Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jum'at, 29 September 2023


Prompt: "Aku merasa, sebelumnya kita sepertinya pernah bertemu, di suatu tempat yang jauh."

Déjà Vu | #science-fiction, psychological, misteri

warning: Alur cerita maju mundur. Tahun 2033, ketika main character di masa kini dan tahun 2017, masa lalunya.

[1491 words]

[2033]

"Aku merasa, sebelumnya kita sepertinya pernah bertemu, di suatu tempat yang jauh," kataku pelan. Mendengar atau tidak, pria bertopi baret, berkemeja hitam tanpa dasi di sebelahku tersentak sejenak. Kereta bawah tanah ini penuh dan sesak. Suara gemuruhnya menambah tegang situasi. Kendati begitu, aku yakin dia mendengarku—atau paling tidak, ia sadar kalau aku sedang berbicara padanya.

Dia tidak menoleh, tetapi hanya tersenyum tipis. Tatapan matanya yang tajam seolah memotong udara. "Mungkin." Ia menjawab singkat, lalu melanjutkan membaca bukunya yang bersampul hitam dengan gambar lambang segitiga, seakan-akan tidak ada yang aneh.

Aku merasa tidak nyaman, dan selalu berpikiran aneh. Aku yakin betul kalau pria ini bukanlah kenalan lama yang terlupakan atau seseorang tanpa sengaja kutahu, melainkan sosok yang seharusnya ... tidak kukenal. Namun, bagaimana mungkin? Hanya ada satu jalan untuk mencari tahu.

[2017]

Arda berada di perjalanan liburan ke sebuah kota kecil yang terletak di perbatasan Serani, dalam tujuan menemui orang tuanya. Dia tak tiba di sana tepat waktu sebab senja mulai meredup dan hujan deras turun dengan ganas. Pemuda pengidap rabun itu terpaksa berhenti di wilayah Bintalis—sebuah daerah yang sepi dan dikelilingi pehutanan subur.

Karena tak memiliki tempat tinggal yang sudah dipesan, dia memutuskan untuk mencari penginapan untuk menghindari hujan yang menderas. Tak lama, Arda menemukan sebuah motel kecil 2 tingkat yang terletak di pinggi aspal. Tampak seperti bangunan klasik, dikelilingi pagar tembaga yang ditumbuhi sulur liar. Terdapat 3 mobil sedan dan 1 motor kecil di area parkirnya, dan lampu neon biru bertuliskan 'Motel Arjuna' yang menyala berkeredep di bagian atas motel.

Malam itu, Arda disambut hangat oleh pemiliknya, dan pemuda itu bernapas lega sebab ia tak perlu risau. Ia berbaring di tempat tidur dalam kamar yang nyaman. Ia akan melanjutkan perjalanan besok, pikirnya. Masih ada sekitar 5 KM jarak yang harus ia tempuh.

Suara gemeletuk hujan sangat berisik di kaca jendela, tambah lagi gemuruh yang sesekali diselimuti petir membuat Arda bergidik. Pukul 22.43, pemuda itu sudah menarik selimut sebatas dada, sampai kemudian ia mendengar bunyi aneh di luar kamar. Kadang suara itu sampai membuat getaran pada lantai yang kasar.

Perlahan, Arda turun dari ranjang. Melangkah menuju pintu dan membukanya pelan. Pemuda itu menarik engsel pintu, kemudian mengintip melalui celah kecil yang ia buat, menyaksikan kejadian yang membuatnya mengerutkan kening dalam kengerian. Sejumlah orang berpakaian hitam panjang, dengan wajah tertutup topeng oval warna putih gading, tengah berbicara dalam bahasa yang tidak begitu Arda dengar jelas. Mereka tampak sangat serius dan membawa koper hitam di tangan masing-masing yang tampaknya sangat berharga.

Arda masih diam tak berkutik, ketika salah satu di antara mereka membuka topeng. Dia adalah seorang pria kira-kira paruh abad keturunan Jerman atau wajah khas Eropa. Pria itu berjambang kecoklatan, memiliki tatapan mata tajam menembus udara malam yang dingin. Segaris vertikal bekas luka ada pada bagian pipi kirinya berhasil membuat Arda bergidik.

Ia menaruh kopernya ke lantai, lantas menekan salah satu tombol—yang baru Arda sadari—pada bagian sampingnya. Koper itu terbuka menjadi dua, menampilkan sebuah mesin yang kelihatan berdetak macam jam sebab memiliki banyak gir yang terus berputar setiap detik. Lama-kelamaan, benda itu memercikkan listrik kecil di sekitar, menghasilkan sebuah bulatan hitam dihias butir-butir cahaya halus macam debu kosmik mengelilinginya yang terus berputar.

Portal .... Arda melihat sejumlah orang-orang bertopeng itu melompat ke lingkaran hitam. Hingga tiba giliran pria yang terakhir, yang melepas topeng barusan. Sebelum ia melangkah ke portal, pria itu melirik Arda tiba-tiba, seperti menyadari keberadaan pemuda itu sejak menit-menit lalu. Arda tersentak, menutup pintu kuat-kuat, dengan tarikan napas tak stabil.

Sambil memegangi dada, ia membuka pintu lagi, dan tak menemukan siapa pun di sana.

[2033]

Beberapa stasiun berlalu, dan aku masih kepikiran tentang pria ini. "Maaf, tapi aku merasa kita pernah bertemu sebelumnya di tempat yang jauh. Entahlah, aku sepertinya harus mengatakan ini; apakah kita pernah bertemu sebelum ini?" Perasaan yakin menggerogoti ulu hatiku. Aku seratus persen percaya bahwa kami pernah bertemu. Kendati ingatan kejadian itu tampak samar-samar mengemuka, masih memburam.

Pria itu melemparkan pandangannya ke araku, kali ini dengan perhatian penuh. "Anda ingat dengan baik," katanya pelan. "Kita pernah bertemu di Motel Arjuna, Bentalis, di daerah perbatasan Serani yang hampir tak berpenghuni. Waktu itu hujan turun begitu deras ... Anda tentu tahu kelanjutannya."

Aku terdiam sejenak. Memori itu tiba-tiba muncul di benakku. Bagai kaset blur yang tak jelas. Namun, aku yakin pada satu hal; pria ini bukanlah orang baik—yah, mungkin.

[2017]

"Apa-apaan ...?" Arda membuka pintu kamar lebar-lebar. Pemuda itu masih ingat kalau di luar sini tadi, tepatnya di depan pintu kamar lain, ia menyaksikan sekumpulan orang aneh yang memunculkan portal menggunakan mesin yang aneh. Namun, semua itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Membuat Arda bertanya-tanya apakah ia masih waras atau malah sebaliknya.

Dengan perasaan gelisah, Arda masuk ke kamar dengan pikiran kalut. Namun, tubuh pemuda itu tersentak ke belakang ketika menerima energi tak kasat mata yang muncul mendadak. Punggung Arda menubruk pintu. Terasa nyeri luar biasa. Bahkan, kaca mata minus yang ia kenakan terlempar entah ke mana.

Lampu kamar memancarkan kilatan listrik yang berkeredep tak karuan. Dalam penglihatan Arda, semuanya tampak memburam dan tidak jelas. Dalam kondisi kesakitan, pemuda itu merangkak, tangannya meraba lantai guna mencari kaca mata miliknya.

Ternyata, medan energi tak kasat mata yang muncul barusan bukan tanpa sebab, sumbernya dari seorang pria paruh abad ... yang Arda lihat di luar kamar sebelumnya. Ia melangkah pelan, koper hitam ia taruh di lantai yang kasar, tangan kanannya bergerak mengambil kaca mata milik Arda

Pendengaran Arda lumayan tajam, tetapi tidak saat hujan deras begini. Pemuda itu tak sadar bahwa ada orang asing di kamarnya. Peluh tampak bermunculan di pelipis Arda, dan pemuda masih berusaha mencari kaca matanya dengan susah payah.

Namun, sama halnya dengan pendengaran tajam, penciuman Arda juga lumayan cepat tanggap pada sekitar. Ia bisa membaui aroma asing semacam bau listrik korslet dan bau pakaian hangus, tetapi ia tahu kalau tak ada sesuatu yang terbakar. Maka, Arda langsung menyadari kalau ada sesuatu di sekitarnya.

"Siapa di sana?" tanyanya panik. Ia mendongak, pandangannya mulai bertemu pada sosok hitam yang menjulang di depannya. Namun, semuanya tampak buram.

"Saya tahu Anda sudah melihat semuanya," katanya dengan suara berat yang aneh. Kening Arda tertekuk.  "Dan sekarang, Anda adalah bagian dari ini juga."

[2033]

Tapi bagaimana mungkin kita bertemu lagi di sini?" Kucoba mengingat. Memori itu bagai rekaman VHS dengan resolusi rendah. Aku masih meragukan ingatanku 16 tahun lalu.

Pria itu tersenyum, tapi kali ini senyumannya tampak lebih gelap. Ia melirik ke arahku dengan sorot susah untuk diabaikan. "Takdir," katanya, "Takdir membawa benang merah yang terus mengikat erat. Dunia Anda dan saya sudah terikat simpul ... selamanya."

"Maaf?" Jantungku berdegup kencang. Sebuah desiran aneh dari ujung kaki naik ke puncak kepalaku. Badanku mulai bergetar tak nyaman. "Apa maksudmu?" Aku tahu aku mungkin mengenalnya, tetapi aku tidak mengerti apa maksud perkataan pria ini.

"Tentang kami," ujarnya pelan, tetapi menegangkan. "Sebuah rahasia. Anda tentu perlu mengetahuinya."

"Apa yang kau maksud dengan 'Anda perlu mengetahuinya'?" Cemas. Gelisah. Panik. Takut. Kedua kakiku gemetaran.

Pria itu menjawab dengan suara serak, "Saya yakin Anda paham betapa berharganya rahasia itu, 16 yang lalu."

[2017]

Dalam euforia ketegangan, di tengah-tengah berisiknya suara hujan dan gemuruh petir, pintu kamar menjeblak terbuka. Arda tak sempat memastikan siapa pelakunya, karena kaca matanya masih hilang. Lagi, pemuda itu berguling ke samping ketika menerima energi tak kasat mata seperti sebelumnya. Kepala pemuda itu terantuk sesuatu yang keras dan padat, membuat Arda semakin terpuruk di tengah-tengah kamar dengan punggung dan kepala yang luar biasa nyeri.

"Hei, kau tak apa?!"

Itu suara pria lain. Kalau perkiraan Arda tak meleset, si empunya ialah pemilik Motel Arjuna saat di lobi bawah tadi. Pria itu tampak panik begitu melihat kondisi kamar bagai kapal pecah. Tapi, yang paling membuat jantungnya berdegup hebat ialah pada sosok Arda yang terbaring lemas dengan luka di kening.  Pendaharannya berhasil membuat pria itu bergidik. Ia segera menelfon Ambulan—meski ia sadar kalau pihak medis barangkali akan datang esok.

"Hallo!? Tolong datang ke Motel Arjuna, Bintalis, Perbatasan Serani dengan segera! Ada seorang pemuda pingsan di motelku ... dengan luka dalam di kepala!"

Itu adalah hal yang Arda dengar sebelum akhirnya pandangannya semakin buram ... dan gelap.

[2033]

"Kau ... kau seorang pria dengan portal itu ...." Mendadak, aku mulai bisa meraba ingatan itu samar-samar.  Jantungku berdegup kencang, badanku gemetaran. Aku yakin betul bahwa pria ini ialah seorang yang kutemui beberapa tahun lalu ketika dalam perjalanan ke rumah orang tuaku di wilayah perbatasan Serani.

Dia pria dengan topeng, mesin di dalam koper dan portal anehnya. Bersama sejumlah pria lain, mereka melompat pada lingkaran gelap itu bagai memasuki lorong perosotan yang kebetulan melayang di tengah-tengah udara kosong. Aku yakin sekali tentang ini.

"Tapi itu sudah lama .... 16 tahun yang lalu ...."

Pria itu menoleh padaku. Matanya setajam seperti 16 tahun lalu, wajahnya tetap sama seperti beberapa tahun silam, luka melintang di pipinya masih membekas sama seperti terakhir kali kumelihatnya. "Anda masih ingat ketika Anda pingsan di Motel Arjuna, karena kepala Anda terbentur lemari di tahun 2017?"

Aku terdiam.

"Anda koma, Arda," katanya, "sampai sekarang, tahun 2033."

Anda bingung? Saya juga ._.

Fyi, Jan Grzebski—pekerja kereta api Polandia, pernah koma dari tahun 1988 sampai 2007, sebab cedera serius di kepala karena kecelakaan kereta api.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro