama dan Erlangga membopong kedua lengan pemuda yang tengah lemas itu. Tubuh Nikolas tampak membungkuk. Sekali lagi, aku tak berani menatap bagian bawahnya: kaki kanannya, mulai dari pangkal lutut hingga mata kaki sudah tak ada. Darah mengucur di area lututnya yang bopong, menampakkan juga tulang lututnya yang sedikit mencuat berpadu dengan darah merah kental. Sungguh pemandangan yang sangat, sangat, sangat tak enak dipandang. Kurang ajarnya, aku sempat beradu pandang dengan yang punya diri- Nikolas-dan pemuda itu malah menyunggingkan senyuman, seulas senyum bangga atau kesakitan, sambil mengacungkan dua jari tengah padaku.
"Beruntunglah kau nggak mati, Nik," kataku padanya. "Bayangkan kau jadi mayat satu kaki-lihat betapa rampingnya bagian bawahmu ketika dibungkus." Aku kemudian menole pada Prama, "Tim medis segera datang-dan bagaimana ini bisa terjadi?!"
Ekspresi wajah kawan-kawanku tampak lemas, dipenuhi peluh. Aku tahu kepala mereka selalu berada dalam helm khusus ketika bertugas. Namun, setitik raut wajah menjengkelkan yang terulas di antara mereka membuatku mengerutkan kening.
"Kami menemukan mereka," kata Karan. Rambutnya tampak basah dan acak-acakan. Kedua mata kami sempat beradu. Aku tidak menemukan barang setitik sorot kebohongan di sana. "Kami berhasil menemukan mereka."
***
Kami telah ditempatkan dalam kamar khusus. La Vedra sangat memberikan fasilitas lebih kepada seluruh rekrutannya. Itu salah satu hal yang membuat kami betah selama setahun belakangan. Makanan yang diantar oleh robot-robot setiap pagi, bahkan tab yang rusak akan segera datang yang baru setelah 30 menit berikutnya. Tak heran begitu, kami betul-betul dimuliakan, karena tugas kami di sini menggunakan nyawa sebagai bayarannya. Tambah lagi, diluar gaji dengan angka fantastis yang kami dapat, keluarga kami di bumi bakal mendapat tunjangan juga oleh La Vedra.
Nah, kabar baiknya. Berita Venture Ship IDN017 milik Indonesia yang berhasil menemukan entitas asing di luar sana, menyebar di sepenjuru La Vedra yang luas. Bahkan, Ed. Troya-seorang pria Ukraina yang jabatannya serupa Presiden di Satelit La Vedra-langsung turun ke bagian bawah, tempat istirahat ratusan petugas pengembara, demi memberikan apresiasi untuk kru kami. Selain nominal gaji akan bertambah, kru-ku juga bakal dapat kesempatan bertemu Ed. Troya yang super sibuk.
"Untuk yang pertama kalinya dalam 20 tahun," pujinya. Semburat bangga terpatri di guratan kulit wajahnya. "Terima kasih untuk kalian. Karan dan rekan-rekan." Dia menjabati tangan temanku satu-persatu.
Ed. Troya menoleh padaku, sembari mengulurkan tangan. "Dan untukmu, Aaron. Sebagai komunikator radar jarah jauh. Kau berhasil membimbing kawan-kawanmu."
Aku menjabat tangannya dan mengucap terima kasih tanpa bisa menahan kedua ujung bibir yang terangkat. Ada gejolak bangga di dalam sana yang menggebu-gebu. Bukan hal mudah untuk mendapatkan apresiasi secara langsung dari Presiden La Vedra. Beruntunglah kami berlima bisa menerima itu.
Usai membicarakan hasil tugas bersama Ed. Troya dan jajaran ketua lainnya, kami diberitahu untuk istirahat guna mengikuti konferensi malam nanti. Nikolas sedang berada di area Medic La Vedra ditemani Prama dan Erlangga. Di dalam ruang-kamar lebih tepatnya, hanya ada aku dan Karan tengah menyaksikan sebuah film lawas tentang invasi alien pada tab putih milik pemuda usia dua empat itu.
"Jadi, bagaimana bentukkannya?-" Aku kemudian sadar pertanyaanku agak konyol. "-maksudku, penampilan alien yang kalian jumpai?"
Karan membetulkan posisinya agak ke tengah, hingga kami berdua berdempetan di rajang dekat jendela kaca transparan yang luarnya menampilkann sebuah bola raksasa dengan corak hijau dan kebiruan, serta segaris putih bak kuas cat yang dibalurkan pada kanvas, tampak melayang di angkasa yang bertabur bintang. Suara Karan rendah saat ia berujar, "Menurutmu bagaimana, sampai-sampai Nikolas kehilangan satu kaki?"
"Hm ... aku tak punya gambaran." Keningku tertekuk dalam, "Soalnya, tahun 2137-atau sekitaran itu-Presiden AS pernah menyatakan kalau alien sebetulnya nggak serupa seperti yang orang-orang bayangkan: kepala bentuk segi tiga dengan mata besar, berkulit putih, mengerikan, dan blablabla-justru malah sebaliknya, alien adalah entitas asing di luar planet kita. Begitulah kira-kira. Jangan lupa juga, kita ini sebenarnya juga alien, bagi mereka."
"Yah, aku tahu, aku tahu," kata Karan tampak berusaha setuju. Telunjuknya mengusap layar, guna mencepat adegan aksi yang membosankan. "Sejujurnya, Aar, kami bahkan tidak kepikiran untuk mendaratkan Venture Ship ke Kepler-452B. Karena-meski layak huni-planet itu tampak tak menandakan ada jejak suatu entitas lain dari data La Vedra. Namun, ketika Venture Ship kami dengan sengaja terbang rendah di tata surya itu, computer database dan system radar Erlangga menampilan sesuatu hal lain."
Aku memandangnya penasaran. "Kukira 10 menit hilang kontak dari radar, mesin pesawat kalian oleng atau kalian tewas di sana, tapi rupanya kalian berempat mendarat di Kepler-452B-yang sebetulnya masuk dalam daftar ditandai zona merah oleh ahli matematika & astronomi Jerman bawahan Ed. Troya?"
Karan diam sejenak, lalu nyengir. "Yah, kalau kami tak memutuskan kontak, Tim komunikasi La Vedra bakal tahu kami akan mendarat di sana," katanya. "Namun, zona merah yang Ed. Troya maksud itu berbeda dengan apa yang mereka duga selama ini."
Aku tiba-tiba meluruskan punggung. Karan sedikit tersentak, bahkan tab di tangannya hampir meluncur jatuh ke lantai putih ruangan. Ini benar-benar kacau. Aku kira, keempat timku sungguhan menemukan entitas asing di luar tata surya bima sakti, bukan dari jajaran planet yang diberi zona merah. Namun, nyatanya mereka melanggar aturan La Vedra. Dan tentu saja menghianati Ed. Troya dan La Vedra itu sendiri. Tinggal menunggu waktu, ini semua bakal terungkap.
"Kalian menemukan entitas asing di zona merah, dan melanggar kode etik La Vedra," kataku berusaha tetap bernada netral. Karan melayangkan tatapan tak terima atas kalimatku. "Itulah mengapa Nikolas kehilangan satu kaki? Kalian sempat beradu-entah itu saling bacok, berseteru atau apa pun itu-di Kepler-452B?!"
"Tapi itu tidak seperti yang kau pikirkan! Zona merah tak selamanya buruk. Mereka yang kami temui sebetulnya tak seberbahaya yang La Vedra kira!" Karan membela. Dia menegakkan punggung.
Aku mendesah kecewa, "Ran," kataku. "Zona merah, tetaplah zona merah." Lalu mengacak rambut dengan gusar, sebelum betul-betul hengkang dari ruangan.
***
Konferensi sedang berlangsung di Sentral Area ketika co-pilot memberitahu kalau La Vedra kedatangan puluhan pesawat asing. Tim Radar tak menemukan data krusial kalau benda yang sedang terbang mengarah kemari itu berasal dari Planet Bumi. Lalu tak lama, dalam hitungan detik ledakan terjadi di bagian kanan La Vedra.
Kami yang tengah berada di dalam Sentral Area seketika menegang. Aku berdiri, menyaksikan puluhan petugas, termasuk rekan Ed. Troya berlarian panik menuju pintu keluar. Dari balik sekat dinding kaca transparan yang tebal, puluhan orang bersetelan hitam, dengan lambang bendera negara masing-masing di bahu, lalu-lalang dilanda euforia ketegangan. Seseorang kelihatan tak sengaja jatuh, lalu ditimpa yang lain. Kekacauan terjadi di mana-mana.
"Apa yang kalian tunggu?!" Karan menoleh, "Cepat selamatkan diri kalian!"
Aku, Prama dan Erlangga mengikuti punggung Karan. Berserobok bersama puluhan petugas La Vedra di lorong besi utama dekat dinding kaca-yang merangkap juga sebagai jendela-di bagian depan sayap kanan. Hingga bisa menampakkan kalau di area paling ujung, bagian pintu tempat seluruh pesawat Venture Ship, telah meledak. Terbakar. Bersatu-padu dengan gumpalan asap, yang melemparkan puing-puing besi ke segala arah.
Di area yang sudah setengah terbuka itu, beberapa pesawat silver berbentuk cembung masuk. Kupikir mereka mendarat atau semacamnya. Apa yang sebenarnya entitas asing itu inginkan?
Derungan-derungan pesawat lain tiba-tiba terdengar, aku pikir mereka adalah bagian dari entitas asing itu. Namun, nyatanya sumber suara itu berasal dari bagian sayap kiri. Pesawat-pesawat jet khusus-yang seingatku hanya terdapat dua jok- bermunculan bagai kumpulan laron. Ada yang membuka pintu di sana. Artinya, segelintir orang-orang La Vedra sudah keluar guna menyelamatkan diri.
Nahasnya, puluhan pesawat asing itu menargetkan tembakan bertubi-tubi pada jet-jet milik La Vedra. Hingga ledakan-ledakan bagai bom terjadi di angkasa yang berdentum-dentum oleh pendengaran. Seketika nuansa luar bumi diisi oleh pancaran-pancaran sinar ledakan. Puing-puing pesawat melayang-layang tanpa arah.
Kami masih berlari di lorong besi, ketika sekat penutupnya menjeblak terbuka, terpelanting dan hancur. Mengenai seorang petugas bersetelan hitam tepat di tengkorak kepalanya. Tab di kedua tangan pemuda itu meluncur jatuh, bersamaan tubuhnya yang limbung ke bawah juga darah mengucur dari lubang kepalanya-yang masih disangkuti bagian dari puing besi.
Invasi makhluk asing itu sungguh gesit hingga sampai di lorong utama dalam hitungan menit. Kami beringsut mundur ketika fokus tertuju hanya pada satu objek di depan. Beberapa petugas La Vedra pun di sekitar kami bereaksi sama. Di hadapanku, sekitar satu meter di antara sekat pintu besi yang hancur dan memercikan listrik dari kabel-kabelnya, ada entitas asing tengah berdiri. Makhluk itu berparas ... elok. Meski memiliki postur tubuh ramping, tangan dan kaki panjang yang berwarna biru laut terang, tampang wajahnya bagai seorang gadis muda beranjak dewasa. Satu lagi yang membuat indra penglihat tercekat, makhluk ini telanjang.
Bola matanya besar, dengan pupil eksotis warna ungu, lembut nan menghipnotis. Di luar fakta bahwa dia adalah entitas asing berupa alien, aku seratus persen kalau jantungku berdebar ketika memandangnya-maksudku memandang matanya, bukan area yang lain-secara harfiah. Entah karena ia telah membuat kru-ku luka-luka hingga Nikolas sampai kehilangan satu kaki, atau karena dia memiliki aura ... yang kuat.
Seolah menarik sesuatu yang ada di dalam dirimu mendekat ....
Aku menyukainya .... aku-
Tidak mungkin menyukainya, tapi-
Aku ... suka ....
Makhluk itu semakin bertambah jumlahnya. Ketika itu terjadi, ada dua kubu yang berbeda reaksi. Pertama, beberapa dari mereka seperti panik, lalu kabur melarikan diri, tetapi makhluk asing berwarna biru laut nan terang itu memiliki semacam kabel-atau itu adalah bagian diri mereka yang lain-di balik punggungnya. Hingga tak sampai dua-tiga langkah, kabel itu menembus di dada, kepala, perut dan wajah mereka yang berusaha kabur. Hingga di lorong ini dipenuhi bercak darah dan lolongan menyakitkan. Kedua, segelintirnya terus menatap tak berkedip barang sedetik pun. Aku tidak tahu mengapa, tetapi kumpulan makhluk asing yang semuanya berjenis kelamin perempuan itu seperti memiliki magnet di tubuh mereka-menarik sisi lain pada diriku untuk terus memandangi pupil ungu mereka yang elok, paras wajahnya yang indah berseri, dan rambut panjang mereka ... berkilau ....
Aku menyukainya ....
Ketika kami saling tatap satu sama lain, telinga mereka seolah berderik, makhluk itu mendesis .... Namun, aku tak bisa mengalihkan pandangan untuk sedetik pun-
"Aaron!"
Tatapannya indah ... seolah menghipnotisku ....
"Aaron-lekas-"
Aku menyukainya ... aku ... menyukainya ....
Lenganku ditarik seorang secara paksa. Namun, kesadaranku tak stabil dan usahaku untuk mengontrolnya sangat sulit. Mataku terus memandangi makhluk itu. Ia pun sama, seolah netranya berbicara padaku ... menarikku untuk memasukinya-
"Prama-cepat bantu aku menarik Aaron-Prama apa yang sedang kau lakukan-"
Itu ... suara Karan, tetapi mirip Erlangga atau Nikolas, Ed. Troya dan suaraku sendiri-entahlah. Bunyi-bunyi di sekitarku seolah menggema, berdenyar, hilang-timbul, mengalun bak irama .... Namun, aku ... menyukai matanya ... wajahnya indah ....
"Makhluk jelek itu menghipnotismu, sangklek!-jangan tatap matanya, Prama-dasar dongok-"
Karan ... kau bicara apa .... ?
Kedua tungkai kakiku mendadak melangkah ingin mendekati makhluk asing itu tanpa bisa kuhentikan, tetapi lengan seseorang terasa mengapit di leherku, dan tenaganya yang kuat berusaha menarikku. Aku megap-megap, tetapi-tetap saja-aku semakin menyukainya ... astaga, dirimu ... wahai alien Kepler-452b, atau Kepler-372 atau berapa pun itu, izinkan aku jatuh-
"Dasar goblok-" Karan, tolong berhenti bicara, ya. Sekali saja. "-bahlul-"
Leherku keram. Aku kesulitan bernafas, tetapi mataku sedari tadi tetap memandang makhluk itu ... dan rasa sakit itu hilang, berubah menjadi detakan jantung yang bertalu-talu. Kurasakan keningku basah. Telingaku mulai mendengar sesuatu seperti teriakan-teriakan serta ledakan yang berdentum di luar sana, tetapi suara itu menggema ... bagai melodi ... berirama ... bernyanyi ....
Makhluk itu agak bergerak. Hingga puncak kepalanya berserobok dengan langit-langit logam yang tebal. Akan tetapi, pandangannya tetap tertuju padaku. Pupil ungunya ... indah, seakan memunculkan tali-temali tak kasat mata yang menarik tubuhku untuk mendekat. Aku melangkah, tetapi kesusahan. Lengan seseorang masih mengapit di leherku, bahkan tangannya yang lain berusaha mengalung di perutku-
"Aku suka padamu ...." kataku refleks.
"Tolol-aku bukan homo-oh, jangan tatap matanya dasar goblok-"
Lalu tak lama, lantai yang kupijak seperti bergetar ... berdentum ... nikmat ... dan mengasyikan. Aku bahkan tetap menyukainya .... Teriakan-teriakan semakin menjadi-jadi, tetapi suara itu seperti jauh sekali sumbernya. Hawa panas mulai menjalar di sekujur tubuhku sampai ke wajah-aku tetap memandangnya. Tak lama ... di belakang makhluk biru itu muncul sesuatu yang merah, berdenyar dan merintih semakin mendekati kemari, memenuhi lorong .... Hingga yang terakhir kulihat adalah makhluk itu terkapar dalam api, dan seluruh tubuhku merasakan panas yang ekstrem. Lalu gelap. []
MBOHHHLAH yang penting setor ;-;
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro