Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Yore

WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~

.

.

.

༺Dahulu Kala - Masa Lalu༻

.

.

.

Hari semakin larut. Suasana di panti asuhan begitu tegang dan cemas. Atok, bersama dengan beberapa orang lainnya, merasa gelisah karena Redav belum juga kembali. Mereka telah menunggu dengan penuh kekhawatiran selama berjam jam, namun Redav tak kunjung muncul.

Tok Aba yang notabennya adalah pengurus panti asuhan, merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan anak anak yang tinggal di sana. Dia yang paling merasa cemas karena tidak tahu apa yang terjadi pada Redav. Apakah dia baik baik saja? Apakah dia tersesat atau mengalami masalah diluar?

Sempat tok Aba berpikir untuk melaporkan kepergian Redav kepada pihak berwenang namun urung karena untuk melapor setidaknya harus menunggu waktu 24 jam setelah ia dinyatakan hilang. Pada akhirnya mereka mencoba menghubungi orang sekitar yang mungkin tahu keberadaannya. Namun, semua upaya mereka tidak membuahkan hasil. Redav tetap hilang.

"Redav, kamu kemana sebenernya? Ayolah pulang nak, jangan bikin kita khawatir kaya gini" racau tok Aba

Kalau kalian ingat tempat terakhir kali dimana Redav ditinggal, percayalah sebagian dari adik adiknya itu sudah menelusuri tempat tersebut, tapi anehnya dia tidak ada disana.

"Tok, ini udah malem, udah lewat jam tidur atok. Tidur ya, biar kita yang nunggu Redav. Siapa tau sebentar lagi dia beneran pulang" Gempa bersuara menatap sendu pada sang kakek

"Gempa bener, jangan sampe atok sakit gara gara ini" timpal Halilintar "Yang lain juga tidur, biar aku, Taufan, sama Gempa aja yang nunggu"

Awalnya atok menolak, tapi pada akhirnya beliau menurut setelah semuanya juga ikut membujuk.

Dan ketika yang lain sudah kembali ke kamar masing masing. si bungsu dari kembar tujuh itu masih diam tak bergeming ditempatnya, posenya menunjukkan seolah dia sedang memikirkan sesuatu.

"Lar, tidur woy ngapain masih diem disini?" Taufan menegur, menepuk pelan pundak si empunya

"Kalian mau denger sesuatu gak?" Solar malah melempar pertanyaan retorika

"Gak. Udah, sekarang kamu balik ke kamar sendiri, atau aku yang harus seret paksa?"

Solar tak mengindahkan ancaman si sulung, ia mendekat, merapatkan diri dengan ketiga kakak kembarnya itu. Ingin sekali Halilintar mematahkan lehernya sekarang juga, tapi ia tahan karena sekarang ekspresi Solar juga terlihat serius.

"Oke dengerin dulu ya. Ini mungkin diluar nalar, tapi agak masuk di akal juga"

"Maksudnya apa Lar?" Gempa menyimak, diteladani dua yang lainnya

"Tadi sore, waktu aku lagi nunggu Indri sama kak Thorn pulang. Selang beberapa menit, Ica sama Assyifa juga dateng entah udah darimana. Bahkan kapan keluarnya juga gak ada yang tau"

"Bilangnya sih..habis main, tapi main dimana sampe maghrib? Lagian kita gak boleh ada yang diluar atau keluar di bawah jam lima sore kan"

"Terus, raut wajah mereka tadi juga kaya...pucet, gerak gerik matanya juga kaya lagi ngehindarin sesuatu. Belum lagi bajunya pada kotor"

"Dan kalian tau apa yang bikin aku makin curiga?" mereka menggeleng kompak

"Di sepatu Ica, ada noda darah. Padahal waktu aku perhatiin seluruh badannya gak ada luka apapun" Solar menyelesaikan dongengnya dengan ambigu

Jujur saja mereka bertiga yang sedari tadi mendengarkan sama sekali tidak paham dengan ucapan adiknya itu. Halilintar yang menatap datar, Taufan yang menggaruk sisi kepalanya, dan Gempa yang mengerutkan dahinya.

"Terus? Hubungannya sama Redav yang belum pulang apaan Lar?" Taufan bertanya mewakili yang lain

Solar mendengus samar, yah ia lupa kalau saudara saudaranya itu terkadang kurang cepat tanggap,

"Aelah, masa gak paham? Singkatnya, aku tuh curiga kalau Ica sama Assyifa yang udah ngapa ngapain si Redav itu loh"

"Aku gak bermaksud nuduh, tapi bisa aja kan? Mana pas aku ikutin Ica, dia langsung buang sepatunya ke taman belakang, kenapa coba? Kan bisa dicuci, toh masih bagus dan kepake. Udah gitu, tadi mereka juga kaya acuh gak acuh pas kita lagi ngebahas Redav"

"Jadi, siapa tau aja mereka lah yang udah nyelakain Redav terus disembunyiin di suatu tempat, makanya mukanya pucet mungkin takut ketauan, pulang maghrib dengan alibi habis pergi main padahal ya habis nyusulin Redav. Perangai mereka yang begitu patut dicurigain bukan?"

Barulah mereka ber oh ria ragu dengan teori tanpa dasar itu. Tapi tidak dengan Halilintar yang sekarang malah jadi semakin jengkel pada Solar,

"Ngawur, kebanyakan nonton drakor kamu. Mana mungkin kaya gitu, dikira kita lagi main film thriller apa?" ketus Halilintar

Solar berdecak sebal "Gak gitu woy lah, kan aku bilang siapa tau aja, lagian cukup masuk akal kan? Mereka juga gak ada yang bener bener akur tuh"

"Gak. Gak masuk akal. Buat apa mereka kaya gitu? Gak akan berani juga"

"Kak Hali bener Lar, gak akan mungkin mereka bisa ngelakuin hal jahat kaya gitu. Siapa tau darah yang di sepatu Ica itu cuma darah hewan yang keinjek atau apa kan makanya mending dibuang, kita gak tau" Taufan menengahi, membatalkan perdebatan yang akan segera terjadi antara si sulung dan si bungsu

Gempa ikut membenarkan, menepuk pelan puncak kepala Solar sambil tersenyum simpul "Heem, terus masalah mereka yang keliatan pucet bisa aja karena takut dimarahin atok karena pulang maghrib, baju kotor pun karena habis main. Udah, jangan mikir yang aneh aneh, sekarang kamu tidur aja ya Lar"

Solar berdehem, enggan menyangkal perkataan ketiga kakak tertuanya lagi. Yah, positive thinking nya mereka juga tidak salah sih, tapi kan apa salahnya sedikit mencurigai sesuatu yang dirasa saling bersangkutan?

Ketika ia hendak melangkah ke kamar, atensinya teralihkan ke salah satu sudut ruangan karena merasa ada seseorang yang berdiri disana.

"Ah perasaanku aja kali ya, hadeh jadi paranoid gini" gumamnya sambil melanjutkan langkahnya yang terhenti

Dan untuk perasaanya yang satu itu pun ternyata benar adanya. Berdiri, menguping pembicaraan mereka bertiga,

"Khe, sok tau. Tapi, Redav kok bisa gak ada disana? Dia kan udah mati. Gak mungkin kan kalau ada yang nemuin dia...hhh damn it"

=====

"Bella" panggil Lulu yang kini sedang duduk bersila diatas kasur sambil membaca sebuah novel

"Hm?" sahutnya malas

"Menurutmu, kak Red-"

"Gatau, aku mau tidur. Jangan ganggu" potongnya cepat, lantas merebahkan tubuhnya dan dibungkus sepenuhnya dengan selimut

Lulu mendengus pelan. Kamar itu, yang selama ini dihuni oleh tiga orang, kini hanya tersisa mereka berdua.

Biasanya di jam segini pun, kamar mereka akan dipenuhi dengan suara tawa dan cerita dari Redav. Dengan hilangnya dia sekarang membuat atmosfer kamar berubah drastis.

Karena pada dasarnya, meski tinggal di kamar yang sama, mereka jarang sekali berbicara satu sama lain dan lebih sering terlibat dalam adu argumen daripada percakapan yang menyenangkan.

"Aku keluar dulu" selorohnya lagi, bangkit dari kasurnya dan hendak berjalan keluar namun tertahan

"M-mau kemana heh, udah jam segini. Gak boleh keluyuran seenaknya, kamu mau dimarahin atok?" cegah Bella yang langsung duduk dan menatap Lulu kesal

"Aku mau ke kamar Hida, biasanya jam segini kan belum tidur" balasnya "Aku mau nanya beberapa hal tentang panti ini, kayanya dia yang paling tau banyak soal itu kan?"

Terdiam sejenak, kini tatapan Bella tak dapat diartikan. Ia ikut berdiri dengan tergesa, merapihkan rambutnya sekilas lalu berujar,

"A-aku ikut. Aku lupa..a-aku juga mau nanya sesuatu sama Ica" jawabnya sedikit terbata dan itu berhasil menciptakan seringai di wajah lawan bicaranya

"Bilang aja kamu takut sendirian kan?"

"Enggak ya, enak aja, udah lah ayo buruan!" Bella salah tingkah, malu mengakui kebenaran yang diucapkan oleh Lulu

"Ahaha oke, terserah"

.

.

.

.

.

Di sebuah panti asuhan, hiduplah delapan belas anak yang diberi tempat tinggal oleh seorang kakek yang baik hati. Sembilan anak perempuan dan sembilan anak laki laki. Namun, kehidupan mereka bukanlah gambaran dari sebuah keharmonisan. Masing masing dari mereka memiliki gengnya sendiri, dan perselisihan seringkali terjadi.

Suasana berubah ketika seorang gadis baru datang. Awalnya, mereka menyambutnya dengan hangat, namun seiring berjalannya waktu, beberapa mulai menunjukkan rasa iri dan ketidakpuasan karena keunggulan akademik gadis baru itu.

Tiga bulan pun telah berlalu.

Gadis malang itu kerap kali menjadi korban perundungan, mengalami perlakuan kasar dan bahkan kekerasan fisik. Meski demikian, kakek pemilik panti asuhan itu tidak mengetahui apa yang terjadi.

Tragisnya, perlakuan buruk tersebut berakhir dengan kematian gadis itu, membuat mereka yang masih memiliki rasa empati merasa sedih dan terpukul.

Dua minggu setelah kematian gadis itu, suasana di panti asuhan menjadi mencekam. Pada suatu malam, sekitar pukul dua, api tiba tiba muncul dari tempat yang tidak diketahui. Kebakaran melanda panti asuhan, dan karena terlambat menyadari, lima anak meninggal dalam kebakaran tersebut, sementara tiga belas lainnya mengalami luka luka.

Namun, ada misteri yang belum terungkap. Tiga puluh menit sebelum kebakaran terjadi, ditemukan bahwa kelima anak yang diketahui sebagai pelaku perundungan meninggal lebih dulu dengan luka tusukan dan sayatan di area kepala. Ini menambah lapisan misteri pada tragedi yang sudah mengerikan itu.

Apakah ini hanya kebetulan? Atau ada sesuatu yang lebih gelap di balik semua ini? Hanya waktu yang akan menjawab.

.

.

.

.

.

"Begitu singkatnya tentang panti asuhan ini kak. Seminggu setelah tragedi itu, kak Indri masuk masih kehitung di tahun pertama. Tiga bulan kemudian yang udah masuk tahun kedua, itu kami"

"Panti ini sempet direnovasi lebih dulu jadi sebagus sekarang. Walau tetep model antik" tutur Hida yang menjelaskan dengan ringkas

Lulu yang di dongengkan seperti itu hanya bisa menanggapi dengan deheman kecil. Walau begitu, masih banyak sekali pertanyaan yang bermunculan dikepalanya.

Sementara Indri, Ica, dan Bella hanya turut menyimak lebih dulu.

"Tapi, yang kasus kematian istri tok Aba itu kapan?"

"Itu sebelum rumah ini dijadiin panti asuhan sama tok Aba" kali ini Indri yang menyahut

"Oh gitu kah, terus..diantara kalian yang masuk tahun pertama tadi siapa aja?"

"kak Redav, Cinta, Fang, sama kak Indri yang terakhir. Kalau si kembar tujuh itu gak usah ditanya lagi lah ya"

"Oh oke, yang masuk tahun kedua..siapa aja?"

"Hida, Rayshifa, Hikari, aku, dan Assyifa yang terakhir" sekarang Ica pun ikut menimpali, walau sebenarnya terlihat enggan

"Oh jadi si BAV sama aku yang terakhir ditahun ketiga ini ya?" ucap Lulu lagi sambil setengah berpikir

"BAV apaan? Siapa dah?" cibir Bella yang padahal tadi sedang ketakutakan mendengar kisah kelam dari panti tersebut

"Ya siapa lagi kalau bukan Bella, Adnyana, Venthy. Aku males aja tadi nyebut nama kalian satu satu"

Si empunya nama menggerutu tak terima nama mereka disingkat aneh begitu, ingin dia memaki namun Lulu kembali bicara lebih dulu,

"Tadi kamu bilang, dulu ada anak yang dibully sampe meninggal kan? Siapa namanya, siapa juga nama yang udah ngebully dia?"

Tak langsung ada yang menjawab. Indri, Ica, dan Hida malah saling beradu pandang terlebih dulu.

"Yang dibully namanya Sasqia, umurnya masih empat belas tahun waktu itu. Yang ngebully namanya Meidyawati, delapan belas tahun. Di bantu sama tiga gengnya yang lain. Ya kan kak Indri?" beber Hida yang meminta kebenaran dan diangguki oleh siempu

"Dari tragedi itu, siapa nama lima orang yang meninggal sama sisanya yang luka luka?"

"Kenapa kamu pengen tau sampe sedetail itu Lu?"

Pertanyaan sederhana dari Ica langsung disambut dengan hawa dingin yang menyeruak. Yang ditanya tak menjawab, dia hanya diam sambil menatap datar pada lantai yang menjadi pijakannya sekarang.

"Gapapa sih, yaudah lah kalau gak mau ngasih tau"

"Bukannya gak mau ngasih tau, tapi tolong liat waktu juga. Coba liat, sekarang udah jam berapa?"

Serempak mereka melirik ke arah jam dinding yang tertempel diatas pintu kamar. Menunjukkan bahwa sekarang sudah jam setengah satu malam.

"Eh? Ya ampun, gak kerasa loh. Kukira tadi masih jam sebelas" gumam Hida itu juga mewakili pemikiran yang lain

"Ah, maaf ya..aku jadi ganggu waktu istirahat kalian bertiga. Tapi, makasih seenggaknya kalian udah mau cerita sebagian soal panti ini. Rasa penasaran aku udah kejawab"

"Gapapa, kalau masih pengen nanya nanya, ya ke kita lagi aja"

Lulu mengangguk samar, ia melirik pada Bella yang sekarang juga tengah menatapnya sinis,

"Apa liat liat? Mau apa?"

"Kamu gak jadi ngobrol sama Ica? Katanya tadi ada yang mau ditanyain"

Mendengar perkataan Lulu, entah kenapa Ica langsung tersentak. Kulitnya kian memucat, padahal ditanya saja belum.

"G-gak jadi, udahlah ayo kita balik ke kamar. Selamat malam semuanya, semoga besok kita dapat kabar baik soal kak Redav"



08 Febuari 2024
=====
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro